Sistem Pembayaran Nasional
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
Di bidang sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan strategis untuk membangun infrastruktur sistem pembayaran yang semakin andal, cepat, akurat, aman, dan efektif dalam menopang seluruh kegiatan transaksi swasta dan pemerintah di seluruh pelosok negeri. Sistem pembayaran yang demikian memiliki arti penting bagi pemeliharaan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Di sisi pengedaran uang, Bank Indonesia mampu memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat yang masih cenderung meningkat disertai dengan upaya penyebaran uang layak edar yang semakin merata ke berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu, efisiensi dan efektivitas pengelolaan uang di Bank Indonesia serta optimalisasi manajemen kas perbankan meningkat pascapenerapan kebijakan uji coba setoran bayaran bank. Hal tersebut tercermin dari penurunan aktivitas aliran uang keluar dari Bank Indonesia (outflow) dan aliran uang masuk ke Bank Indonesia (inflow) yang cukup signifikan. Di sisi pembayaran nontunai, secara umum aktivitas transaksi tahun 2007 mengalami peningkatan baik dari sisi volume maupun nilai. Faktor utama yang mendorong peningkatan aktivitas transaksi tersebut adalah pertumbuhan ekonomi yang meningkat cukup signifikan dan kondisi perekonomian yang semakin kondusif. Faktor-faktor lain adalah maraknya aktivitas transaksi di pasar keuangan, pergeseran preferensi cara pembayaran, dan inovasi teknologi di bidang sistem pembayaran. Upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan pembayaran nontunai mulai membuahkan hasil sebagaimana terlihat dari tren peningkatan rasio total transaksi nontunai per kapita sebesar 18% per tahun.
Perkembangan Aktivitas Pembayaran 10,6%. Kenaikan pangsa di wilayah tersebut antara lain disebabkan peningkatan aktivitas pembangunan ekonomi.
Instrumen Pembayaran Tunai
Berkembangnya sentra-sentra ekonomi di berbagai Pengelolaan manajemen kas perbankan semakin optimal daerah di Indonesia dan masih cukup kentalnya budaya
tercermin dari menurunnya outflow dan inflow secara masyarakat Indonesia untuk memegang fisik uang dalam
signifikan sepanjang tahun 2007. Jumlah outflow dan kegiatan transaksi berdampak pada peningkatan jumlah
inflow uang kartal menurun masing-masing sebesar uang kartal tahun 2007. Rata-rata jumlah uang kartal
42,1% dan 49,4%. Penurunan tersebut merupakan yang beredar di masyarakat (UYD) mencapai Rp174,8
dampak langsung dari diterapkannya kebijakan uji triliun atau meningkat sebesar 21,0%, lebih besar dari laju
coba setoran bayaran bank di mana perbankan hanya pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 14,6%
diperkenankan untuk menyetorkan uang ke Bank (Grafik 10.1). Untuk mendukung kenaikan UYD tersebut,
Indonesia dalam keadaan tidak layak edar. Menurunnya realisasi penambahan kebutuhan uang kartal di seluruh
outflow yang disertai dengan kenaikan persediaan kas wilayah mencapai Rp115,4 triliun. Dibandingkan dengan
sebesar 20,8% pada akhir tahun laporan menyebabkan tahun sebelumnya, penambahan kebutuhan uang kartal
rasio kas Bank Indonesia meningkat menjadi sekitar 3 tersebut menurun 0,6%, yang dipengaruhi oleh langkah
sampai 4 bulan rata-rata outflow.
efisiensi sejak tahun 2006 berupa optimalisasi persediaan uang kartal di wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI) yang
Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)
mengalami net inflow dan membaiknya manajemen Pertumbuhan rata-rata UYD pada tahun 2007 lebih pengelolaan kas perbankan. Berdasarkan penyebarannya,
tinggi dari pertumbuhan tahun sebelumnya, terutama terdapat kenaikan pangsa distribusi uang kartal terutama
dipengaruhi oleh faktor fundamental meningkatnya ke wilayah Indonesia Timur yaitu dari 8,9% menjadi
perekonomian. Secara triwulanan fluktuasi UYD masih
150
dipengaruhi oleh faktor-faktor musiman, seperti hari raya keagamaan, tahun baru, dan liburan sekolah. Hal tersebut terlihat dari rata-rata UYD tertinggi yang dicapai pada triwulan IV-2007 sebesar Rp200,4 triliun (tabel 10.1).
