Kajian Tekno Ekonomi Industri Minyak Sawit Merah Karoten Tinggi

(1)

KAJIAN TEKNO EKONOMI

INDUSTRI MINYAK SAWIT MERAH KAROTEN TINGGI

SKRIPSI

EKA MELIA SARI

F34070050

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

3

Techno-economic Study of High Carotene Red Palm Oil Industry

Eka Melia Sari, Khaswar Syamsu and Yandra Arkeman

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University (IPB), Darmaga Campus, PO Box 220 Bogor, West Java,

Indonesia

E-mail: ekamelias@yahoo.com

ABSTRACT

A serious problems often faced by developing countries such as Indonesia is deficiency vitamin A. The number of Indonesia’s blindness in 2008 is about 1.5% of the population. The efforts of Indonesia’s Government are through its cooking oil fortification vitamin. The weakness of the fortvication program is a vitamin used is still imported from abroad. One of alternatives that could be developed is by doing the development of palm oil as a source of carotene in the form of red palm oil. One of the plantations in Indonesia, which has palm oil plants with high levels of carotene is PTPN XIV XIII of West Kalimantan. Carotene content of the varieties range from 2000 to 4000 ppm. The purpose of this study is to analyze techno-economic aspect of high carotene red palm oil industry. Scope of research includes techno-economic on the market and marketing aspect, technical and technological, management and organization, environmental, legal, valuation and commercialization, as well as financial aspects. This Red Palm Oil Industry is planned to be located in Sanggau, West Kalimantan. The Industrial capacity is 5tons/hour. After a depth assessment of all aspects, it can be concluded that the industry of Red Palm Oil is feasible to be realized.


(3)

4 EKA MELIA SARI. F34070050. Kajian Tekno Ekonomi Industri Minyak Sawit Merah Karoten Tinggi . Dibawah bimbingan Khaswar Syamsu dan Yandra Arkeman. 2013.

RINGKASAN

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia yang memberikan peran yang sangat nyata dalam pembangunan perekonomian bangsa Indonesia, khususnya pada pengembangan agroindustri. Minyak sawit merah (Red Palm Olein) merupakan pengembangan proses pengolahan minyak sawit kaya karoten. Bahan baku kelapa sawit yang digunakan adalah varietas baru yang dikembangkan oleh PTPN XIII yang memiliki kadar karoten tinggi yaitu 2000-4000 ppm yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan sawit biasa.

Minyak sawit merah belum dikenal luas di Indonesia, padahal produk ini memiliki nilai kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain itu kurangnya konsumsi pangan yang mengandung vitamin A dan vitamin E merupakan alasan penting minyak sawit merah diproduksi. Indonesia membutuhkan suatu keberanian dalam pengembangan produk dan sosialisasi yang lebih intensif kepada masyarakat tentang minyak sawit merah. Untuk mengetahui kelayakan dan meminimumkan resiko kegagalan dalam pengambilan keputusan pendirian industri minyak sawit merah, maka perlu dilakukan kajian tekno ekonomi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kelayakan pendirian industri minyak sawit merah dari berbagai aspek dan memberikan gambaran bagi investor untuk melakukan investasi. Aspek yang dikaji meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen, aspek legalitas dan lingkungan, aspek finansial,serta aspek valuasi dan komersialisasi teknologi.

Kapasitas industri minyak sawit merah ini adalah 5 ton/jam. Kapasitas tersebut termasuk dalam kapasitas industri minyak kelapa sawit skala mini. Penentuan kapasitas dikarenakan jumlah lahan yang ditanami sawit varietas baru sekitar 2 Ha. Industri minyak sawit merah akan didirikan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Industri ini dijalankan oleh 35orang pekerja dengan deskripsi masing-masing dengan luas lahan yang digunakan sekitar 6249,25 m2.

Aspek legalitas mengkaji tentang badan usaha yang dipilih yaitu bentuk perusahaan dan perizinan yang harus dipenuhi dalam pendirian industri minyak sawit merah. Aspek lingkungan menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan dalam proses produksi minyak sawit merah berupa limbah padat, cair, dan gas. Limbah yang dihasilkan ini akan diolah terlebih dahulu agar tidak mencemari lingkungan. Limbah padat yang dihasilkan akan diolah menjadi pupuk kompos atau pupuk organik. Penanganan limbah cair dilakukan dengan sistem kolam anaerobic dan aerobic.

Investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan industri minyak sawit merah sebesar Rp.25.577.108.798,20. Struktur pembiayaan adalah 65% pinjam bank dan 35% modal sendiri. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 12% per tahun. Berdasarkan analisis finansial diperoleh beberapa parameter kelayakan yang meliputi NPV proyek ini sebesar Rp32.380.961.201,97 ; IRR mencapai 36%; Net B/C 2,66; dan PBP selama 3 tahun 3 bulan. Analisis titik impas menunjukkan bahwa kapasitas minimum minyak sawit merah sebesar 1.529.712L per tahun. Keseluruhan penilaian kriteria tersebut menunjukkan bahwa industri minyak sawit merah ini layak untuk didirikan.

Visi dari industri minyak sawit merah ini adalah “Menjadi pemimpin pasar minyak sawit merah dengan selalu menjaga kualitas produk serta meningkatkan kepedulian konsumen untuk mewujudkan masyarakat yang lebih sehat”. Sedangkan, Misi dari industri minyak sawit merah ini adalah selalu menjaga kualitas produk, melakukan proses secara efektif dan efisien untuk


(4)

5 menigkatkan produktivitas perusahaan, melakukan inovasi berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan konsumen terhadap minyak sawit merah, serta menanamkan tanggung jawab terhadap masyarakat sebagai nilai perusahaan.

Value proposition dari industri minyak sawit merah ini adalah produk minyak sawit merah dengan kandungan karoten yang tinggi sehingga cocok untuk semua kalangan dalam rangka pemenuhan vitamin A. Selain itu, produk minyak sawit merah ini mudah didapatkan karena produk diditribusikan ke tempat-tempat yang mudah dijangkau konsumen dengan jumlah yang cukup.

Value Capture for Profit dalam perusahaan dilakukan antara lain menjaga kepercayaan konsumen dengan menjaga kualitas produk dan memberikan pelayanan prima kepada konsumen. Sedangkan, Value for Talent dalam perusahaan dilakukan dengan memberi peluang bagi tenaga kerja untuk belajar dan tumbuh bersama perusahaan dengan memberikan pelatihan dan jenjang karir yang jelas, serta melakukan evaluasi terhadap kinerja tenaga kerja secara rutin.

Target pemasaran minyak sawit merah ini lebih ditujukan untuk konsumen dalam negeri dengan merek dan kemasan yang praktis. Penjualan dilakukan secara langsung kepada konsumen maupun melalui agen atau distributor.


(5)

6

KAJIAN TEKNO EKONOMI

INDUSTRI MINYAK SAWIT MERAH KAROTEN TINGGI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

EKA MELIA SARI

F34070050

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(6)

Judul Skripsi : Kajian Tekno Ekonomi Industri Minyak Sawit Merah Karoten Tinggi

Nama

: Eka Melia Sari

NIM

: F34070050

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. St) (Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng)

NIP 19630817 198803 1 003

NIP 19650914 199002 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP 19621009 198903 2 001


(7)

8

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Tekno Ekonomi Minyak Sawit Merah Karoten Tinggi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2013 Yang membuat pernyataan

Eka Melia Sari F34070050


(8)

9 © Hak cipta milik Eka Melia Sari, tahun 2013

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(9)

10

BIODATA PENULIS

Penulis di lahirkan di Banjarnegara pada tanggal 13 Mei 1989. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Bapak Yudianto dan Ibu Yusmiati. Pada tahun 1995, penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Pertiwi 1 Badamita yang dilanjutkan dengan menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SD Negeri 1 Badamita. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Wanadadi pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Bawang dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Semasa kuliah penulis pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Hari Warga Industri (HAGATRI) 2009 sebagai anggota divisi komisi medis, Atsiri Fair 2009 sebagai anggota divisi konsumsi.. Penulis aktif dalam organisasi Daerah (OMDA) Banyumas “IKAMAHAMAS”. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Analisis Bahan Produk Agroindustri dan praktikum mata kuliah Teknologi Bioindustri. Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2010 dengan topik “Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Pada Proses Pengolahan Teh Hitam di PT Perkebunan Tambi, Wonosobo Jawa Tengah”. Untuk menyelesaikan pendidikan di

Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang dituang kan dalam skripsi yang berjudul “Kajian Tekno Ekonomi Industri Minyak Sawit Merah Karoten


(10)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

LAMPIRAN ... vii

I.

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Ruang lingkup Penelitian ... 2

II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Tanaman Kelapa sawit ... 3

2.2. Pengolahan Buah Sawit Menjadi Crude Palm Oil (CPO) ... 4

2.3. Minyak Sawit Merah ... 6

2.4. Karotenoid ... 6

2.5. Proses Pemurnian Minyak ... 8

2.6. Analisa Teko ekonomi ... 9

III.

