24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN
4.1.1. Potensi Pasar
Salah satu masalah serius yang sering dihadapi di Negara berkembang seperti Indonesia adalah devisiensi vitamin A. Kasus kekurangan vitamin A merupakan penyakit sistemik yang merusak
sel dan organ tubuh, dan menyebabkan metaplasi dan keratinisasi pada epitel saluran pernafasan, saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran ini relatif lebih awal terjadi
ketimbang kerusakan yang terdeteksi pada mata Arisman, 2003. Tingkat prevalensi kurang zat gizi mikro di Indonesia sebesar 50-60 persen, dengan 9 persen
angka kematian anak dan 13 persen kematian ibu disebabkan karena kekurangan vitamin A. Bahkan, data tahun 2004 menunjukkan 10 juta anak balita di Indonesia kurang vitamin A Mikail, 2011.
Hasil survey kesehatan penglihatan dan pendengaran tahun 19993-1996, menunjukan angka kebutaan 1,5. Selain itu, besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia berbanding lurus dengan
jumlah penduduk usia lanjut pada tahun 2000 sebesar 15,3 juta. Jumlah tersebut cenderung akan bertambah besar karena jumlah penduduk usia lanjut pada pada tahun 2025 diperkirakan akan
mengalami peningkatan sebesar 414 disbanding tahun 1990. Angka kebutaan di Indonesia 1,5 merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan angka kebutaan di Negara-negara regional Asia
Tenggara lainnya seperti Bangladesh 1, India 0,7, dan Thailand 0,3 Depkes, 2005. FAOWHO merekomendasikan asupan vitamin A pada beberapa golongan usia manusia dan
level keamanannya yang tersaji pada Tabel 4. Tabel 4. Kebutuhan vitamin A pada beberapa golongan usia manusia dan level keamanan
Golongan Usia Kebutuhan rata-rata µg RERetinol
Equivalenthari Asupan maksimal yang
direkomendasikan µg RERetinol Equivalenthari
Bayi dan anak-anak
0-6 bulan 7-12 bulan
1-3 tahun 4-6 tahun
7 tahun
Remaja, 10-18 tahun Dewasa
Wanita, 19-65 tahun Pria 19-65 tahun
65 tahun
Ibu hamil Ibu menyusui
180 190
200 200
250 330-400
270 300
300 370
450 375
400 400
450 500
600 500
600 600
800 850
Sumber : Thurnham 2007
25 Selain masalah devisiensi vitamin A, potensi pasar minyak sawit merah juga mengacu pada
jumlah rata-rata konsumsi dunia terhadap minyak dan lemak periode 2007-2012. Gambaran mengenai jumlah konsumsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Rata-rata konsumsi duniaterhadap minyak dan lemak
Sumber : diolah dari Oil World Selain itu, berdasarkan riset pendahuluan mengenai prospek pasar minyak sawit merah telah
dilakukan di kota Bogor. Dalam riset tersebut dilakukan pengukuran potensi pasar minyak goreng bervitamin serta pengukuran potensi pasar minyak sawit merah. Hasil riset menunjukan bahwa potensi
pasar minyak goreng bervitamin adalah 55 dari pasar minyak goreng, dan potensi pasar minyak sawit merah adalah 0,002 dari total pasar minyak goreng. MAKSI, 2011.
Salah satu sumberdaya lokal dengan kandungan vitamin A yang tinggi adalah minyak sawit Winarno, 1991. Minyak sawit merupakan sumber karotenoid terbesar untuk bahan nabati yaitu
dengan kandungan karotenoid 30.000 µg REg Choo, 1994. Karotenoid memiliki fungsi sebagai provitamin A karena tubuh manusia mampu mengubahnya menjadi vitamin A retinol. Salah satu
upaya mempertahankan karotenoid sebagai provitamin A dan vitamin E dalam minyak sawit adalah dengan memproduksi minyak sawit merah atau Red Palm Olein RPO.
Minyak sawit merah merupakan produk minyak sawit kasar kaya karotenoid yang diproses secara minimal sehingga potensi vitamin A dapat dimanfaatkan. Minyak sawit merah tidak dianjurkan
sebagai minyak goreng, karena karoten yang terkandung di dalamnya mudah rusak pada suhu tinggi. Minyak ini lebih dianjurkan untuk digunakan sebagai minyak makan dalam menumis sayur, daging
dan bumbu. Minyak sawit merah juga baik digunakan dalam pembuatan minyak salad, serta dapat digunakan sebagai bahan fortifikan makanan untuk produk pangan berbasis minyaklemak seperti
margarine dan selai kacang andarwulan et all 2003. Minyak sawit merah telah dikembangkan sebagai produk baru oleh Malaysian Palm Oil
Board, sedangkan di Indonesia sampai saat ini belum ada minyak sawit merah yang dijual secara komersial. Berdasarkan potensi-potensi diatas produk minyak sawit merah ini layak untuk
dikembangkan di Indonesia.
4.1.2. Strategi Pemasaran