Bank Indonesia berhasil memenuhi lonjakan kebutuhan uang kartal pada saat terjadi bencana, seperti banjir. Bencana banjir di sebagian wilayah kota Jakarta pada awal Februari 2007 mendorong lonjakan penarikan uang kartal terutama karena adanya peralihan sebagian transaksi yang biasanya dilakukan secara nontunai. Penarikan uang tunai oleh bank di wilayah Jakarta selama masa tersebut sempat meningkat dari rata-rata Rp300 miliar per hari menjadi Rp900 miliar dapat dipenuhi. Selain ketersediaan uang yang cukup, pemenuhan tersebut didukung oleh langkah-langkah penanganan dan pengamanan fisik uang kartal sesuai dengan prosedur manajemen bencana di Bank Indonesia.
Posisi uang kartal di perbankan yang meningkat pascapenerapan uji coba setoran bayaran berangsur- angsur kembali normal seiring dengan mulai berjalannya langkah-langkah optimalisasi manajemen kas perbankan dan terselenggaranya mekanisme transaksi uang kartal antarbank. Awal tahun 2007 pangsa uang kartal di perbankan mencapai 17,7% dari total UYD atau naik dibandingkan dengan posisi yang sama tahun-tahun sebelumnya masing-masing 14,1% (tahun 2006) dan 15,1% (tahun 2005). Untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan uang kartal, Bank Indonesia mendorong terselenggaranya mekanisme transaksi uang kartal antarbank agar bank yang mengalami kelebihan uang pecahan tertentu dapat melakukan transaksi dengan
bank lain yang memerlukan di wilayahnya. Kebijakan Bank Indonesia tersebut juga mendorong perbankan untuk mengoptimalkan manajemen kas dengan melakukan pemantauan kelebihan ataupun kekurangan uang kas di wilayah kerjanya secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan operasional dan proyeksi penarikan uang nasabah. Melalui berbagai upaya tersebut, sejak bulan Mei kondisi likuiditas uang kartal di perbankan mulai normal dan mengikuti pola yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya (Grafik 10.2).
Selama dua tahun terakhir, nominal dan pangsa uang kertas (UK) yang diedarkan menunjukkan peningkatan. Pangsa UK yang diedarkan pada akhir tahun 2007 meningkat dari 98,4% menjadi 98,8%. Secara nominal, sebagian besar UK yang diedarkan tersebut adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 yang masing-masing mencakup 45,0% dan 42,6% dari total UYD. Berdasarkan jumlah lembar/keping, pangsa uang pecahan kecil (Rp10.000 ke bawah) masih mendominasi meskipun mengalami penurunan dari 90,2% pada tahun 2006 menjadi 86,3% dari total jumlah lembar/keping UYD.
Tabel 10.1 Perkembangan UYD
triliun Rp
2007 Pertumbuhan (yoy)
Grafik 10.1 Perkembangan UYD
triliun Rp
Nov
Grafik 10.2 Pangsa UYD di Perbankan
triliun Rp
Feb Mar Apr Mei
Jun
Jan Des Jul Agu Sep Okt Nov
triliun Rp
Triwulan I Triwulan II
Triwulan III Triwulan IV 2005
Triwulan III
Triwulan IV
Triwulan I
Triwulan II
Grafik 10.3 Grafik 10.4 Perkembangan Outflow Nasional
Perkembangan Inflow Nasional
Aliran Uang Kartal Melalui Bank Indonesia
Posisi Kas Bank Indonesia
Efisiensi pengelolaan uang kartal di Bank Indonesia Rasio kecukupan posisi kas terhadap rata-rata outflow dan pengelolaan manajemen uang kartal di perbankan
lebih baik dari tahun sebelumnya menjadi sekitar 3-4 meningkat setelah diterapkannya uji coba setoran
bulan rata-rata outflow. Peningkatan kualitas rasio bayaran bank. 1 Hal tersebut tercermin dari menurunnya
tersebut terutama disebabkan oleh penurunan rata- outflow dan inflow secara signifikan, masing-masing
rata outflow sehingga memungkinkan Bank Indonesia menjadi sebesar Rp195,9 triliun dan Rp154,3 triliun
dapat memelihara jumlah rata-rata posisi kas yang lebih atau turun 42,1% dan 49,4%. Pola fluktuasi outflow dan
rendah. Jumlah posisi kas Bank Indonesia terendah inflow selama tahun 2007 ini hampir sama dengan 2005
pada tahun 2007 mencapai sebesar Rp47,2 triliun, tetapi dengan level yang jauh lebih rendah (Grafik 10.3
sedangkan posisi kas tertinggi sebesar Rp83,7 triliun. dan Grafik 10.4). Secara regional, penurunan jumlah
Sejalan dengan kebutuhan denominasi uang masyarakat, outflow dan inflow di KBI lebih dalam dibandingkan
sebagian besar posisi kas Bank Indonesia adalah pecahan dengan penurunan outflow dan inflow di KP. Hal tersebut
Rp20.000 ke atas. Tahun 2007, pecahan uang kertas disebabkan penerapan uji coba setoran bayaran di di KP telah dilakukan sejak Mei 2006, sedangkan di KBI baru diberlakukan pada Desember 2006 (Grafik 10.5).