METODOLOGI ... 13

3.1. Kerangka Pemikiran ... 13

3.2. Tata Laksana ... 15

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1. Analisis Pasar dan Pemasaran ... 24

4.1.1.Potensi Pasar ... 24

4.1.2.Strategi Pemasaran ... 25

4.1.3.Bauran Pemasaran ... 26

4.2. Analisis Teknis dan Teknologis ... 30

4.2.1.Bahan Baku ... 30

4.2.2.Perancangan Kapasitas Produksi ... 30

4.2.3.Teknologi Proses Produksi ... 31

4.2.4.Mesin dan Peralatan ... 33

4.2.5.Neraca Massa Produksi dan Diagram Alir Produksi ... 39

4.2.6.Penentuan Lokasi Pabrik ... 42

4.2.7.Perancangan Tata Letak ... 43

4.3. Analisis Manajemen dan Organisasi ... 50

4.3.1.Kebutuhan Tenaga Kerja ... 50

4.3.2.Struktur Organisasi ... 51

4.3.3.Desripsi Pekerjaan ... 51

4.4. Analisis Legalitas dan Lingkungan ... 54

4.4.1.Aspek Legalitas ... 54

4.4.2.Aspek Lingkungan ... 56

4.5. Analisis Finansial ... 60

4.5.1.Asumsi Perhitungan Finansial ... 60

4.5.2.Biaya Investasi ... 60

4.5.3.Sumber Penandaan dan Pembayaran Pinjaman ... 62


(11)

v

4.5.5.Prakiraan Biaya dan Penerimaan ... 63

4.5.6.Proyeksi Laba Rugi ... 63

4.5.7.Proyeksi Arus Kas ... 63

4.5.8.Break Event Point ... 64

4.5.9.Kriteria Kelayakan Investasi ... 64

4.5.10. Analisis Sensitivitas ... 65

4.6. Aspek Valuasi dan Komersialisasi Teknologi ... 67

4.6.1. The Visison Statement ... 67

4.6.2. The Mision Statement ... 67

4.6.3. Value Proposition ... 67

4.6.4. The Business Modal ... 68

V.

PENUTUP ... 70

5.1. Kesimpulan... 70

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(12)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbedaan tebal tempurung berbagai tipe kelapa sawit ... 4

Tabel 2. Standar kualitas minyak sawit kasar ... 6

Tabel 3. Karakteristik minyak sawit merah ... 6

Tabel 4. Kebutuhan vitamin A pada beberapa golongan usia ... 24

Tabel 5. Penyusunan tata letak terhadap efisiensi produksi ... 44

Tabel 6. Perhitungan nilai Total Close Ratting ... 46

Tabel 7. Kebutuhan ruang produksi ... 48

Tabel 8. Kebutuhan ruang pabrik industri ... 48

Tabel 9. Tabulasi kebutuhan tenaga kerja ... 50

Tabel 10. Komposisi kimia tandan kosong sawit ... 57

Tabel 11. Karakteristik limbah cair industri minyak sawit merah ... 58

Tabel 12. Biaya investasi ... 61

Tabel 13. Struktur pendanaan industri minyak sawit merah ... 62

Tabel 14. Angsuran modal investasi tetap ... 62

Tabel 15. Angsuran modal kerja ... 62

Tabel 16. Penilaian kriteria industri ... 65

Tabel 17. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan bahan baku ... 66


(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Buah kelapa sawit ... 3

Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian ... 15

Gambar 3. Diagram alir analisis pasar dan pemasaran ... 16

Gambar 4. Diagram alir analisis aspek teknis dan teknologis ... 17

Gambar 5. Diagram alir analisis aspek manajemen dan organisasi ... 18

Gambar 6. Grafik analisis Break Event Point ... 21

Gambar 7. Diagram alir analisis valuasi dan komersialisasi teknologi ... 23

Gambar 8. Rata-rata konsumsi dunia terhadap minyak dan lemak ... 25

Gambar 8. Kemasan produk minyak sawit merah ... 28

Gambar 10. Sterilizer ... 33

Gambar 11. Threser ... 33

Gambar 12. Digester ... 34

Gambar 13. Screw Press ... 34

Gambar 14. Vibrating Screen ... 35

Gambar 15. Vacuum Dryer ... 35

Gambar 16. Oil Purifier ... 36

Gambar 17. Oil Tank ... 36

Gambar 18. Sludge Separator ... 37

Gambar 19. Boiler ... 37

Gambar 20. Refind and Deodorized machine ... 38

Gambar 21. Filter Press ... 38

Gambar 22. Neraca massa produksi CPO ... 39

Gambar 23. Neraca massa proses pemurnian ... 40

Gambar 24. Diagram alir proses produksi CPO ... 41

Gambar 25. Diagram alir proses pemurnian ... 42

Gambar 26. Bagan keterkaitan antar aktivitas ... 45

Gambar 27. Diagram keterkaitan antar aktivitas industri ... 47

Gambar 28. Layout pabrik minyak sawit merah ... 49

Gambar 29. Struktur organisasi perusahaan ... 51


(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Estimasi biaya investasi ... 77

Lampiran 2. Estimasi biaya investasi (lanjutan) ... 78

Lampiran 3. Modal kerja ... 79

Lampiran 4. Rincian biaya tetap ... 80

Lampiran 5. Rincian biaya variabel ... 81

Lampiran 6. Nilai sisa, penyusutan, dan biaya pemeliharaan ... 82

Lampiran 7. Nilai sisa, penyusutan, dan biaya pemeliharaan (lanjutan) ... 83

Lampiran 8. Nilai sisa, penyusutan, dan biaya pemeliharaan (lanjutan) ... 84

Lampiran 9. Biaya operasional ... 85

Lampiran 10. Biaya operasional (lanjutan) ... 86

Lampiran 11. Laporan laba-rugi ... 87

Lampiran 12. Laporan laba-rugi (lanjutan) ... 88

Lampiran 13. Rincian Cash flow ... 89

Lampiran 14. Rincian Cash flow (lanjutan) ... 90

Lampiran 15. Penerimaan minyak sawit merah ... 91

Lampiran 16. Penerimaan Pupuk ... 92

Lampiran 17. Penerimaan pakan ternak ... 93

Lampiran 18. Penerimaan Dry Nuts ... 94


(15)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-NYA, yang telah membukakan mata, hati dan pikiran serta memberikan ketabahan sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi ini hingga selesai.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc selaku dosen pembimbing akademis atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng selaku pembimbing kedua atas bimbingan dan kemudahan

yang diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Kedua orangtua Ayahanda Yudianto dan Ibunda Yusmiati, nenek tercinta serta adik-adiku tersayang Dwi Indriyani dan Tria Apriliani yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis. Semoga ini bisa menjadi persembahan terbaik.

5. Rachmat Teguh Arifianto dan keluarga yang telah memberikan bantuan, doa dan dukungan selama ini bagi penulis dalam menyusun skripsi.

6. Sahabat-sahabatku TIN 44 yang telah saling menyemangati dan membantu dalam menyelesaikan skripsi.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu

Semoga segala bantuan, dukungan, dan kasih saying yang telah diberikan selama ini menjadi amal ibadah dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Bogor, April 2013 Penulis


(16)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Produksi minyak sawit kasar (CPO/crude palm oil) Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2010 yaitu 16,07 juta ton pada tahun 2006, 17,42 juta ton pada tahun 2007, 19,40 juta ton pada tahun 2008, 21,00 juta ton pada tahun 2009 serta 22,10 juta ton pada tahun 2010 (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2010).

Nilai rata-rata konsumsi minyak dan lemak di dunia dari tahun 2007-2012 didominasi oleh minyak berbasis sawit yaitu sekitar 22,5%. Minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan minyak nabati yang lainnya. Salah satu keunggulannya adalah kandungan karotenoid sebagai provitamin A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu perkebunan di Indonesia yang mempunyai tanaman kelapa sawit dengan kadar karoten tinggi adalah PT Perkebunan Nusantara XIII yang terletak di Kalimantan Barat. Kandungan karoten dari varietas sawit yang dimiliki PTPN XIII berkisar antara 2000-4000 ppm.

Masalah kekurangan vitamin A masih menjadi masalah gizi yang serius di seluruh dunia termasuk Indonesia.Tingkat prevalensi kurang zat gizi mikro di Indonesia sebesar 50-60 persen, dengan 9 persen angka kematian anak dan 13 persen kematian ibu disebabkan karena kekurangan vitamin A. Bahkan, data tahun 2004 menunjukkan 10 juta anak balita di Indonesia kurang vitamin A (Mikail, 2011).

Upaya untuk menanggulangi kekurangan vitamin A telah dilakukan diantaranya adalah dengan fortifikasi minyak goreng bervitamin. Tetapi , vitamin A yang digunakan dalam fortifikasi diimpor dari luar negeri. Di Indonesia, proses pemurnian CPO yang dilakukan selama ini dalam pengolahan minyak goreng terjadi perusakan karotenoid terutama dalam proses bleaching. Dengan adanya kebijakan fortifikasi minyak goreng bervitamin, produsen harus menambahkan vitamin A sintetik ke dalam minyak goreng setelah penghilangan karoten selama proses pemurnian. Hal tersebut terkesan sebagai suatu pemborosan, oleh karena itu dilakukan pengembangan minyak sawit sebagai sumber karoten atau provitamin A dalam bentuk minyak sawit merah atau minyak makan merah (Red Palm Oil).

