Minyak Sawit Merah Karotenoid

6 minyak sawit kasar CPO menurut Standar Nasional Indonesia SNI dan Ooi, et al 1996 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Standar kualitas minyak sawit kasar CPO menurut Standar Nasional Indonesia SNI dan Ooi, et al 1996 Karakteristik Persyaratan mutu Warna Jingga kemerahan a Kadar air Maksimal 0,5 a Asam lemak Bebas Maksimal 5 a Kadar -karoten 500-700 ppm b Kadar Tokoferol 700-1000 ppm c a SNI 01-2901-2006; b Ooi et al. 1996; c Chow 2001.

2.3. Minyak Sawit Merah

Industri minyak goreng di Indonesia dalam proses produksinya meliputi tahapan proses pemurnian. Proses pemurnian yang sering diterapkan adalah pemurnian secara fisik, yang terdiri dari penghilangan gum degumming, penghilangan pigmen atau pemucatan bleaching, penghilangan bau deodorizing dan pemisahan fraksi padat dan fraksi cair fraksination. Fraksi cair atau RBDPO Refined, Bleached, Deodorized, Palm Olein ini disebut minyak goreng Andarwulan dan Koswara, 1992. Minyak sawit merah secara alami mengandung tokoferol, tokotrienol dan karotenoid yang memberikan warna merah pada minyak. Pengembangan pengolahan minyak sawit merah dilatarbelakangi oleh keprihatinan akan proses pemucatan bleaching pada pembuatan minyak goreng sawit yang menghancurkan karotenoid untuk mendapatkan warna kekuningan pada minyak sawit. Menurut Naibaho 1990, minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm. Karotenoid yang terdapat dalam minyak sawit merah terdiri dari α-karoten lebih kurang γ6,β, - karoten lebih kurang 54,4, -karoten lebih kurang 3,3, likopen lebih kurang 3,8, dan santofil lebih kurang 2,2. Karakteristik minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Minyak Sawit Merah Parameter Jumlah Kadar air 0,02 Kadar asam lemak bebas 0,14 Total Karotenoid ppm 382,60 Bilangan peroksida meqkg 3,94 Asmaranala 2010.

2.4. Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak Winarno, 1991. Pigmen ini banyak ditemukan pada minyak sayur, misalnya minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, dan minyak sawit kasar. Kata karotenoid diturunkan dari komponen utama penyusunnya, yaitu -karoten, pigmen oranye yang diisolasi pertama kali dari wortel oleh Wackenroder pada tahun 1831 Gross, 1991. Struktur dasar karoten terdiri dari ikatan hidrokarbon tidak jenuh terbentuk dari 40 atom C dan memiliki 2 buah gugus cincin. Perbedaan struktur antara berbagai karotenoid terletak pada letak 7 dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai provitamin A Klaui dan Bauernfiend 1981. Berdasarkan unsur penyusunnya, karotenoid terdiri dari dua golongan yaitu karoten dan xantofil. Karoten tersusun oleh unsur- unsur C dan H yang terdiri dari α-, -, -, karoten, sedangkan xantofil tersusun oleh unsur-unsur C, H, O yang terdiri dari kriptoxantin, kaptaxantin, dan zeaxantin. Berdasarkan fungsinya, karoten dapat dibagi menjaadi dua kelompok, yaitu yang bersifat nutrisi aktif seperti -karoten, dan nutrisi non aktif seperti fucoxantin, neoxantin, dan violaxantin Gross, 1991. Karotenoid termasuk senyawa lipid yang dapat larut dalam senyawa lipid lainnya, sehingga disebut lipofilik, dan pelarut lemak seperti aseton, alcohol, dietil ester, dan kloroform. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti ester dan heksan, sedangkan xantofil larut sempurna di pelarut polar seperti alcohol. Karotenoid juga disebut hidrofobik karena tidak dapat larut air. Karotenoid ini tidak tersabunkan dan umumnya terbentuk padat pada suhu ruang Gross, 1991. Total karotenoid biasanya diukur dengan menggunakan metode UV- Vis spektrofotometri sebagai -karoten dimana absorbansi meksimum terjadi pada panjang gelombang 446 nm dan menggunakan pelarut heksan Choo 1994. Hal ini sesuai dengan Fennema 1996 bahwa deteksi panjang gelombang karoten diperkirakan antara 430-480 nm. Adanya ikatan ganda pada karotenoid menyebabkan karotenoid peka terhadap cahaya, oksigen, panas dan degradasi asam. Selama pengolahan pangan, bentuk trans pada karotenoid yang terdapat dalam bahan pangan tersebut dapat mengalami isomerasi menjadi bentuk cis karoten yang menyebabkan turunnya aktivitas provitamin A, karena aktivitas dari cis karotenoid lebh rendah dari bentuk trans karotenoid Klaui dab Bauernfiend 1981. Hal ini didukung oleh Iwasaki dan Murakoshi 1992 yang menyatakan bahwa bentuk trans dari karoten memiliki derajat aktifitas vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan bentuk cis. Faktor utama yang mempengaruhi karoten selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara dan perubahan struktur oleh panas karena kaotenoid memiliki ikatan ganda. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas peroksida dan bahan pengoksida lainnya. Panas akan mendekomposisi karoten dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60 ◦C tidak mengakibatkan dekomposisi karoten tetapi dapat terjadi perubahan stereoisomer. Karoten akan menurun secara drastic pada suhu sekitar 180- β19◦C Klaui dab Bauernfiend 1981. Karotenoid sebagai salah satu komponen mikro di dalam minyak sawit mempunyai beberapa sifat nutrisi atau fungsi biokimiawi yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Karotenoid, terutama - karoten telah lama diketahui mempunyai aktivitas provitamin A sebagai precursor vitamin A pada hewan. Hampir semua hewan mempunyai enzim untuk mengubah karotenoid menjadi vitamin A Gross 1991. Olson 1991 mengatakan bahwa lebih dari 400 jenis karotenoid yang terdapat di alam, tetapi hanya 30 diantaranya yang mempunyai aktivitas biologis senagai provitamin A. menurut Linder 1991 , - karotene merupakan komponen karotenoid yang mempunyai aktivitas provitamin A terbesar. Hal ini disebabkan karena pada struktur -karoten terdapat dua cincin -ionone atau struktur retinoid. Β-karoten merupakan sumber utama provitamin A yang memiliki fungsi fisiologis vitamin A, antara lain berperan vital dalam diferensiasi dari sel-sel epitel, membantu proses pertumbuhan normal, reproduksi, dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Selain itu, vitamin A juga dibutuhkan dalam sintetis membrane lisosom dan mitokondria yang berfungsi mengatur permeabilitas membrane untuk menjaga kondisi biologis kulit dan mukosa Combs 1992 Vitamin A memiliki fungsi utama dalam penglihatan normal. Peranan vitamin A retinol sangat penting karena daya penglihatan sangat tergantung oleh adanya rodopsin dan iodopsin, 8 fotopigmen pada retina mata yang mengandung retinol yang berfungsi sebagai fotoreseptor. Vitamin A juga dapat menanggulangi kebutaan akibat xerropthalmia, yaitu penyakit akibat defisiensi vitamin A dimana kelenjar air mata diblok sehingga membrane pada mata bagian depan menjadi kering dan meradang. Defisiensi yang kuat dapat berakibat pemborokan pada kornea mata yang menyebabkan kebutaan Winarno, 1991. Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang dewasa adalah sekitar 5.000 UI per hari, wanita hamil perlu mendapat tambahan sekitar 1000 UI dan 3000 UI untuk wanita menyususi. Anak-anak membutuhkan sekitar 200-4000 UI per hari Muchtadi, 1996. Sifat karotenoid yang peka terhadap oksidasi karena adanya ikatan rangkap membuat karotenoid menjadi antioksidan alami yang kekuatannya hamper menyamai vitamin C dan tokoferol. Menurut Choo 1994, tiga mikronutrien -karoten, vitamin E dan vitamin C mempunyai aktivitas untuk melawan kerusakan radikal bebas yang dipercaya sebagai penyebab beberapa penyekit degeratif seperti arteroskelorosis, arthritis, dan kanker. Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan yaitu melindungi sel dan jaringan dari kerusakan akibat pengaruh ok sidasi dari radikal bebas Gross, 1991. -karoten memiliki aktivitas antiokasidan yang dapat mencegah penyakit kanker, penyakit jantung koroner, serta mengganti sel-sel yang rusak Iwasaki dan Murakoshi, 1992.

2.5. Proses Pemurnian Minyak