triliun Rp
Kebutuhan uang kartal di masyarakat yang meningkat
300
tercermin dari terjadinya net outflow. Jumlah net outflow
250
pada tahun 2007 sebesar Rp41,6 triliun atau naik 26,0% dari jumlah net outflow tahun sebelumnya. Pola
200
net outflow di KP tidak berubah, meskipun jumlahnya
150
menurun dari Rp34,0 triliun tahun 2006 menjadi Rp24,2 triliun pada tahun 2007. Sebaliknya, di wilayah KBI terjadi
100
perubahan pola dari net inflow menjadi net outflow yang
50
mencapai Rp17,4 triliun (Grafik 10.6). Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa proses penyesuaian kebutuhan
uang kartal masih terjadi di KBI, sedangkan di wilayah KP 2007
telah tercermin kebutuhan riil uang kartal oleh masyarakat. In-KP
1 Kebijakan diskresi mengacu pada Surat Edaran No. 9/37/DPU tanggal 27 Desember 2007 perihal Penyetoran dan Penarikan Uang
Grafik 10.5
Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia, yaitu Bank Indonesia
Perkembangan Outflow dan Inflow Uang Kartal
menetapkan bahwa bank dapat menyetorkan uang yang masih layak
di KP dan KBI
edar ke Bank Indonesia apabila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
152
153
Rp50.000 dan Rp100.000 masing-masing mencapai 51,3% dan 34,6% dari total posisi kas Bank Indonesia. Sementara berdasarkan lembar/keping uang, pecahan terbanyak adalah Rp1.000 dan Rp50.000 masing-masing sebesar 25,1% dan 23,2%. Dengan komposisi tersebut, ketersediaan uang kertas pecahan besar (Rp20.000 ke atas) mampu memenuhi 3 sampai 4 bulan rata-rata outflow dan uang kertas pecahan kecil mencapai 5 sampai 6 bulan rata-rata outflow. Ketersediaan uang logam dapat memenuhi 9 sampai 10 bulan rata-rata outflow.
Pemusnahan Uang Tingkat kelusuhan dan kualitas uang yang beredar di masyarakat menunjukkan perbaikan. Hal tersebut tercermin dari menurunnya jumlah nominal uang yang dimusnahkan sebesar 7,8%, meskipun uang kartal yang beredar di masyarakat mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2007, Bank Indonesia melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 4,1 miliar lembar atau turun 14,6%. Sebagian besar uang yang dimusnahkan adalah pecahan Rp1.000 dan Rp50.000 masing-masing sebesar 38,3% dan 17,7% dari total jumlah lembar uang kertas yang dimusnahkan. Sejalan dengan diterapkannya kebijakan penyetoran uang tidak layak edar oleh perbankan, rasio pemusnahan terhadap inflow masih relatif rendah meskipun telah meningkat dari 27,2% menjadi 49,9 %. Masih relatif rendahnya rasio pemusnahan terhadap
inflow terutama disebabkan adanya kebijakan diskresi 2
dalam prosedur penyetoran uang oleh perbankan yang
2 Kebijakan yang hanya memperkenankan bank menyetorkan uang tidak layak edar. Penerapan kebijakan uji coba setoran bayaran untuk seluruh pecahan dilakukan secara bertahap, masing-masing pada bulan Mei 2006 di KP dan Desember 2006 di seluruh wilayah KBI.
memungkinkan adanya setoran uang layak edar dan masih adanya bank-bank yang belum sepenuhnya patuh dalam menyetorkan uang tidak layak edar.
Perkembangan Temuan Uang Palsu Rasio temuan uang palsu menurun pada tahun 2007. Beberapa faktor yang memengaruhi antara lain berbagai upaya penanggulangan meluasnya peredaran uang palsu dan semakin meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah. Rasio temuan uang palsu selama tahun 2007 tercatat 8 lembar temuan uang palsu per satu juta lembar uang kertas yang diedarkan. Rasio tersebut menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 17 lembar temuan uang palsu per satu juta lembar uang kertas yang diedarkan. Berdasarkan wilayah, temuan uang palsu terbesar berasal dari wilayah Kantor Koordinator Bank Indonesia (KKBI) Surabaya (33,2%), wilayah Kantor Pusat (27,0%), dan KKBI Semarang (13,4%).