Minyak hasil pemurnian CPO dengan penyederhanaan proses dan kaya karotenoid dikenal dengan minyak sawit merah. Karotenoid yang paling umum dijumpai sebagai pigmen dan sumber vitamin A adalah betakaroten. Betakaroten memiliki fungsi antara lain untuk mencegah kebutaan dan sebagai antioksidan (Jatmika dan Guritno, 1997). Minyak sawit merah belum dikenal luas di Indonesia, padahal produk ini memiliki nilai kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain itu rendahnya tingkat kesehatan karena kurangnya konsumsi pangan yang mengandung vitamin A dan vitamin E merupakan alasan penting minyak sawit merah diproduksi.

Pengolahan minyak sawit merah dan produk turunannya perlu dilakukan dalam skala industri untuk memenuhi permintaan pasar. Teknologi pengolahan minyak sawit merah sudah dikuasai dengan baik sehingga untuk pengolahan minyak sawit merah dan produk turunannya pada skala industri perlu dilakukan kajian tekno ekonomi. Kajian ini dilakukan pada beberapa aspek pendirian industri yaitu aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen, lingkungan dan legalitas, finansial serta aspek valuasi dan komersialisasi teknologi.


(17)

2

1.2.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa tekno ekonomi pendirian industri minyak sawit merah meliputi aspek pasar pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan organisasi, aspek legalitas dan lingkungan, aspek finansial, serta aspek valuasi dan komersialisasi teknologi (bisnis model), Hasil studi yang diperoleh dapat menentukan layak tidaknya industri tersebut didirikan.

1.3.

Ruang Lingkup Penelitian

Studi penelitian ini meliputi aspek-aspek yang mempengaruhi pendirian industri minyak sawit merah karoten tinggi, dengan bahan baku minyak sawit. Ruang lingkup penelitian ini meliputi:

1. Analisa terhadap aspek pasar dan pemasaran, meliputi identifikasi potensi pasar, strategi pemasaran serta bauran pemasaran produk.

2. Analisa terhadap aspek teknik teknis teknologis, meliputi spesifikasi dan ketrsediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi serta informasi neraca massa, mesin dan peralatan yang digunakan, serta lokasi proyek dan tata letak industri.

3. Analisa terhadap aspek manajemen operasional, meliputi penentuan struktur organisasi, tenaga manajerial dan operasional yang mendukung keberhasilan usaha nantinya berserta deskripsi dan spesifikasi kerja masing-masing.

4. Analisa terhadap aspek lingkungan dan legalitas, meliputi pencana pengelolaan lingkungan yang dapat mendukung kelayakan industri tersebut dan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku (analisis dampak lingkungan akibat pendirian industri minyak sawit merah, peraturan pemerintah terkait pendirian industri serta perizinan yang harus dipenuhi).

5. Analisis terhadap aspek finansial yang meliputi perkiraan jumlah dana yang diperlukan serta perhitungan kelayakan investasi.

6. Analisis terhadap aspek valuasi dan komersialisasi teknologi meliputi penentuan visi dan misi perusahaan serta pemenuhan kebutuhan pelanggan.


(18)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk family Palmae. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dengan kisaran suhu 22-23 ºC. Masa berbuah tanaman ini setelah berumur 2,5 tahun dan pemanenan didasarkan pada saat kadar minya mesokarp mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum , yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan dengan ciri-ciri buah yang lepas atau jatuh sekurang-kurangnya 5-10 buah per tandan (Hartley, 1997). Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae

Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae

Genus: Elaeisguineensis Jacq

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada suhu udara 27°C dengan suhu maksimum 33°C dan suhu minimum 22°C sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan utnuk perumbuhan adalah 1250-3000 mm yang merata sepanjang tahun. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-400 m diatas permukaan laut (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006). Secara anatomi, bagian buah kelapa sawit terdiri atas perikap dan biji. Perikarp tersusun oleh epicarp dan mesocarp, epicarp merupakan kulit buah yang licin dan keras, sedangkan mesocarp adalah daging buah yang berserabut dan mengandug minyak dengan rendemen tertinggi. Biji tersusun oleh endocarp, endosperm dan lembaga embrio. Endokarp adalah tempurung kulit biji yang berwarna hitam dan keras, sedangkan endosperm adalah daging biji yang berwarna putih dan dari bagian inti dihasilkan minyak inti sawit. Bentuk buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah kelapa sawit Sumber : google.co.id (Buah kelapa sawit)

Menurut Ketaren (2005),varietas kelapa sawit dibedakan berdasarkan warna kulit buah dan bentuk buah. Pembagian varietas berdasarkan warna kulit buah setelah masak yaitu varietas

Nigrescens berwarna merah kehitaman, varietas Verescens berwarna merah terang dan varietas

Albecens berwarna hitam. Sedangkan berdasarkan bentuk buahnya varietas kelapa sawit terdiri dari varietas Dura yang mempunyai bentuk buah tidak teratur dan tempurung tebal, varietas Delidura yang mempunyai penampang bulat dan tempurung tebal, penampang bulat dan tempurung tipis, serta varietas Pisifera yang mempunyai penampang bulat dan inti kecil. Sedangkan menurut Muchtadi


(19)

4 (1992) kelapa sawit terdiri dari varietas yang dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit buahnya, yaitu tipe Macrocarya, Dura, Tenera dan Pisifera. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Beda tebal tempurung dari berbagai tipe kelapa sawit

Tipe Tebal Tempurung (mm)

Macrocarya Dura Tenera Pisifera

Tebal sekali : 5 Tebal : 2-8 Sedang : 0,5-4 Tipis

Sumber : Muchtadi (1992)

Panen kelapa sawit dilakukan pada saat kadar minyak mesokarp dan kandungan asam lemak bebas minimum. Pembentukan minyak mulai terjadi pada buah berumur 10 minggu dan akan maksimum pada saat buah berumur 16 minggu. Kadar lemak akan menurun sampai umur 20 minggu. Jadi, sebaiknya panen dilakukan pada saat buah berumur 15-16 minggu karena kadar lemak maksimum dan tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas (Muchtadi, 1992). Kriteria kematangan dapat dilihat dari warna kulit buah yang rontok dari setiap tandan. Kenaikan jumlah buah yang rontok 5-74% menunjukan kenaikan kandungan minyak pada mesocarp sebesar 5% dan kadar asam lemak bebas meningkat 0.5% menjadi 2.9% (Ketaren, 2005).

2.2.

Pengolahan Buah Sawit Menjadi Crude Palm Oil (CPO)

Pengolahan buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit kasar (CPO) dimulai dari penanganan bahan baku atau tandan buah segar (TBS) pada saat panen hingga sampai di industri. Setelah tiba di industri, TBS selanjutnya memasuki tahapan pengolahan TBS hingga menjadi CPO, yang diawali dengan sterilisasi, perontokan, pelumatan, pengempaan, penyaringan dan klarifikasi.

2.2.1. Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan steam melalui pipa yang disalurkan kedalam ketel rebusan. Proses perebusan berlangsung pada suhu 14γ ◦C selama 60 menit dengan tekanan β94 kPa (Basiron, 2005). Sterilisasi bertujuan untuk mempermudah pelepasan buah dari tandan, melunakan buah sehingga mempermudah dalam proses penghancuran, menginaktivasi enzim lipase dan oksidase yang dapat merangsang pembentukan asam lemak bebas, menurunkan kadar air di dalam jaringan buah, memudahkan pemisahan tempurung dengan inti, menguraikan pectin dan polisakarida sehingga menjadi buah lunak (Wibowo, 2008).

2.2.2. Perontokan

Proses perontokan memiliki tujuan untuk memisahkan tandan dengan buah. Proses ini terjadi akibat perputaran mesin perontok. Mesin perontok berbentuk drum horizontal panjang. Diameter dan panjang mesin perontok buah adalah 1.8-2 m dan 3-5 m, dan berputar dengan kecepatan putaran sekitar 20-25 rpm (Basiron, 2005). Proses pemisahan TBS yang telah disterilisasi menjadi brondolan dan tandan kosong dengan sistem diputar dan dibanting. Buah yang telah lepas kemudian masuk ke digester feed conveyor, sedangkan tandan kosong akan terlempar dan terbawa oleh conveyor menuju insenerator (Wibowo, 2008).


(20)

5

2.2.3. Pelumatan

Proses pelumatan buah sawit dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut digester. Proses yang terjadi adalah penghancuran, peremasan dan pemanasan buah sehingga buah akan hancur. Proses ini bertujuan untuk membuka jaringan buah dan sel-sel yang mengandung minyak serta melepaskan dinding buah dari biji sehingga pengempaan menjadi lebih mudah (Amri, 1999). Proses pelumatan dilakukan pada suhu 95-100 ◦C selama kurang lebih β0 menit. Sumber panas dapat berasal dari steam jacket atau injeksi steam secara langsung (Basiron, 2005).

2.2.4. Pengempaan

Proses pengempaan dilakukan dengan menekan lumatan buah yang telah keluar dari digester, dalam tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar sehingga minyak akan keluar lewat lubang-lubang tabung. Alat yang digunakan dalam proses pengempaan adalah screw press (Wibowo, 2008). Di dalam screw press selain diputar juga ditekan dengan menggunakan tekanan hidrolik sehingga cake akan betul-betul bebas dari minyak. Tekanan yang digunakan harus tepat karena apabila kurang menyebabkan oil loss tinggi dan apabila tekanan besar akan menyebabkan biji pecah (Amri, 1999).

Terdapat dua produk yang dihasikan dalam proses pengempaan yaitu (1) campuran minyak, air dan padatan (sludge), dan (2) press cake yang terdiri dari serat dan biji (Basiron, 2005). Minyak hasil pengempaan ditampung dalam talang minyak kasar (crude oil gutter), selanjutnya disalurkan ke dalam sand trap tank untuk proses penyaringan dan klarifikasi. Biji dan serabut diangkut oleh cake breaker coveyor menuju nut/fiber separator (unit pengolahan biji) (siregal, 2002 ; Basiron, 2005).

2.2.5. Penyaringan dan klarifikasi

Campuran minyak kasar (sludge) hasil dari pengempaan memiliki komposisi sebagai berikut 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan non minyak (Basiron, 2005). Klarifikasi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu pemisahan kotoran berupa serabut dan lumpur, pemisahan minyak dengan air, pengambilan minyak yang terdapat pada lumpur serta pembersihan. Pemisahan kotoran yang berupa serabut dilakukan dengan saringan getar (vibrating screen), pemisahan kotoran yang berupa lumpur dilakukan dengan decanter, pemisahan minyak dengan air terjadi pada tangki pengendapan, sedangkan pembersihan minyak dilakukan pada alat pembersih minyak (oil purifier). Minyak hasil pengempaan ditampung pada tangki perangkap pasir (sand trap tank), tangki tersebut digunakan untuk memisahkan pasir dari minyak. Pemisahan pasir terjadi akibat perbedaan berat jenis antara pasir, minyak dan air dengan pemberian uap panas ke dalam tangki perangkap pasir. Minyak selanjutnya dialirkan ke dalam saringan getar yang bertujuan untuk memisahkan benda-benda padat dalam minyak, saringan getar merupakan kawat saringan berukuran 40 mesh. Minyak yang telah disaring dialirkan ke dalam decanter, pada alat ini terjadi proses pemisahan kotoran berupa lumpur dengan cara sentrifugasi 1500 rpm, pada proses tersebut digunakan air panas sebagai pengencer (Wibowo 2008: Basiron 2005).

Lumpur yang mungkin masih terdapat pada minyak selanjutnya dipisahkan berdasar bobot jenis. Air yang terkandung dalam minyak dihilangkan dengan alat pengering hampa (vacuum dryer)

agar minyak tidak mudah terhidrolisis. Minyak yang diperoleh berupa minyak sawit kasar (CPO) yang selanjutnya ditimbang dan disimpan dalan tangki penampungan (storage tank). minyak yang disimpan dalam tangki penampungan memiliki kadar air 0,1-0,12 % dan pengotor kurang dari 0,02 %. Lumpur yang masih mengandung minyak (sekitar 10%) dari angki pengendapan dialirkan ke dalam tangki lumpur (sludge tank). cairan lumpur hasil klarifikasi yang masih mengandung minyak tersebut ditampung sementara dalam bak penampungan untuk di daur ulang (Basiron, 2005). Standar kualitas


(21)

6 minyak sawit kasar (CPO) menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Ooi, et al (1996) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar kualitas minyak sawit kasar (CPO) menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Ooi, et al (1996)

Karakteristik Persyaratan mutu

Warna Jingga kemerahana)

Kadar air Maksimal 0,5%a)

Asam lemak Bebas Maksimal 5a)

Kadar -karoten 500-700 ppmb)

Kadar Tokoferol 700-1000 ppmc)

a) SNI 01-2901-2006; b) Ooi et al. 1996; c) Chow 2001.

2.3.

Minyak Sawit Merah

Industri minyak goreng di Indonesia dalam proses produksinya meliputi tahapan proses pemurnian. Proses pemurnian yang sering diterapkan adalah pemurnian secara fisik, yang terdiri dari penghilangan gum (degumming), penghilangan pigmen atau pemucatan (bleaching), penghilangan bau (deodorizing) dan pemisahan fraksi padat dan fraksi cair (fraksination). Fraksi cair atau RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized, Palm Olein) ini disebut minyak goreng (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Minyak sawit merah secara alami mengandung tokoferol, tokotrienol dan karotenoid yang memberikan warna merah pada minyak. Pengembangan pengolahan minyak sawit merah dilatarbelakangi oleh keprihatinan akan proses pemucatan (bleaching) pada pembuatan minyak goreng sawit yang menghancurkan karotenoid untuk mendapatkan warna kekuningan pada minyak sawit. Menurut Naibaho (1990), minyak sawit merah mengandung karoten sebesar 600-1000 ppm. Karotenoid yang terdapat dalam minyak sawit merah terdiri dari α-karoten lebih kurang γ6,β%, -karoten lebih kurang 54,4%, -karoten lebih kurang 3,3%, likopen lebih kurang 3,8%, dan santofil lebih kurang 2,2%. Karakteristik minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Minyak Sawit Merah

Parameter Jumlah

Kadar air (%) 0,02

Kadar asam lemak bebas (%) 0,14

Total Karotenoid (ppm) 382,60

Bilangan peroksida (meq/kg) 3,94

Asmaranala (2010).

2.4.

Karotenoid

Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak (Winarno, 1991). Pigmen ini banyak ditemukan pada minyak sayur, misalnya minyak kedelai, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, dan minyak sawit kasar. Kata karotenoid diturunkan dari komponen utama penyusunnya, yaitu -karoten, pigmen oranye yang diisolasi pertama kali dari wortel oleh Wackenroder pada tahun 1831 (Gross, 1991).

Struktur dasar karoten terdiri dari ikatan hidrokarbon tidak jenuh terbentuk dari 40 atom C dan memiliki 2 buah gugus cincin. Perbedaan struktur antara berbagai karotenoid terletak pada letak


(22)

7 dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai provitamin A (Klaui dan Bauernfiend 1981).

Berdasarkan unsur penyusunnya, karotenoid terdiri dari dua golongan yaitu karoten dan xantofil. Karoten tersusun oleh unsur-unsur C dan H yang terdiri dari α-, -, -, karoten, sedangkan xantofil tersusun oleh unsur-unsur C, H, O yang terdiri dari kriptoxantin, kaptaxantin, dan zeaxantin. Berdasarkan fungsinya, karoten dapat dibagi menjaadi dua kelompok, yaitu yang bersifat nutrisi aktif seperti -karoten, dan nutrisi non aktif seperti fucoxantin, neoxantin, dan violaxantin (Gross, 1991).

Karotenoid termasuk senyawa lipid yang dapat larut dalam senyawa lipid lainnya, sehingga disebut lipofilik, dan pelarut lemak seperti aseton, alcohol, dietil ester, dan kloroform. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti ester dan heksan, sedangkan xantofil larut sempurna di pelarut polar seperti alcohol. Karotenoid juga disebut hidrofobik karena tidak dapat larut air. Karotenoid ini tidak tersabunkan dan umumnya terbentuk padat pada suhu ruang (Gross, 1991).

Total karotenoid biasanya diukur dengan menggunakan metode UV- Vis spektrofotometri sebagai -karoten dimana absorbansi meksimum terjadi pada panjang gelombang 446 nm dan menggunakan pelarut heksan (Choo 1994). Hal ini sesuai dengan Fennema (1996) bahwa deteksi panjang gelombang karoten diperkirakan antara 430-480 nm.

Adanya ikatan ganda pada karotenoid menyebabkan karotenoid peka terhadap cahaya, oksigen, panas dan degradasi asam. Selama pengolahan pangan, bentuk trans pada karotenoid yang terdapat dalam bahan pangan tersebut dapat mengalami isomerasi menjadi bentuk cis karoten yang menyebabkan turunnya aktivitas provitamin A, karena aktivitas dari cis karotenoid lebh rendah dari bentuk trans karotenoid (Klaui dab Bauernfiend 1981). Hal ini didukung oleh Iwasaki dan Murakoshi (1992) yang menyatakan bahwa bentuk trans dari karoten memiliki derajat aktifitas vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan bentuk cis.

Faktor utama yang mempengaruhi karoten selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara dan perubahan struktur oleh panas karena kaotenoid memiliki ikatan ganda. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas peroksida dan bahan pengoksida lainnya. Panas akan mendekomposisi karoten dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60 ◦C tidak mengakibatkan dekomposisi karoten tetapi dapat terjadi perubahan stereoisomer. Karoten akan menurun secara drastic pada suhu sekitar 180-β19◦C (Klaui dab Bauernfiend 1981).

Karotenoid sebagai salah satu komponen mikro di dalam minyak sawit mempunyai beberapa sifat nutrisi atau fungsi biokimiawi yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Karotenoid, terutama -karoten telah lama diketahui mempunyai aktivitas provitamin A sebagai precursor vitamin A pada hewan. Hampir semua hewan mempunyai enzim untuk mengubah karotenoid menjadi vitamin A (Gross 1991).

Olson 1991 mengatakan bahwa lebih dari 400 jenis karotenoid yang terdapat di alam, tetapi hanya 30 diantaranya yang mempunyai aktivitas biologis senagai provitamin A. menurut Linder (1991), -karotene merupakan komponen karotenoid yang mempunyai aktivitas provitamin A terbesar. Hal ini disebabkan karena pada struktur -karoten terdapat dua cincin -ionone atau struktur retinoid.

Β-karoten merupakan sumber utama provitamin A yang memiliki fungsi fisiologis vitamin A, antara lain berperan vital dalam diferensiasi dari sel-sel epitel, membantu proses pertumbuhan normal, reproduksi, dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Selain itu, vitamin A juga dibutuhkan dalam sintetis membrane lisosom dan mitokondria yang berfungsi mengatur permeabilitas membrane untuk menjaga kondisi biologis kulit dan mukosa (Combs 1992)

Vitamin A memiliki fungsi utama dalam penglihatan normal. Peranan vitamin A (retinol) sangat penting karena daya penglihatan sangat tergantung oleh adanya rodopsin dan iodopsin,


(23)

8 fotopigmen pada retina mata yang mengandung retinol yang berfungsi sebagai fotoreseptor. Vitamin A juga dapat menanggulangi kebutaan akibat xerropthalmia, yaitu penyakit akibat defisiensi vitamin A dimana kelenjar air mata diblok sehingga membrane pada mata bagian depan menjadi kering dan meradang. Defisiensi yang kuat dapat berakibat pemborokan pada kornea mata yang menyebabkan kebutaan (Winarno, 1991).

Kebutuhan tubuh akan vitamin A untuk orang dewasa adalah sekitar 5.000 UI per hari, wanita hamil perlu mendapat tambahan sekitar 1000 UI dan 3000 UI untuk wanita menyususi. Anak-anak membutuhkan sekitar 200-4000 UI per hari (Muchtadi, 1996).

Sifat karotenoid yang peka terhadap oksidasi karena adanya ikatan rangkap membuat karotenoid menjadi antioksidan alami yang kekuatannya hamper menyamai vitamin C dan tokoferol. Menurut Choo (1994), tiga mikronutrien -karoten, vitamin E dan vitamin C mempunyai aktivitas untuk melawan kerusakan radikal bebas yang dipercaya sebagai penyebab beberapa penyekit degeratif seperti arteroskelorosis, arthritis, dan kanker.

Karotenoid dapat berperan sebagai antioksidan yaitu melindungi sel dan jaringan dari kerusakan akibat pengaruh oksidasi dari radikal bebas (Gross, 1991). -karoten memiliki aktivitas antiokasidan yang dapat mencegah penyakit kanker, penyakit jantung koroner, serta mengganti sel-sel yang rusak (Iwasaki dan Murakoshi, 1992).

2.5.

Proses Pemurnian Minyak

2.5.1. Degumming

Tahap awal proses pemurnian minyak adalah pengendapan dan pemisahan gum atau disebut degumming yang bertujuan utuk menghilangkan partikel-partikel halus yang tersuspensi atau berbentuk koloidal. Partikel-partikel tersebut berbentuk seperti getah atau lender-lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin. Dalam proses degumming ini tidak ada pengurangan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak (Ketaren 2008).

Proses dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian dilakukan proses sentrifusi. Caranya yaitu dengan mengalirkan uap air panas dalam minyak disusul pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lender terpisah dari air.

2.5.2. Netralisasi

Netralisasi dengan alkali bertujuan memisahkan senyawa-senyawa terlarut seperti fosfatida, asam lemak bebas, dan hidrokarbon. Pada dasarnya netralisasi ini merupakan proses memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun. Untuk lemak dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi, netralisasi dilakukan dengan menggunakan uap panas dalam keadaan vakum dilajutkan dengan penambahan alkali (Winarno 2008).

2.5.3. Pemucatan

Pemucatan bertujuan untuk menghilangkan zat-zat warna dalam minyak dengan penambahan adsorbing agent seperti arang aktif, tanah liat (bleaching clay), atau dengan reaksi-reaksi kimia. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan (Ketaren 2008). Setelah penyerapan warna, lemak disaring dalam keadaan vakum.


(24)

9

2.5.4. Deodorisasi

Tujuan dari tahap ini adalah menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip dari proses deodorisasi ini yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses ini dilakukan dalam botol vakum kemudian dipanaskan dengan mengalirkan uap panas yang akan membawa senyawa volatile. Lemak yang telah dideodorisasi harus segera didinginkan untuk mencegah kontak dengan O2 (Winarno 2008).

2.5.5. Fraksinasi

Proses ini dilakukan untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi padat disusun oleh asam-asam lemak jenuh, sedangkan fase cair disusun oleh asam-asam lemak tak jenuh. Fraksinasi dilakukan dengan cara pendinginan (chilling) dan pemisahan fraksi padat dan fraksi cair dilakukan melalui penyaringan.

2.6.

Analisa Tekno ekonomi

Analisis tekno ekonomi adalah analisis yang berkaitan dengan pembangunan proyek yang mencakup beberapa analisis dengan kriteria – kriteria tertentu, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, dan aspek finansial. Analisa tekno ekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik dimana indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisa tersebut akan menentukan kelayakan suatu investasi (Newnan, 1990). Sedangkan menurut Wright (1987), analisa tekno ekonomi menyediakan suatu dasar kuantitatif dalam unit moneter untuk pengambilan suatu keputusan dalam masalah teknik. Perhatian ditekankan pada aspek teknik maupun ekonomi terhadap suatu permasalahan secara lengkap.

Gray et al (1992) menambahkan bahwa kelayakan suatu investasi diperlukan untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek. Penjabaran secara lebih rinci dari kriteria-kriteria untuk analisis tekno ekonomi adalah sebagai berikut:

2.6.1. Aspek Pasar dan Pemasaran

Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan. Selain itu, analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang potensi pasar bagi produk yang tersedia untuk masa yang akan datang, pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan menentukan jenis strategi pemasaran yang digunakan guna mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Studi pasar dan pemasaran merupaan hal yang sangat penting pada setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru , pengetahuan dan analisis pasar bersifat menetukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil analisis pasar (Simarmata, 1992).

Kegunaan dari analisis pasar adalah untuk menentukan besar, sifat, dan pertumbuhan permintaan total akan produk yang bersangkutan, deskripsi tentang produk dan harga jual, situasi pasar dan adanya persaingan, berbagai faktor yang ada pengaruhnya terhadap pemasaran produk, dan program pemasaran yang sesuai untuk produk (Edris, 1993). Adapun dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran perlu diperhatikan beberapa hal yaitu bagaimana produk tersebut dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini, berapa permintaan produk di masa lampau dan sekarang, bagaimana komposisi permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan , bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa mendatang serta berapa persen dari permintaan dapat diambil, dan bagaimana kemungkinan adanya persaingan (Sutojo, 1996).


(25)

10

2.6.2. Aspek Teknis Teknologis

Analisis aspek teknis merupakan hal yang sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan aktivitas – aktivitas teknis dan operasional proyek secara langsung. Analisis teknis berhubungan dengan input proyek berupa barang dan jasa dan menguji hubungan – hubungan teknis yang memungkinkan dalam suatu proyek yang diusulkan serta mengidentifikasi perbedaan – perbedaan yang terdapat dalam informasi selama perencanaan dan tahap pelaksanaan.

Aspek teknis teknologis adalah salah satu aspek penting dalam proyek dan berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut dibangun. Berdasarkan analisa ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi (Husnan dan Suwarso, 2000).

Analisis teknis secara spesifik mencakup analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, kapasitas produksi, perancangan aliran bahan, analisis keterkaitan antar aktifitas, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, penentuan luas industri, dan perancangan tata letak industri (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Penentuan lokasi proyek harus memperhatikan faktor-faktor antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik, air, sikap masyarakat, serta rencana pengembangan industri ke depan (Sutojo,1996). Umar (2001) menambahkan hal lain yang perlu diperhatikan yaitu letak konsumen potensial atau pasar sasaran, letak bahan baku, dan peraturan pemerintah.

Menurut Sutojo (1996), kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi yaitu perkiraan jumlah penjualan produk dimasa mendatang atau kemungkinan pasar yang akan diraih, kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu dan tenaga kerja, serta tersedianya mesin dan peralatan di pasar sesuai teknologi yang diterapkan.

Tata letak industri merupakan alat efektif untuk menekan biaya produksi dengan cara menghilangkan atau mengurangi sebesar mungkin semua aktifitas yang tidak produktif (Machfud dan Agung, 1990). Ciri-ciri tata letak yang baik diantaranya adalah keterkaitan kegiatan yang terencana, pola aliran yang terencana, aliran bahan yang lurus, pemindahan bahan antar operasi minimum, metode pemindahan yang terencana, jarak pemindahan yang minimum, tata letak yang dapat disesuaikan dengan perubahan, penempatan yang tepat untuk fasilitas pelayanan produksi dan pemindahan ulang bahan minimum (Apple, 1990).

2.6.3. Aspek Manajemen Operasional

Manajemen operasional merupakansuatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan. Tugas manajemen operasional adalah untuk mendukung manajemen dalam rangka pengambilan keputusan masalah – masalah operasi atau produksi (Umar, 2001). Aspek manajemen dan organisasi dapat diolongkan menjadi dua yaitu:

a. Manajemen proyek, yaitu pengelolaan kegiatan yang terkait dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil proyek berbentuk fisik.

b. Manajemen operasi, yaitu menangani kegiatan operasi dan produksi fasilitas hasil proyek (Soeharto, 2000).

Aspek manajemen dan organisasi dapat dikelompokan menjadi manajemen proyek, yaitu pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil proyek berbentuk fisik, manajemen operasi dan produksi fasilitas hasil proyek. Lingkup manajemen organisasi meliputi pengelolaan kegiatan yang langsung berhubungan dengan kegiatan memproduksi barang atau memberikan pelayanan. Mulai dari usaha mendapatkan sumber daya, mengkonversi


(26)

11 masukan menjadi produk atau pelayanan yang diinginkan. Masukan tersebut dapat terdiri dari bahan mentah, tenaga kerja, material, energi, dan waktu.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), manajemen dalam operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi dan tenaga lain. Analisis aspek ini dimaksudkan untuk memeperoleh gambaran mengenai struktur organisasi dari perusahaan. Dari gambaran tersebut dapat diketahui tenaga manajemen apa dan berapa yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil (Sutojo, 1991).

Aspek yuridis juga perlu dikaji dalam manajemen operasional. Aspek yuridis atau legalitas berguna untuk kelangsungan hidup proyek dalam rangka menyakinkan kreditur dan investor bahwa proyek akan dibuat sesuai dengan peraturan yang berlaku (Umar, 2001).

2.6.4. Aspek legalitas dan lingkungan 2.6.4.1. Aspek legalitas

Pada kajian aspek legalitas dimaksudkan untuk menyakini apakah secara legalitas rencana industri dapat dinyatakan layak atau tidak. Jika suatu rencana industri yang tidak layak tetap direalisasikan, bismis beresiko besar akan dihentikan oleh pihak berwajib atau protes masyarakat. Pada aspek ini akan dikaji tentang siapa pelaksana dan industri apa yang akan dilaksanakan, bagaimana industri itu dijalankan dan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (umar, 2001).

Aspek legalitas merupakan salah satu aspek penting dalam pendirian sebuah industri karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah laku kegiatan usaha yang bersangkutan. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalkan kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha adalah izin-izin yang harus dimiliki karena izin usaha merupakan syarat legalitas usaha (Ariyoto, 1990).

2.6.4.2. Aspek lingkungan

Kajian aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dilihat dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan AMDAL dan kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan (umar,2001)

Menurut UNIDO (1978) , pembuangan limbah dapat merupakan faktor kritis. Pada umumnya industri menghasilkan limbah atau emisi yang secara nyata mempunyai dampak lingkungan. Emisi tersebut dapat berbentuk gas, fisik, dan cairan. Emisi gas dapat dikurangi produksinya sampai pada batas konsentrasi yang aman, sedangkan emisi fisik yang meliputi kebisingan, panas, dan getaran dapat dikurangi dengan meminimalisasi penggunaan peralatan yang dapat menimbulkan dampak tersebut. Untuk limbah cair dan padat perlu penanganan khusus.

2.6.5 Aspek Finansial

Analisis finansial dilakukan setelah sebelumnya dilakukan evaluasi aspek lain dalam rencana proyek selesai dilaksanakan. Menurut Umar (2001) menambahkan bahwa masalah yang dikaji dalam aspek finansial dan ekonomi adalah masalah keuntungan proyek.

Analisis aspek finansial dimaksudkan untuk memperkirakan jumlah dana yang dibutuhkan untuk membangun dan mengoperasikan proyek, baik untuk pengadaan harta tetap maupun kebutuhan dana modal kerja awal. Selain itu pada evaluasi aspek finansial juga dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana modal yang digunakan. Proyek dikatakan sehat dari segi keuangan apabila dapat


(27)

12 memberikan keuntungan yang layak bagi perusahaan dan pemiliknya serta mampu memenuhi kewajiban finansialnya (Sutojo, 1996).

Pada analisis finansial dihitung jumlah modal tetap (investasi) dan dana modal kerja. Dana modal tetap digunakan antara lain meliputi pembiayaan kegiatan pra-investasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek dan pengadaan dana modal tetap itu sendiri (Sutojo, 1996).

Dana modal kerja dibutuhkan untuk operasional proyek setelah selesai dibangun. Modal kerja meliputi biaya produksi (pengadaan bahan baku, bahan pembantu, biaya tenaga kerja, dan

overhead industri), biaya administrasi (gaji dan alat tulis kantor), biaya pemasaran, penyusutan, dan angsuran bunga (De Garmo et al., 1984).

Menurut Gray et al. (1993), kelayakan suatu usaha produksi sangat penting untuk dilihat aga keefektifan suatu proyek dapat direncanakan dan dianalisis. Untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kelayakan investasi. Ada tiga macam kriteria investasi yang umum digunakan dan dipertanggung jawabkan, yaitu :

1. Net Present Value (nilai bersih sekarang) atau NPV merupakan selisih present value arus manfaat dan biaya dihitung berdarsarkan discount rate.

2. Internal Rate Return (tingkat hasil internal) atau IRR merupakan discount rate yang menjadi NPV suatu proyek = 0.

3. Net Benefit Cost (rasio manfaat biaya netto) atau Net B/C ratio merupakan angka perbandingan arus benefit bersih positif terhadap benefit bersih negatif.

Ketiga kriteria investasi yang disebutkan di atas merupakan nilai waktu dan uang. Suatu proyek dikatakan layak untuk dikembangkan jika dalam perhitungan diperoleh NPV > 0, IRR > discount rate, Net B/C ≥ 1.

2.6.6 Aspek Valuasi dan Komersialisasi Teknologi

Valuasi merupakan suatu aktivitas yang berusaha untuk mencapai tujuan dengan cara melakukan prediksi atau hasil yang akan didapat (Turner, 2000). Valuasi bermanfaat dalam melakukan analisis pendahuluan (portofolio), pendanaan, pengembangan bisnis, dan gabungan serta kegiatan akuisisi. Valuasi akan menjadi tidak akurat apabila hasil valuasi tidak mewakili dari waktu yang diperlukan dan jumlah uang yang telah diinvestasikan untuk menghasilkan suatu teknologi. Semakin sulit untuk ditiru, maka akan semakin baik posisinya dalam memperoleh keuntungan.

Menurut Goenadi (2000), komersialisasi merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan pemasaran sebuah produk atau pengembangan sebuah proses dan penerapan proses ini dalam kegiatan produksi. Kegiatan ini merupakan rangkaian yang cukup kompleks dengan melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya.


(28)

13

III.

METODOLOGI

3.1.

Kerangka Pemikiran

Minyak sawit merah merupakan pengembangan proses pengolahan minyak sawit dengan penyederhanaan proses dan kaya akan karoten. Sisi lain pengembangan proses pengolahan minyak sawit merah disebabkan oleh keprihatinan proses pemucatan (bleaching) pada minyak goreng sawit yang menghancurkan karotenoid serta masalah devisiensi vitamin A yang terjadi di Negara berkembang seperti Indonesia.

Keunggulan dari minyak sawit merah adalah kandungan karoten yang tinggi sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber vitamin A. Minyak sawit merah diharapkan mampu menanggulangi masalah devisiensi vitamin A. Hal ini merupakan peluang untuk memproduksi minyak sawit merah pada skala industri.

Pendirian industri ini dimulai dengan mengetahui dan memahami faktor-faktor dan parameter yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendirian industri minyak sawit merah. Langkah selanjutnya adalah dengan menganalisis dan meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang setelah kegiatan industri dilaksanakan.

Dalam rangka meminimumkan resiko kegagalan dalam pengambilan keputusan pendirian industri minyak sawit merah, analisis tekno ekonomi industri tersebut dilakukan. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pendirian industri minyak sawit merah adalah aspek pasar dan pemasaran, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen, analisis lingkungan dan legalitas, serta analisis finansial. Teknik yang dilakukan dalam analisis tekno ekonomi industri minyak sawit merah adalah dengan melakukan studi pustaka sekaligus mempelajari deskripsi produk dan industri minyak sawit merah. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dan informasi. Setelah data dan informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi, kemudian dilakukan tabulasi data dan analisis pada setiap aspek. Data dan informasi yang sudah dianalisis disusun dalam bentuk laporan lengkap. Alir kerangka pemikiran sebagai langkah-langkah penelitian disajikan pada Gambar 2.


(29)

14 Tabulasi Data

Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk dan industri Pengumpulan data (primer dan sekunder)

Mulai

Data cukup

Survey lapang

Analisis lingkungan dan legalitas

(Analisis dampak industri terhdap lingkungan, Peraturan pemerintah)

Analisis teknis teknologis  Spesifikasi bahan baku  Ketersediaan bahan baku

 Penentuan kapasitas produksi, lokasi serta perencanaan tata letak

 Pemilihan teknologi proses dan mesin serta peralatan  Neraca massa

Analisis manajemen

(Struktur organisasi, Deskripsi serta spesifikasi kerja, Kebutuhan tenaga kerja)

Analisis pasar dan pemasaran

(Identifikasi potensi pasar, Segmentasi, targeting, positioning, bauran pemasaran )

A

Tidak


(30)

15 Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian

3.2.

Tata Laksana

Tahapan yang dilakukan pada analisis tekno ekonomi adalah melakukan analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perancangan industri minyak sawit merah tersebut yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen dan organisasi, aspek legalitas dan lingkungan, serta aspek finansial. Pelaksanaan studi kelayakan ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data.

3.2.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yaitu kajian tekno ekonomi industri minyak sawit merah karotene tinggi. Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pemecahan masalah pengambilan keputusan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan survey lapangan. Data sekunder diperoleh dari laporan, artikel, jurnal, data statistic dari instansi pemerintahan, swasta, balai penelitian dan sebagainya.

3.2.2 Pengolahan Data

Analisis dilakukan meliputi analisis pasar dan pemasaran, teknik dan teknologis, manajemen dan organisasi, lingkungan dan legalitas, serta finansial. Analisis data dilakukan dengan dua metode pendekatan, yaitu analisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Analisis finansial  Penentuan asumsi

 Sumber dana dan struktur pembiayaan  Biaya investasi

 Proyek laba rugi  Proyeksi arus kas

 PBP, IRR, NPV, B/C ratio, BEP,Analisis sensitivitas

A

Selesai Menyusun laporan Analisis valuasi dan komersialisasi teknologi

 Visi dan Misi  Value Proposition  Business Model


(31)

16

3.2.2.1 Analisis Pasar dan Pemasaran

Aspek-aspek yang dikaji pada analisis pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar tersebut. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh.

Setelah diketahui potensi pasar yang dapat diraih, maka diperlukan strategi pemasaran, diantaranya adalah segmentasi (segmenting), penentuan target (targeting), dan penentuan posisi di pasar (positioning), serta bauran pemasaran (marketing mix). Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Analisis Pasar dan Pemasaran Minyak Sawit Merah Karoten Tinggi

3.2.2.2 Analisis Teknis Teknologis

Analisis teknis dan teknologis meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan kapsitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa dan energi, dan perencanaan tata letak, kebutuhan luas ruangan produksi dari industri tersebut. Aliran proses analisis aspek teknis teknologis dapat dilihat pada Gambar 4.

Mulai

Pencarian data

Analisis potensi pasar

Penentuan strategi pembentukan dan pengembangan pasar

Penentuan strategi bauran pemasaran

Selesai Data cukup?

Ya Tidak

referensi, pustaka


(32)

17 Gambar 4. Diagram Alir Proses Analisis Aspek Teknis dan Teknologis Industri Minyak Sawit Merah

Karoten Tinggi

Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan pasar, bahan baku dan kemampuan investasi. Ketiga komponen tersebut dianalisis ssehingga didapatkan kapasitas produksi industri minyak sawit merah karoten tinggi ini.

Pemilihan jenis teknologi dan proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing komponen bahan pada setiap proses. Neraca energi disusun untuk melihat kesetimbangan energi di setiap proses dan keseluruhan proses serta menghitung jumlah energi yang dibutuhkan pada setiap proses dan keseluruhan proses.

Penentuan tata letak industri dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antaraktivitas, kemudian menentuka kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antaraktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut.

 A (Absolutelly Necessary) menunjukan bahwa letak antara dua aktivitas saling berdekatan dan bersebelahan.

 E (Especially Important) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan.  I (Important) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan.

 O (Ordinary) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus berdekatan.

 U (Unimportant) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan bebas.dan tidak saling mengait

Mulai

Pencarian data bahan baku Penentuan lokasi pabrik

Penyusunan neraca massa dan energi

Penentuan kapasitas produksi

Pemilihan teknologi proses, mesin, dan peralatan

Selesai Referensi, pustaka

Mengacu pada ketersediaan bahan baku, kapasitas alat dan

pasar

Referensi, pustaka

Penyusunan tata letak pabrik dan kebutuhan luas ruang produksi


(33)

18  X (Undesirable) menunjukan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan dan

tidak boleh saling berdekatan.

Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antaraktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kenudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan serupa, perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada bagan keterkaitan antaraktivitas, alasan-aalasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antaraktivitas.

Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruangan produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melakukan operasi (Machfud dan Agung, 1990).

3.2.2.3 Analisis Manajemen dan Organisasi

Kajian terhadap manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk perusahaan dan struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja, dan deskripsi dan spesifikasi kerja. Alir analisis manajemen dan organisasi ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Diagram Alir Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi Pertimbangan :

 Data perkiraan investasi yang diperlukan dari penggunaan mesin dan bahan baku

 Data kapasitas produksi

 Teknologi proses yang digunakan

Selesai Mulai

Menentukan tujuan perusahaan

Menetukan bentuk usaha yang dipilih

Menetukan struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja, dan kebutuhan tenaga kerja


(34)

19

3.2.2.4 Analisis Lingkungan dan Legalitas

Analisis lingkungan meliputi sejauh mana keadaan lingkungan dapat menunjang perwujudan pendirian industri, terutama sumber daya yang diperlukan seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam sekitar, serta analisis mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pendirian industri ini. Analisis legalitas meliputi mekanisme perizinan dan peraturan-peraturan yang berlaku.

3.2.2.5 Analisis Finansial

Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi Break Even Point, Net

Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Bck Period, dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria di atas digunakan untuk menentukan kelayakan industri secara finansial.

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya di masa yang akan datang. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah :

Dimana :

Bt = keuntungan pada tahun ke-t Ct = biaya pada tahun ke-t i = tingkat suku bunga (%)

t = periode investasi (t= 0, 1, β, γ, …, n) n = umur ekonomis proyek

Penilaian kelayakan investasi secara finansial menggunakan tiga kriteria metode NPV, yaitu :

 Jika nilai NPV ≥ 0, menunjukan bahwa proyek atau industri tersebut menguntungkan atau layak dilaksanakan.

 Jika nilai NPV = 0, menunjukan bahwa proyek atau industri tersebut tidak untung tetapi juga tidak rugi, jadi tergantung kepada penilaian subyektif pengambil keputusan.

 Jika nilai NPV ≤ 0, menunjukan bahwa proyek atau industri tersebut merugikan karena penerimaan lebih kecil daripada biaya, jadi lebih baik tidak dilaksanakan.

b. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat bunga yang apabila dipergunakan untuk mendiskont seluruh kas masuk pada pada tahun – tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas present value yang sama dengan jumlah keseluruhan investasi proyek. Internal Rate of Return dengan kata lain merupakan tingkat keuntungan senyatanya yang akan diperoleh investor dari investasi proyek mereka. Menurut Kadariah et al (1999) formulasi IRR adalah sebagai berikut :

-

]

Dimana :

NPV (+) = NPV bernilai positif NPV (-) = NPV bernilai negatif

i(+) = suku bunga yang membuat NPV positif i(-) = suku bunga yang membuat NPV negatif


(35)

20  Jika IRR ≥ tingkat suku bunga yang berlaku, menunjukan proyek layak untuk dilaksanakan.  Jika IRR ≤ tingkat suku bunga yang berlaku, menunjukan proyek tidak layak untuk

dilaksanakan.

c. Net Benefit Cost Ratio ( Net B/C)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan nilai perbandingan antara jumlah present value (nilai sekarang) yang positif dengan jumlah present value yang negatif. Secara umum Net B/C dirumuskan sebagai berikut (Gray et al., 1992) :

∑ ∑

dengan :

Bt = penerimaan (Benefit) pada tahun ke-t Ct = biaya(Cost) pada tahun ke-t

i = discount rate

t = tahun proyek n = umur proyek

Kriteria Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), yaitu :

 Jika nilai Net B/C > 1, maka proyek dinyatakan layak secara finansial sehingga dapat dilanjutkan.

 Jika nialai Net B/C < 1, maka proyek dinyatakan tidak layak secara finansial sehingga tidak dapat dilanjutkan.

 Jika nilai Net B/C = 1, maka proyek boleh dilaksanakan atau tidak (Husnan dan Suwarsono, 2000).

d. Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) adalah jumlah hasil penjualan dimana proyek tidak menderita kerugian, tetapi juga tidak memperoleh keuntungan. Keuntungan diperoleh dengan perencanaan hasil produksi dan pemasaran yang lebih besar dari jumalah Break Event Point (Sutojo, 1996). Menurut Soeharto (2000), hubungan antara biaya tetap dan biaya variable dapat disajikan pada rumus dan grafik (Gambar 2) berikut:

Dengan:

Qi = Jumlah Unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas FC = Biaya tetap

P = Harga jual per unit VC = Biaya tidak tetap per unit


(36)

21 Biaya (Rupiah)

d(pendapatan) c (biaya total)

b (biaya tidak tetap) Titik I (impas)

a (biaya tetap)

Volum produksi (jumlah output)

Gambar 6 . Grafik analisis BEP

Break Even Point merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Pada Gambar, titik tersebut ditunjukkan oleh huruf I. Garis a, b, c, berturut-turut adalah biaya tetap, biaya tidak tetap, dan biaya total. Biaya total adalah jumlah dari a dan b, sedangkan d adalah jumlah pendapatan dari penjualan produksi. Di atas titik I, diantara garis c dan d merupakan daerah laba.

e. Pay Back Periode (PBP)

Pay Back Periode (PBP) merupakan waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal (Newnan, 1990). BEP diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV berbanding terbalik dengan PBP. Jika nilai NPV semakin besar, maka nilai PBP semakin mengecil dan demikian pula sebaliknya. PBP dirumuskan sebagai berikut :

Dimana:

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (tahun) m = nilai kumulatif Bt-Ctnegative yang terakhir (Rp)

Bn = manfaat bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn

=biaya bruto pada tahun ke-n (Rp).

f. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor eksternal maupun internal terhadap kemampuan proyek mencapai jumlah hasil, penjualan, dan keuntungan. Faktor eksternal misalnya perkembangan harga produk sejenis di pasar, dan lain sebagainya, sedangkan faktor internal contohnya adalah biaya pokok produk yang dihasilkan (Sutojo, 1996).

Analisis sensitivitas diperlukan apabila terjadi suatu kesalahan dalam menilai biaya atau manfaat serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan pada tingkat 10 – 50 persen. Perubahan – perubahan yang mungkin terjadi :

 Kenaikan dalam biaya konstruksi karena perhitungan yang terlalu rendah kemudian ternyata pada saat pelaksanaan biaya meningkat seiring dengan meningkatnya harga peralatan, mesin, dan bahan bangunan.


(37)

22 Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika terjadi kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya ataupun pendapatan (Djamin, 1984). Proyek sensitive berubah akibat empat masalah utama yaitu harga, keterlambatan, pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil (Gittinger, 1991).

g. Penyusutan

Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. Penyusutan dimaksudkan untuk menjaga agar angka biaya operasi yang dimasukkan ke dalam neraca laba rugi tahunan mencerminkan dana bunga modal. Perhitungan biaya penyusutan ada empat metode yaitu metode garis lurus, penjumalahan angka tahunan, keseimbangan menurun berganda, dan sinking fund (Pramudya dan Nesia, 1992).

De Germo et al (1984) menyatakan bahwa metode yang sering digunakan adalah metode garis lurus dimana perhitungan penyusutan didasarkan pada asumsi bahwa penurunan nilai peralatan atau bangunan berlangsung secara konstan selama umur pemakaian. Rumus untuk menghitung penyusutan berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut :

Dimana :

D = Biaya penyusutan setiap tahun P = Harga awal (Rp)

S = Harga akhir (Rp)

L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)

3.2.2.6 Analisis Valuasi dan Komersialisasi Teknologi

Berdasarkan dari kompetensi dasar dari suatu organisasi digandengkan dengan bisnis model dan sumber daya utama yang tersedia, suatu perusahaan mencoba untuk menciptakan fan memelihara keuntungan yang kompetitif dan berkelanjutan (Richard, 2005).

Analisis valuasi dan komersialisasi teknologi meliputi penetapan visi, misi, serta bisnis model dari industri minyak sawit merah karoten tinggi yang akan didirikan. Analisis tersebut penting untuk dilakukan agar industri yang akan didirikan dapat berkembang dengan visi, misi dan bisnis model yang tepat. Aliran proses analisis valuasi dan komersialisasi teknologi dapat dilihat pada Gambar 7.


(38)

23 Gambar 7. Diagram alir proses analisis valuasi dan komersialisasi teknologi

Penentuan misi

Selesai Mulai

Penentuan visi

Penentuan the value proposition

Penentuan bisnis model Referensi,


(39)

24

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN

4.1.1.

Potensi Pasar

Salah satu masalah serius yang sering dihadapi di Negara berkembang seperti Indonesia adalah devisiensi vitamin A. Kasus kekurangan vitamin A merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh, dan menyebabkan metaplasi dan keratinisasi pada epitel saluran pernafasan, saluran kemih, dan saluran pencernaan. Perubahan pada ketiga saluran ini relatif lebih awal terjadi ketimbang kerusakan yang terdeteksi pada mata (Arisman, 2003).

Tingkat prevalensi kurang zat gizi mikro di Indonesia sebesar 50-60 persen, dengan 9 persen angka kematian anak dan 13 persen kematian ibu disebabkan karena kekurangan vitamin A. Bahkan, data tahun 2004 menunjukkan 10 juta anak balita di Indonesia kurang vitamin A (Mikail, 2011).

Hasil survey kesehatan penglihatan dan pendengaran tahun 19993-1996, menunjukan angka kebutaan 1,5%. Selain itu, besarnya jumlah penderita katarak di Indonesia berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut pada tahun 2000 sebesar 15,3 juta. Jumlah tersebut cenderung akan bertambah besar karena jumlah penduduk usia lanjut pada pada tahun 2025 diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 414% disbanding tahun 1990. Angka kebutaan di Indonesia (1,5%) merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan angka kebutaan di Negara-negara regional Asia Tenggara lainnya seperti Bangladesh (1%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%) (Depkes, 2005).

FAO/WHO merekomendasikan asupan vitamin A pada beberapa golongan usia manusia dan level keamanannya yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Kebutuhan vitamin A pada beberapa golongan usia manusia dan level keamanan Golongan Usia Kebutuhan rata-rata µg RE(Retinol

Equivalent)/hari

Asupan maksimal yang direkomendasikan µg RE(Retinol

Equivalent)//hari

Bayi dan anak-anak

0-6 bulan 7-12 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun >7 tahun

Remaja, 10-18 tahun Dewasa

Wanita, 19-65 tahun Pria 19-65 tahun >65 tahun Ibu hamil Ibu menyusui 180 190 200 200 250 330-400 270 300 300 370 450 375 400 400 450 500 600 500 600 600 800 850 Sumber : Thurnham (2007)


(1)

90 Lampiran 14. Rincian Cash flow (lanjutan)

Komponen Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun 10

Penerimaan Bersih

Laba Bersih 12.242.818.246,60 12.301.746.838,77 12.301.746.838,77 12.301.746.838,77 12.301.746.838,77

Depresiasi 900.665.880,00 900.665.880,00 900.665.880,00 900.665.880,00 900.665.880,00

Nilai Sisa Modal Pinjaman Modal Sendiri

subtotal 13.143.484.126,60 13.202.412.718,77 13.202.412.718,77 13.202.412.718,77 13.202.412.718,77 Pengeluaran Bersih

Investasi + bunga sebelum pembangunan

Modal Kerja

Angsuran modal investasi

tetap 1.964.286.405,75

Angsuran modal kerja

Subtotal 1.964.286.405,75

Arus Kas Bersih 11.179.179.720,85 13.202.412.718,77 13.202.412.718,77 13.202.412.718,77 13.202.412.718,77 Kas Awal Tahun 37.414.522.440,68 48.593.720.161,53 61.796.132.880,30 74.998.545.599,08 88.200.958.317,85


(2)

91 Lampiran 15. Penerimaan minyak sawit merah

Tahun Kapasitas Produksi (%)

Minyak Sawit Merah

Kapasitas Produksi(L) Harga Jual/L (Rp) Penerimaan (Rp)

1

80%

4,227,956.12 14,762.43 62,414,902,679.01

2

90%

4,756,450.64 14,762.43 70,216,765,513.89

3

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76

4

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76

5

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76

6

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76

7

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76

8

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76

9

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76

10

100%

5,284,945.15 14,762.43 78,018,628,348.76


(3)

92 Lampiran 16. Penerimaan Pupuk

Tahun Kapasitas Produksi (%)

Pupuk Organik

Kapasitas Produksi (kg) Harga Jual/ Kg (Rp) Penerimaan (Rp)

1

80%

633,600.00 1,250.00 792,000,000.00

2

90%

712,800.00 1,250.00 891,000,000.00

3

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00

4

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00

5

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00

6

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00

7

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00

8

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00

9

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00

10

100%

792,000.00 1,250.00 990,000,000.00


(4)

93 Lampiran 17. Penerimaan pakan ternak

Tahun Kapasitas Produksi (%)

Pakan Ternak Bungkil Inti Sawit (BIS)

Kapasitas Produksi (Kg) Harga/Kg (Rp) Penerimaan (Rp)

1

80%

662,400.00 1,100.00 728,640,000.00

2

90%

745,200.00 1,100.00 819,720,000.00

3

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00

4

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00

5

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00

6

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00

7

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00

8

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00

9

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00

10

100%

828,000.00 1,100.00 910,800,000.00


(5)

94 Lampiran 18. Penerimaan Dry Nuts

Tahun Kapasitas Produksi (%) Biji Kering (Dry Nuts)

Kapasitas Produksi (kg) Harga Jual/kg (Rp) Penerimaan (Rp) 1 80% 3,265,920.00 1,450.00 4,735,584,000.00 2 90% 3,674,160.00 1,450.00 5,327,532,000.00 3 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00 4 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00 5 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00 6 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00 7 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00 8 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00 9 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00 10 100% 4,082,400.00 1,450.00 5,919,480,000.00


(6)

95 Lampiran 19. Penerimaan Total

Tahun Kapasitas Produksi (%) Biaya Total (Rp) Total Penerimaan (Rp)

1

80%

57,300,608,173.82 68,671,126,679.01

2

90%

63,622,524,660.26 77,255,017,513.89

3

100%

69,944,441,146.69 85,838,908,348.76

4

100%

69,672,293,599.09 85,838,908,348.76

5

100%

69,593,722,142.86 85,838,908,348.76

6

100%

69,515,150,686.63 85,838,908,348.76

7

100%

69,436,579,230.40 85,838,908,348.76

8

100%

69,436,579,230.40 85,838,908,348.76

9

100%

69,436,579,230.40 85,838,908,348.76

10

100%

69,436,579,230.40 85,838,908,348.76