penjualan nenas di Desa Paya Besar dipengaruhi oleh ikatan pelanggan dan ikatan kekeluargaan.
Jika membandingkan praktik pembelian dan penjualan yang dilakukan pada nenas Palembang dan nenas Bogor maka terdapat perbedaan pada lembaga
pemasaran yang dituju. Hal ini menyesuaikan dengan saluran yang terbentuk pada masing-masing lokasi penelitian. Nenas Bogor dijual oleh petani melalui dua cara
yaitu kepada pedagang pengumpul desa dan langsung kepada pedagang pengecer. Sedangkan nenas Palembang, seluruhnya dijual melalui pedagang pengumpul
desa. Tujuan akhir pemasaran nenas Bogor yaitu konsumen yang ada di wilayah Bogor. Sedangkan tujuan akhir pemasaran nenas Palembang yaitu konsumen di
Kota Palembang dan konsumen di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
7.2.2. Sistem Penentuan Harga dalam Transaksi
Sistem penentuan harga dalam sistem tataniaga nenas di Desa Paya Besar pada umumnya melalui proses tawar-menawar. Namun, harga di tingkat petani
biasanya ditentukan oleh pedagang pengumpul desa meskipun terdapat proses tawar-menawar sebelumnya. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul memiliki
informasi harga yang lebih banyak. Pedagang pengumpul memiliki kekuatan untuk menentukan harga nenas di tingkat petani. Biasanya para pedagang
pengumpul menentukan harga berdasarkan umur panen dan kualitas nenas petani. Penentuan harga antara pedagang pengumpul dan pedagang besar
ditentukan oleh pedagang besar. Pedagang besar memiliki kemampuan untuk menentukan harga bagi pedagang pengecer atau konsumen catering. Harga
ditetapkan dari harga beli ditambah dengan biaya pemasaran dan keuntungan. Sedangkan sistem penetapan harga di tingkat pedagang pengecer dilakukan
dengan penetapan harga per satuan buah nenas sesuai dengan ukuran tertentu atau grade. Harga diperoleh dari harga beli ditambah dengan biaya pemasaran dan
keuntungan. Pada umumnya penetapan harga nenas di Desa Paya Besar dilakukan dengan cara tawar-menawar dengan mempertimbangkan harga beli, biaya
pemasaran dan keuntungan yang diperoleh. Penetapan harga ini sama halnya dengan penetapan harga pada nenas Bogor dan nenas Blitar.
7.2.3. Sistem Pembayaran dalam Transaksi
Sistem pembayaran yang digunakan oleh lembaga tataniaga nenas di Desa Paya Besar antara lain sebagai berikut:
1. Sistem Pembayaran Tunai
Sistem pembayaran tunai dilakukan oleh 27 petani atau sebesar 90 persen dan semua lembaga tataniaga nenas. Lembaga tataniaga yang menggunakan
sistem pembayaran ini diantaranya: pedagang pengumpul kepada petani, pedagang besar ke pedagang pengumpul, pengecer kepada pedagang
pengumpul dan pedagang besar, serta konsumen kepada pedagang pengecer.
2. Sistem Pembayaran Kemudian
Sistem pembayaran ini dilakukan oleh tiga petani atau sebesar 10 persen yang terlibat di Desa Paya Besar. Berdasarkan informasi di lapangan, sistem
pembayaran ini merupakan kesepakatan antara kedua lembaga tataniaga penjual dan pembeli. Sistem pembayaran ini dilakukan dengan cara
pembayaran dimuka kemudian sisanya dibayarkan selanjutnya. Biasanya sisa pembayaran diberikan pada dua sampai tiga hari setelah nenas dijual. Sistem
pembayaran ini dilakukan oleh pedagang pengumpul desa yang kekurangan modal untuk melakukan pembelian kepada petani secara tunai. Lembaga lain
yang melakukan sistem pembayaran ini adalah pedagang besar dengan konsumen catering yang membeli nenas dalam jumlah besar. Biasanya pihak
konsumen akan membayar sebagian uang pembelian nenas dan sisanya akan diberikan pada lima sampai tujuh hari setelah nenas dibeli. Namun, sistem
pembayaran ini sangat jarang dilakukan karena pedagang besar merasa dirugikan.
Pemasaran nenas Bogor juga melakukan sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran kemudian. Sistem pembayaran kemudian dilakukan dengan
pembayaran dimuka dan sisanya dibayar kemudian. Sistem pembayaran ini dilakukan oleh pedagang pengolah dengan pedagang pengumpul desa.
Pedagang pengolah sering berinisiatif memberikan uang terlebih dahulu pada pedagang pengumpul. Menurut Sihombing 2010 kesepakatan tersebut secara
tidak langsung memberikan ikatan hubungan kepada keduanya dalam menjaga kontinuitas produk dan kelancaran usaha.
7.2.4. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga