Keuangan Pemerintah
Bab 8: Keuangan Pemerintah
Implementasi kebijakan fiskal tahun 2007 dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Tingginya harga minyak dunia yang disertai dengan penurunan lifting minyak domestik memberikan tekanan yang cukup signifikan terhadap upaya untuk menjaga defisit fiskal agar tetap dalam batas aman. Namun, berbagai upaya langkah kebijakan Pemerintah yang mencakup ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan negara dan kebijakan penghematan dan peningkatan efisiensi belanja Kementrian/Lembaga mampu menjaga kesinambungan fiskal. Hal itu tercermin pada menurunnya rasio utang Pemerintah terhadap PDB dan terjaganya surplus keseimbangan primer.
Kebijakan fiskal tahun 2007 secara umum diarahkan anggaran mendekati 2% dari PDB. Memasuki triwulan pada peningkatan stimulus fiskal dengan tetap menjaga
III-2007, krisis subprime mortgage di Amerika Serikat prospek kesinambungan fiskal. Dengan arah ekspansif
sempat menyebabkan turunnya harga surat berharga tersebut, defisit APBN-P 2007 ditetapkan sebesar 1,5%
Pemerintah yang dapat memengaruhi pembiayaan defisit dari PDB, meningkat dari realisasi defisit tahun 2006
anggaran. Di sisi domestik, pelaksanaan keuangan sebesar 0,9% dari PDB. Ekspansi fiskal diharapkan
negara juga dihadapkan pada lifting minyak domestik dapat meningkatkan kontribusi fiskal pada sektor riil,
yang terus menurun. Secara keseluruhan tahun lifting baik melalui konsumsi Pemerintah maupun investasi
minyak mencapai rata-rata 899.000 barel per hari, di Pemerintah. Di samping kontribusi langsung tersebut,
bawah asumsi APBN-P 2007 sebesar 950.000 barel per Pemerintah juga memberikan beberapa insentif
hari. Kondisi tersebut mendorong turunnya penerimaan perpajakan untuk meningkatkan aktivitas di sektor riil
dari sektor migas. Tantangan internal lainnya menyangkut tanpa mengesampingkan upaya peningkatan penerimaan
penyerapan beberapa komponen Belanja Negara yang negara. Sementara itu, untuk menurunkan tingkat
berjalan lambat selama paruh pertama tahun 2007 kemiskinan Pemerintah masih melanjutkan berbagai
walaupun telah diupayakan beberapa perbaikan dalam program bantuan kepada masyarakat. Peningkatan
peraturan terkait pengadaan barang dan jasa Pemerintah. defisit belum mengganggu prospek kesinambungan fiskal
Lambatnya penyerapan tersebut disebabkan oleh sebagaimana tercermin dari perkiraan turunnya rasio
peningkatan kehati-hatian dan efisiensi dalam pelaksanaan stok utang Pemerintah dan masih terjaganya surplus
lelang pengadaan barang dan jasa Pemerintah. keseimbangan primer. Menghadapi berbagai tantangan tersebut, Pemerintah Implementasi APBN tahun 2007 dihadapkan pada
tetap konsisten menjalankan konsolidasi fiskal sehingga berbagai tantangan yang bersumber, baik dari lingkungan
berhasil mengendalikan defisit anggaran. Hal tersebut eksternal maupun permasalahan internal. Di sisi eksternal,
pada gilirannya memberikan dampak positif terhadap pelaksanaan anggaran dihadapkan pada kondisi terus
stabilitas ekonomi makro. Di sisi penerimaan pajak, meningkatnya harga minyak mentah sejak triwulan II-
berbagai kebijakan yang dilakukan Pemerintah berhasil 2007. Secara keseluruhan tahun harga minyak mentah
mendorong realisasi penerimaan pajak sesuai dengan
target APBN-P 2007, lebih baik dari kinerja tahun lalu. APBN-P 2007 sebesar $60/barel. Diiringi oleh berbagai
mencapai rata-rata sekitar $72,3/barel 1 , di atas asumsi
Di sisi penerimaan nonpajak, harga minyak mentah parameter dalam perhitungan subsidi energi yang melebihi
yang lebih tinggi dan nilai tukar yang lebih depresiatif prakiraan awal tahun, kenaikan harga minyak mentah
dari asumsi APBN-P 2007 memungkinkan diperolehnya tersebut meningkatkan jumlah subsidi secara cukup
tambahan penerimaan dari pajak ekspor CPO dan setoran signifikan sehingga berpotensi meningkatkan defisit
dividen dari BUMN. Realisasi penerimaan pajak dan nonpajak tersebut menyebabkan terlampauinya target
1 Rata-rata ICP Januari-Desember 2007 untuk perhitungan subsidi BBM
Pendapatan Negara dan Hibah. Di sisi pengeluaran,
dan listrik.
114
115
penghematan dan peningkatan efisiensi dalam belanja Kementrian/Lembaga (K/L) memungkinkan Pemerintah membayar subsidi energi dalam rangka menjaga stabilitas harga. Dengan langkah-langkah tersebut, defisit diprakirakan masih dapat dikendalikan sebesar target
APBN-P 2007, yaitu 1,5% dari PDB. Di sisi pembiayaan,
strategi frontloading dalam penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) menyebabkan target pembiayaan defisit dapat terpenuhi sebelum kondisi sektor keuangan mengalami dampak rambatan kasus subprime mortgage di Amerika Serikat.
Realisasi defisit anggaran lebih rendah dari target defisit APBN-P 2007 terutama akibat penyerapan belanja K/L yang di bawah target APBN-P 2007. Penghematan dan langkah efisiensi yang disertai peningkatan kehati-hatian dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah memungkinkan dapat dipertahankannya kebijakan pemberian subsidi di tengah kenaikan harga minyak mentah. Namun, dalam realisasinya langkah tersebut menyebabkan pencapaian target Belanja Negara lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian target Pendapatan Negara sehingga realisasi defisit berjalan sangat lambat. Sejak bulan Maret hingga November 2007, operasi keuangan Pemerintah terus mengakumulasi surplus anggaran. Di akhir tahun realisasi
defisit hanya mencapai 1,3% dari PDB, 2 di bawah target
APBN-P 2007 sebesar 1,5% dari PDB. Defisit tersebut didukung oleh prospek kesinambungan fiskal yang masih terjaga. Rasio utang Pemerintah menurun dari 39% dari PDB pada tahun 2006 menjadi 35% dari PDB pada tahun 2007. Sementara itu, keseimbangan primer masih
2 Atau 1,2% dari PDB dengan menggunakan realisasi PDB 2007 sebesar Rp3.957 triliun.
mencatat surplus sebesar 0,8% dari PDB (Grafik 8.1 dan Grafik 8.2).
Pendapatan Negara dan Hibah Kinerja Pendapatan Negara dan Hibah tahun 2007 ditandai oleh prestasi di sektor perpajakan namun dibayangi oleh memburuknya kinerja sektor migas akibat lifting minyak yang terus menurun. Sebagaimana diperkirakan dalam APBN-P 2007, kinerja Pendapatan Negara dan Hibah tahun 2007 mencatat pertumbuhan yang lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2006 yang mencapai 29%. Perlambatan pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya penerimaan dari sektor migas. Sementara itu, prestasi dari sektor perpajakan cukup memuaskan. Penerimaan pajak meningkat sebesar 20%, sesuai dengan APBN-P 2007, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun lalu yang mencapai 18%. Dengan perkembangan tersebut, Pendapatan Negara dan Hibah mencapai sekitar 19% dari PDB, relatif sama seperti tahun 2006 (Grafik 8.3). Pendapatan Negara dan Hibah sebagian besar, sekitar 69%, disumbang dari penerimaan pajak dengan tax ratio sebesar 13% dari PDB dan sisanya dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 6% dari PDB (Grafik 8.4). Kurang optimalnya kinerja sektor migas tercermin dari penerimaan migas yang menurun pada saat harga minyak mentah terus
menanjak dan mencapai $69,7/barel. 3 Kondisi tersebut tidak terlepas dari pengaruh lifting minyak domestik yang terus menurun dan mencapai 899.000 barel/hari. Dari sisi pencapaian target APBN-P 2007, penerimaan pajak dapat mencapai target yang didorong oleh hampir
3 Rata-rata ICP Desember 2006-November 2007 untuk perhitungan penerimaan migas.
Grafik 8.1 Operasi Keuangan Pemerintah
Overall Balance Primary Balance Poly. (Overall Balance)
Belanja Negara (RHS) Pendapatan Negara (RHS)
persen, PDB
persen, PDB
Sumber: Departemen Keuangan
Grafik 8.2 Rasio Utang Pemerintah terhadap PDB
Pinjaman Luar Negeri Pinjaman Dalam Negeri Total Pinjaman
persen, PDB
1995
1998 1999 2000 1996 1997 1998 1999 2000
Sumber: Departemen Keuangan
45 46 39 36 32 28 24 21 19
30 25
42 45
41 42
38
31 29 28
23
18 30 16 25
42 45
87 88
77
67 61 56 47
39 35
Tabel 8.1 Ringkasan Operasi Keuangan Pemerintah
Realisasi 2007 1 Rincian
Triliun % PDB % yoy
Triliun % PDB Triliun % PDB Triliun % PDB % yoy %
Rp
APBNP Rp
A. Pendapatan Negara dan Hibah
708,5 18,7 11,0 102,1 I. Penerimaan Dalam Negeri
706,8 18,7 11,1 102,4 1. Penerimaan Pajak
491,8 13,0 20,2 100,0 2. Penerimaan Negara
215,0 5,7 (5,3) 108,4 Bukan Pajak – Minyak Bumi & Gas
124,8 3,3 (21,1) 115,9 Alam II. Hibah
1,7 0,0 (7,6) 44,3 B. Belanja Negara
757,2 20,0 13,5 100,6 I. Belanja Pemerintah Pusat
504,0 13,3 14,3 101,2 a. Belanja Pegawai
90,4 2,4 23,4 92,3 b. Belanja Barang
54,2 1,4 14,9 87,7 c. Pembayaran Bunga
79,6 2,1 0,6 95,2 Utang d. Subsidi
150,2 4,0 39,8 142,9 e. Belanja Modal
64,4 1,7 17,1 89,8 f. Belanja Hibah
0,0 0,0 0,0 0,0 g. Bantuan Sosial
50,7 1,3 24,6 97,1 h. Belanja Lain-lain
14,6 0,4 (62,0) 56,4 II. Anggaran Belanja untuk
253,3 6,7 12,0 99,6 Daerah C. Keseimbangan Primer
30,8 0,8 121,9 D. Surplus/(Defisit) Anggaran
(48,8) (1,3) 83,7 E. Pembiayaan
48,8 1,3 I. Pembiayaan Dalam Negeri
72,7 1,9 1. Perbankan Dalam
14,9 0,4 140,3 Negeri 2. Non-Perbankan Dalam
57,8 1,5 56,0 96,1 Negeri a. Privatisasi (neto)
0,3 0,0 (25,0) 15,0 b. Penjualan
2,4 0,1 144,8 Aset Program Restrukturisasi Perbankan
57,1 1,5 58,8 97,6 Pemerintah, neto d. Dana Investasi
c. Penjualan Obligasi
(2,0) (0,1) 100,0 Pemerintah II. Pembiayaan Luar Negeri
(23,9) (0,6) (10,0) 190,6 (Neto) 1. Penarikan Pinjaman LN
34,0 0,9 30,2 80,5 (Bruto) 2. Pembayaran Cicilan
(57,9) (1,5) 9,9 105,8 Pokok ULN
Asumsi: Pertumbuhan ekonomi (%)
6,59 Nilai tukar rata-rata (Rp/$)
9.140 Suku bunga SBI 3 bulan rata-
8 8 rata (%) Harga minyak internasional
11,7
8,5
63 60 69,7 ($/barel) Lifting minyak Indonesia
63,8
0,899 (juta barel/hari) Sumber: Departemen Keuangan
1 Angka sementara, Januari 2008
116
117
seluruh komponen penerimaan pajak yang dapat melebihi targetnya. Realisasi PNBP juga melebihi target, terutama, disumbang oleh penerimaan migas akibat pengaruh kenaikan harga minyak yang lebih dominan dari pengaruh penurunan lifting. Dengan perkembangan tersebut, realisasi Pendapatan Negara dan Hibah dapat melebihi target dalam APBN-P 2007 (Tabel 8.1).
Prestasi di sektor perpajakan tidak terlepas dari pengaruh kondisi ekonomi makro yang kondusif. Kelanjutan kebijakan perpajakan di tahun-tahun lampau, seperti ekstensifikasi melalui perluasan pengusaha kena pajak, intensifikasi terhadap subjek dan objek kena pajak, penyempurnaan sistem dan administrasi perpajakan, peningkatan upaya monitoring pelaksanaan pajak dan kenaikan tarif cukai, ditambah dengan kondisi ekonomi makro yang positif menyebabkan naiknya kinerja penerimaan pajak. Peningkatan kinerja tercermin dari peningkatan tax ratio yang mencapai 13% dari PDB, naik dari tax ratio tahun 2006 sebesar 12,3% dari PDB serta bertambahnya jumlah wajib pajak dari sekitar 20,8 juta pada tahun 2006 menjadi sekitar 23,1 juta pada tahun
2007. 4 Peningkatan penerimaan pajak terjadi di seluruh komponen penerimaan pajak dengan peningkatan terbesar terjadi pada penerimaan Pajak Ekspor. Kenaikan Pajak Ekspor terutama dipengaruhi oleh kenaikan ekspor komoditi CPO, bahan bakar mineral dan pertambangan serta karet dan barang dari karet yang didorong oleh kenaikan harga minyak. Di sisi Pajak Dalam Negeri kenaikan terutama terjadi pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pajak lainnya dan cukai seiring dengan
4 Termasuk WP yang tidak memiliki NPWP.
pertumbuhan konsumsi swasta yang terus meningkat sejak triwulan I-2007.
Kenaikan penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh faktor kebijakan. Khusus terkait dengan cukai, kenaikan penerimaan cukai didorong, baik oleh kenaikan volume produksi barang kena cukai seperti rokok dan minuman yang mengandung ethyl alcohol maupun pengaruh kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) untuk semua jenis hasil tembakau sebesar 7% per batang/gram terhitung sejak tanggal 1 Maret 2007 dan pengenaan tarif spesifik sebesar Rp3-7/batang menurut golongan industri terhitung sejak
tanggal 1 Juli 2007. 5 Upaya menanggulangi peredaran rokok tanpa pita cukai dan rokok dengan pita cukai palsu yang dilakukan sejak tahun 2001 juga turut memberi andil dalam kenaikan penerimaan cukai. Dari seluruh komponen penerimaan pajak, hanya realisasi PPh Nonmigas yang berada di bawah target. Hal tersebut disebabkan, antara lain, oleh penurunan setoran PPh Pasal 25 (PPh Badan) tahun 2007 akibat rendahnya realisasi laba pada beberapa perusahaan besar dan sejumlah Wajib Pajak potensial tahun 2006 serta akibat bencana alam sepanjang tahun 2006-2007 yang sempat mengganggu aktivitas di sektor riil.
Implementasi kebijakan perpajakan juga mencakup pemberian stimulus fiskal secara terbatas dan masih berlanjutnya program harmonisasi tarif. Berbagai fasilitas perpajakan diberikan sepanjang tahun 2007 ditujukan untuk meningkatkan kegiatan produksi dan investasi.
5 Peraturan Menteri Keuangan No. 118/PMK.04/2006 tentang Perubahan Kedua atas PMK No. 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Grafik 8.3 Perkembangan Komponen Pendapatan Negara
Pajak PNBP Lainnya
persen, PDB
PNBP Migas Pendapatan Negara
Sumber: Departemen Keuangan
Grafik 8.4 Komposisi Pendapatan Negara Tahun 2007
Pajak 69%
PNBP Migas
18%
PNBP Lainnya
PPN & PPNBm
22%
PBB & BPHTP 4% Cukai 6%
Pajak Lainnya 0%
Pajak Ekspor 1% Bea Masuk 2%
Sumber: Departemen Keuangan
Di bidang pajak penghasilan, fasilitas yang diberikan tambahan setoran dividen terkait dengan kenaikan mencakup pengurangan penghasilan neto sebesar 30%
harga minyak mentah. Sementara itu, melambatnya dari jumlah Penanaman Modal tertentu, percepatan
kenaikan PNBP lainnya, antara lain, karena sudah tidak penyusutan dan amortisasi, penurunan tarif Pajak
diperhitungkannya lagi penerimaan dari pembayaran hasil Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada Subjek
lelang penggunaan pita frekuensi radio untuk mendukung Pajak Luar Negeri, perpanjangan periode kompensasi
layanan telekomunikasi seluler berbasis generasi ketiga kerugian 6 ; pemberian fasilitas pembebasan barang hasil
sebagaimana diperhitungkan pada tahun 2006. pertanian 7 ; serta pemberian fasilitas PPN atas sumbangan dan bantuan dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi
Belanja Negara
NAD dan Nias. 8 Di bidang pajak internasional, Program Pelaksanaan Belanja Negara tahun 2007 diwarnai oleh Harmonisasi Tarif Bea Masuk masih terus dilanjutkan.
kebijakan stabilisasi harga, peningkatan stimulus fiskal Program itu ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan
dan kelanjutan program pengentasan kemiskinan. daya saing industri dalam negeri, memberikan kepastian
Kebijakan menjaga stabilitas harga dilakukan melalui usaha bagi investor, mengantisipasi globalisasi ekonomi,
komitmen pemberian berbagai jenis subsidi. Kebijakan meningkatkan efisiensi administrasi kepabeanan dan
peningkatan stimulus dilakukan melalui peningkatan mencegah penyelundupan.
pendapatan aparatur negara; peningkatan kualitas, efisiensi dan efektivitas pelayanan dan penyelenggaraan
Pada sisi nonpajak, terus menurunnya lifting minyak pemerintahan melalui peningkatan anggaran Belanja domestik merupakan faktor utama penurunan realisasi
Barang; peningkatan anggaran untuk infrastruktur dalam PNBP. Sebagaimana diperkirakan dalam APBN-P 2007,
Belanja Modal; serta peningkatan anggaran pendidikan. kinerja PNBP mengalami penurunan dibandingkan dengan
Untuk menurunkan tingkat kemiskinan, program bantuan tahun 2006, terutama akibat menurunnya penerimaan dari
di bidang pendidikan dan kesehatan, khususnya, untuk migas. Penurunan PNBP Migas disebabkan oleh lifting
masyarakat miskin tetap dipertahankan. Dengan arah minyak domestik yang hanya mencapai 899.000 barel/
kebijakan tersebut, Belanja Negara tahun 2007 mencapai hari, lebih rendah dari asumsi sebesar 950.000 barel/hari,
sekitar 20% dari PDB, sama dengan tahun 2006. Belanja sedangkan harga minyak mentah justru mencapai $69,7/
Negara tahun 2007 sebagian besar (33%) digunakan barel, di atas asumsi sebesar $60/barel. Turunnya lifting
untuk Belanja untuk Daerah, disusul oleh pengeluaran minyak domestik tersebut terkait dengan tingginya natural
untuk Subsidi dan Bunga Utang (31%), sekitar 27% untuk declining rate sumur-sumur minyak di Indonesia yang
stimulus fiskal dari Pemerintah Pusat (Belanja Pegawai, sudah tua, yaitu mencapai sekitar 5%-11% per tahun
Belanja Barang dan Belanja Modal) dan sisanya (9%), sementara sumur-sumur baru seperti Cepu dan Lapangan
antara lain, untuk program pengentasan kemiskinan Jeruk belum berproduksi.
melalui anggaran Bantuan Sosial. Dari seluruh komponen Belanja Negara tersebut, hanya Belanja Pegawai, Subsidi
Menurunnya realisasi PNBP juga disebabkan oleh dan Belanja untuk Daerah yang pangsanya terhadap PDB melambatnya Setoran Laba BUMN dan PNBP lainnya.
mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2006 Melambatnya Setoran Laba BUMN adalah akibat tidak
(Grafik 8.5). Sementara itu, pangsa Belanja Modal dan diperhitungkannya carry over dividen BUMN dan Sisa
Belanja Barang masih minimal dan stabil seperti tahun lalu, Surplus Bank Indonesia dalam komponen Setoran Laba
yaitu hanya mencapai sekitar 1%-2% dari PDB. BUMN 2007 sebagaimana dilakukan pada tahun 2006. Penerimaan dari Sisa Surplus Bank Indonesia menjadi
Upaya peningkatan stimulus fiskal masih berjalan komponen tersendiri dalam APBN-P 2007 dan terealisasi
tersendat. Sebagaimana ditargetkan dalam APBN-P sesuai dengan target, yaitu mencapai sekitar Rp13
2007, pencapaian Belanja Negara sebesar 20% dari PDB triliun. Namun demikian, Setoran Laba BUMN tersebut
disebabkan oleh pertumbuhan Belanja Negara yang lebih lebih tinggi dari target APBN-P 2007 karena adanya
lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2006. Hal tersebut terjadi, baik pada Belanja Pemerintah Pusat
6 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/
maupun Belanja untuk Daerah. Di tingkat pusat, berbeda
atau Daerah Tertentu.
dari APBN-P 2007 yang memperkirakan perlambatan
7 Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/
Belanja Pemerintah Pusat tahun 2007 didorong oleh
atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis
penurunan subsidi, dalam realisasinya, perlambatan
yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Belanja Pemerintah Pusat disebabkan oleh perlambatan
8 Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.03/2007 tentang Perlakuan PPN dan PPnBM atas Pelaksanaan Proyek Pemerintah untuk
hampir seluruh komponen Belanja Pemerintah Pusat yang
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
lebih besar dari target APBN-P 2007 serta penurunan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara Pasca Bencana Alam Gempa Bumi dan Tsunami yang
Belanja Lainnya, sedangkan Subsidi justru mengalami
Dibiayai Hibah Luar Negeri.
20 20.3 20.0 20.0
5.2 18.5 17.3 18.6 18.3 2.4 2.1 4.7 3.2 2.7 2.3 6.8 6.7
15 4.8 5.9 5.7 (termasuk 5.4 Lainnya Bantuan Sosial)
0.4 2.2 4.0 4.3 3.2 4.0 Anggaran Belanja untuk Daerah
5 2.5 2.1 2.0 3.4 2.7 1.6 1.7 11% Bunga Utang
DOKP 1% Pegawai
Subsidi Belanja Negara
untuk Daerah
Anggaran Belanja
Bunga Utang Lainnya (termasuk bantuan sosial)
2001-2004: Format lama dengan Pengeluaran Pembangunan. 2005-2007: Format baru dengan Belanja Modal.
Sumber: Departemen Keuangan
Sumber: Departemen Keuangan
Grafik 8.5 Grafik 8.6 Perkembangan Komponen Belanja Negara
Komposisi Belanja Negara Tahun 2007
kenaikan karena perkembangan harga minyak mentah di seluruh komponen pengeluaran, kecuali Belanja Lainnya. (Grafik 8.6). Kondisi tersebut disebabkan oleh penyerapan
Di bidang kepegawaian, beberapa kebijakan utama adalah Belanja Pemerintah Pusat, khususnya Belanja Pegawai,
penyesuaian gaji pokok aparatur negara sekitar 15%, Belanja Barang, Belanja Modal dan Belanja Lainnya
pemberian gaji ketigabelas 10 dan penyesuaian tunjangan yang di bawah target APBN-P 2007. Dalam dua tahun
struktural serta tunjangan fungsional. Di bidang pendidikan, terakhir setelah dimulainya reformasi keuangan negara
anggaran fungsi pendidikan meningkat dari realisasi pada pada tahun 2005, penyerapan beberapa komponen
tahun 2005 sebesar Rp29,3 triliun, menjadi Rp45,3 triliun Belanja Pemerintah Pusat masih terus di bawah target.
pada tahun 2006 dan diperkirakan menjadi Rp51,3 triliun Berbagai upaya penyempurnaan ketentuan terkait dengan
pada APBN-P 2007. Peningkatan tersebut berkaitan
dengan upaya Pemerintah untuk memenuhi amanat Belum berhasilnya upaya tersebut diprakirakan terkait
pengadaan barang/jasa Pemerintah telah dilakukan 9 .
konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan dengan peningkatan kehati-hatian dalam pelaksanaan
sekurang-kurangnya 20% dari APBN 11 . Kenaikan Belanja lelang pengadaan barang dan jasa Pemerintah, disertai
Barang digunakan untuk mendukung perkembangan dengan langkah penghematan serta efisiensi pada
jumlah dan jenis kegiatan yang membutuhkan dukungan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai antisipasi
pembiayaan operasional dan pemeliharaan (sekitar melonjaknya kebutuhan pembayaran subsidi energi.
separuh dari anggaran Belanja Barang), penanganan Di tingkat daerah, realisasi Belanja untuk Daerah relatif
pascabanjir, dan pengadaan vaksin flu burung. Untuk sesuai target walaupun dibayangi oleh pembayaran Dana
investasi, anggaran infrastruktur meningkat dari sekitar Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Otonomi Khusus dan
Rp32,2 triliun pada tahun 2006 menjadi sekitar Rp43,8 Penyesuaian (DOKP) yang di bawah target.
triliun pada tahun 2007 12 yang, antara lain, digunakan untuk percepatan pembangunan banjir kanal timur dan Secara umum, kenaikan Belanja Pemerintah Pusat
banjir kanal barat dalam rangka penanggulangan banjir di dipengaruhi oleh faktor kebijakan. Belanja Pemerintah
wilayah Jabodetabek, pembangunan Bandara Kuala Namu Pusat meningkat sekitar 14% dengan peningkatan terjadi
di Medan, dan pengembangan Bandara Hasanudin di Makassar.
9 Beberapa butir penting dalam Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden No. 79 Tahun 2006 menyebutkan kementrian
Di bidang subsidi, selain kenaikan subsidi energi, berbagai
dan lembaga negara serta Pemerintah Daerah dan Pimpinan BUMN dan BUMD dapat mengadakan proses pengadaan barang/jasa
subsidi lainnya juga mengalami peningkatan. Subsidi
sebelum dokumen anggaran disahkan sepanjang anggaran untuk
pangan meningkat akibat bertambahnya jumlah sasaran
kegiatan yang bersangkutan telah dialokasikan, dengan ketentuan menerbitkan surat penunjukan penyediaan barang/jasa (SPPBJ) dan
10 Peraturan Dirjen Perbendaharaan No.33/PB/2007 tanggal 13 Juni penandatangan kontrak pengadaan barang/jasa dilakukan setelah
2007 tentang Pemberian Gaji/penisun/tunjangan bulan ke-13 dokumen anggaran untuk kegiatan/proyek disahkan. Selain itu, PP
tahun anggaran 2007 kepada Pegawai Negeri, Pejabat Negara dan juga mengatur tentang pengunduran kewajiban sertifikasi bagi pejabat
Penerima Pensiun/Tunjangan.
pembuat komitmen dan dimungkinkannya penunjukkan langsung 11 Sumber: Nota Keuangan APBN 2008. untuk pekerjaan lelang sampai dengan Rp50 juta.
12 Sumber: Kantor Menko Perekonomian, Desember 2007.
119
120
rumah tangga miskin (RTM) penerima subsidi dari 10,8 juta RTM pada tahun 2006 menjadi 15,8 juta RTM pada tahun 2007. Subsidi pupuk naik sebagai akibat dari naiknya harga eceran tertinggi (HET) pupuk per Januari 2007. Kenaikan HET pupuk tersebut terkait dengan program nasional untuk meningkatkan produksi beras menjadi dua juta ton yang memerlukan tambahan pupuk bersubsidi sekitar 800 ribu ton. Subsidi bunga kredit program meningkat untuk mendukung program Pemerintah meningkatkan volume pembangunan rumah bersubsidi dan program subsidi energi nabati serta revitalisasi perkebunan. Untuk menjamin keberlangsungan program bantuan kepada masyarakat yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, Pemerintah meningkatkan anggaran Bantuan Sosial. Peningkatan anggaran tersebut digunakan untuk program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Beasiswa Khusus Murid (BKM) untuk bidang pendidikan, pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta kelas III yang ditunjuk, serta uji coba proyek Bantuan Langsung Tunai bersyarat di bidang kesehatan dan pendidikan. Sementara itu, realisasi Belanja Lainnya lebih rendah dari tahun 2006, terutama karena sudah tidak adanya lagi program Bantuan Langsung Tunai pada tahun 2007. Anggaran Belanja Lainnya mencakup dana untuk policy measures, gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan, kegiatan yang belum dianggarkan, dan untuk rehabilitasi serta rekonstruksi Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Kebijakan mempertahankan pemberian subsidi di tengah gejolak eksternal menyebabkan realisasi Belanja Pemerintah Pusat di atas target. Penyerapan dan kenaikan Belanja Pemerintah Pusat yang di atas target, terutama didorong oleh pembayaran Subsidi, khususnya
Subsidi BBM dan Subsidi Listrik. Kenaikan Subsidi BBM didorong oleh disparitas yang semakin tinggi antara harga BBM yang ditetapkan Pemerintah dengan harga keekonomiannya serta realisasi konsumsi BBM bersubsidi yang melebihi kuota, yaitu dari 36 juta kilo liter menjadi sekitar 38 juta kilo liter (Grafik 8.7). Peningkatan konsumsi BBM bersubsidi tersebut juga terkait dengan lambatnya realisasi program konversi energi dari minyak tanah ke LPG yang terealisasi hanya sebesar 20.638 kilo liter atau 6% dari target. Sementara itu, kenaikan subsidi listrik juga dipengaruhi oleh disparitas yang semakin tinggi antara Tarif Dasar Listrik yang telah ditetapkan Pemerintah dengan biaya produksi yang terus meningkat. Kenaikan biaya produksi listrik disebabkan oleh naiknya harga BBM, naiknya porsi penggunaan BBM dalam bauran bahan bakar yang digunakan dan naiknya harga jual BBM dari Pertamina karena kenaikan marjin penjualan (alpha) dari 6,5% menjadi 9,5%, serta kenaikan penjualan listrik ke masyarakat dari rencana awal. Komitmen mempertahankan subsidi itu mengindikasikan peran Pemerintah dalam menjaga stabilitas perekonomian atau
bersifat countercyclical 13 . Di tingkat daerah, transfer Belanja untuk Daerah terus
meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan negara dan meningkatnya kebutuhan infrastruktur. Secara umum kebijakan Belanja untuk Daerah diarahkan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah dan antardaerah, mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah, mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro, meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi pendapatan asli daerah,
13 Sejalan dengan hasil penelitian “Fiscal and Monetary Interaction in Indonesia” (Hermawan, Munro, 2007).
Grafik 8.7 Disparitas Harga BBM Bersubsidi dan Nonsubsidi Tahun 2007
Harga Nonsubsidi Harga Subsidi
Rp/liter
Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan 07 Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Premium
Minyak Tanah
Solar
Sumber: Pertamina, diolah
meningkatkan efisiensi sumber daya nasional, dan beberapa BUMN sekitar Rp2,7 triliun, melebihi targetnya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas alokasi
sebesar Rp1,3 triliun. Dengan demikian, privatisasi neto Belanja Untuk Daerah. Realisasi Belanja Untuk Daerah
diperoleh sekitar Rp0,3 triliun, di bawah target sebesar pada tahun 2007 relatif stabil dibandingkan dengan
Rp2 triliun. Sementara itu, dari program restrukturisasi realisasi pada tahun 2006 yaitu sekitar 6,7%-6,8% dari
perbankan, PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) PDB. Seluruh komponen Anggaran Belanja untuk Daerah
menyetorkan sekitar Rp2,4 triliun, melebihi target APBN-P meningkat kecuali Dana Bagi Hasil (DBH) seiring dengan
2007 sebesar Rp1,7 triliun. Di sisi eksternal, pola historis penurunan penerimaan migas yang disebabkan oleh
masih terjadi dengan penarikan pinjaman luar negeri turunnya lifting minyak domestik. Kenaikan Dana Alokasi
yang hanya mencapai sekitar 81% dari target APBN-P Umum (DAU) sejalan dengan peningkatan pendapatan
karena tidak terpenuhinya policy matrix. Sumber utama dalam negeri neto. Kenaikan DAK sejalan dengan semakin
pinjaman luar negeri masih berasal dari World Bank dan besarnya pengalihan dana dekonsentrasi dan tugas
ADB yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembantuan dan ditampungnya kekurangan pembayaran
pembangunan hampir seluruh sektor perekonomian. DAK tahun 2005. Sedangkan kenaikan DOKP disebabkan
Sementara itu, pembayaran cicilan pokok dilaksanakan oleh dialokasikannya dana penyesuaian infrastruktur.
tepat waktu sehingga neto penarikan pinjaman luar negeri Alokasi DAK sekitar 30% masing-masing digunakan untuk
di bawah targetnya. Dengan realisasi neto penerbitan bidang pendidikan dan infrastruktur, sekitar 20% untuk
SBN yang melebihi target, sedangkan realisasi defisit lebih kesehatan dan sisanya untuk prasarana pemerintah,
rendah dari target, posisi rekening pemerintah di Bank bidang kelautan dan perikanan, pertanian dan lingkungan
Indonesia mengalami sedikit peningkatan setelah dalam hidup. Realisasi DAK dan DOKP di bawah target, antara
APBN-P 2007 diprakirakan akan mengalami penurunan lain, karena keterlambatan penetapan APBD yang
karena digunakan untuk membiayai defisit. Seperti halnya pada gilirannya menyebabkan keterlambatan dalam
dua tahun terakhir, kebijakan di sisi pembiayaan juga pelaksanaan kegiatan dan penyerapan dana.
ditandai oleh pengeluaran pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur melalui Public Private Partnership (PPP)
Pembiayaan Defisit
sekitar Rp2 triliun.
Realisasi pembiayaan defisit APBN tahun 2007 relatif sesuai dengan target, terutama yang bersumber
Strategi pembiayaan tersebut memungkinkan dari dalam negeri. Tiga langkah strategi pembiayaan
berlanjutnya tren penurunan rasio stok utang Pemerintah mencakup peningkatan pemanfaatan sumber-sumber
terhadap PDB. Realisasi neto penerbitan SBN dan neto pembiayaan dalam negeri, penurunan stok utang
pembayaran pinjaman luar negeri tersebut menyebabkan dan rasionya terhadap PDB secara bertahap, dan
rasio stok utang Pemerintah masih mengalami penurunan pemenuhan kewajiban pembayaran utang secara tepat
dan mencapai sekitar 35% dari PDB, menurun dari rasio waktu. Implementasi ketiga strategi tersebut terlaksana
pada tahun 2006 sebesar 39% dari PDB. Penurunan dengan lancar sehingga target sumber pembiayaan
tersebut disumbang oleh jumlah pinjaman luar negeri defisit terutama yang bersumber dari dalam negeri dapat
yang menurun dari sekitar 18% dari PDB pada tahun terpenuhi dan pembayaran utang telah dilakukan tepat
2006 menjadi sekitar 16% dari PDB pada tahun 2007 waktu. Sampai dengan akhir Desember 2007 jumlah
dan pinjaman dalam negeri menurun dari 21% dari PDB SBN rupiah dan valas yang telah diterbitkan mencapai
pada tahun 2006 menjadi 19% dari PDB pada tahun Rp99,8 triliun 14 . Setelah memperhitungkan SUN yang jatuh
2007. Dilihat dari pangsanya, pinjaman dalam negeri tempo, buyback SUN dan pelunasan sebagian pokok
dan luar negeri stabil, yaitu masing-masing 53% dan kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia (SRBI-01)
47% dari total utang Pemerintah. Kondisi itu sejalan sekitar Rp13,7 triliun, neto penerbitan SBN mencapai
dengan strategi utang Pemerintah jangka panjang yang Rp57,1 triliun, sedikit di bawah target APBN-P 2007
diarahkan pada utang dalam negeri secara bertahap sebesar Rp58,5 triliun. Dari sisi penjualan aset, realisasi
terutama untuk menghindari risiko nilai tukar. Tahun 2007 program privatisasi sampai dengan bulan Desember
ditandai pula oleh pembubaran CGI pada Januari 2007 terjadi di bawah target, sedangkan target dari penjualan
untuk meningkatkan otonomi Indonesia dalam negosiasi aset perbankan dari PT Perusahaan Pengelola Aset
pinjaman bilateral sehingga menghasilkan persyaratan (PT PPA) sesuai target. Pada tahun 2007, Pemerintah
pinjaman yang lebih menguntungkan. Di samping itu, mendapatkan dana dari program privatisasi BUMN
searah dengan strategi pembiayaan anggaran yang sekitar Rp3 triliun, sedikit di bawah target APBN-P 2007
ditujukan pada penurunan risiko utang Pemerintah sebesar Rp3,3 triliun. Di bulan Desember juga dilakukan
(refinance risks), sepanjang tahun 2007 Pemerintah pembayaran Penyertaan Modal Negara (PMN) pada
kembali melakukan program pembelian kembali (buyback) SUN dan menukarkan (debt switching) SUN jangka
14 Sumber: Bank Indonesia.
Tabel 8.2 Ringkasan Hasil Penerbitan Surat Berharga Negara Sepanjang Tahun 2007
SUN
Tanggal penerbitan 23-Jan 22-Feb
20-Sep 25-Sep 30-Okt 20-Nov 4-Des Seri
20-Mar
17-Apr 24-Mei
FR047, FR047, ZC003 FR027;
FR048 FR048 ZC004 Target Indikatif (triliun
6,3; 3,1; 4,0 2,2 6,2; 4,5 (triliun Rp)
Jumlah Penawaran 20,0
11,1 Jumlah Penerbitan
3,0 3,5; 3,5 0,9; 0,1 1,5 4,1; - (triliun Rp) Kupon (%)
Yield RRT (%) 10,48
9,39 9,45 Jatuh Tempo
Obligasi Valas
Tanggal penerbitan
25-Jul 7-Feb Seri
SPN2008052801 INDO 37 Target Indikatif (triliun Rp/miliar $)
n.a. n.a. Jumlah Penawaran (triliun Rp/miliar $)
2,7 5,0 Jumlah Penerbitan (triliun Rp/miliar $)
– 6,63 Yield RRT (%)
8,46 6,75 Jatuh Tempo
5/28/08 2/7/37 pendek dengan SUN jangka panjang yang dimiliki
Pemerintah untuk dapat menerbitkan SBN dalam tenor investor melalui mekanisme lelang. Program buyback
yang lebih pendek dalam rangka pengembangan pasar SUN dilakukan pada SUN yang akan jatuh tempo pada
SBN dan peningkatan kepercayaan investor dan pelaku tahun 2008-2012 senilai sekitar Rp2,9 triliun, sedangkan
pasar lainnya terhadap kemampuan Pemerintah dalam program debt switching dilakukan dengan menata kembali
mengelola portofolio utangnya.
profil jatuh tempo SUN dari yang akan jatuh tempo tahun 2007-2012 menjadi tahun 2018-2025 sekitar Rp16
Keberhasilan pemenuhan target pembiayaan melalui triliun. Program itu kembali memberi ruang gerak bagi
penerbitan SBN didukung oleh kondisi ekonomi makro
2 tahun 6 tahun
3 tahun 7 tahun
10 tahun
13 tahun
Sumber: Bloomberg
Sumber: CEIC
Grafik 8.8 Grafik 8.9 Perkembangan Yield SUN
Perkembangan Yield Obligasi Valas
persen, PDB
Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah
Total
Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 8.10 Grafik 8.11 Perkembangan Konsumsi Pemerintah
Perkembangan Investasi Pemerintah
yang positif. Sebagaimana tahun 2006, pada tahun 2007 memasuki triwulan III-2007 juga lebih disebabkan oleh Pemerintah kembali menghadapi kondisi oversubscribe
dampak krisis subprime mortgage yang kemudian pada hampir setiap kali lelang SBN dilakukan. Kondisi
mengalami perbaikan (Grafik 8.8 dan Grafik 8.9). tersebut mencerminkan masih tingginya kepercayaan pelaku pasar terhadap kebijakan makroekonomi dan
Implikasi terhadap Sektor Riil dan Sektor prospek kesinambungan fiskal yang didukung oleh tingkat
Moneter
imbal hasil yang menarik (Tabel 8.2). Di sisi internasional, Arah kebijakan fiskal untuk menjaga kesinambungan minat investor asing yang masih tinggi didukung oleh
fiskal dengan tetap memberikan stimulus fiskal masih masih besarnya ekses likuiditas global seiring tingginya
dapat dilakukan pada tahun 2007 walaupun dengan laju harga minyak dunia serta masih tingginya ekspektasi
yang melambat. Perlambatan konsumsi dan investasi spread imbal hasil SBN. Selama tahun 2007, Pemerintah
Pemerintah disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan melakukan lelang berbagai jenis SBN sebanyak 20 kali
Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal dan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang dilakukan
DAU serta menurunnya Belanja Lainnya dan DBH (Grafik sejak bulan Januari (frontloading). SBN yang diterbitkan
8.10 dan Grafik 8.11). Perlambatan tersebut lebih besar lebih bervariasi dari tahun-tahun sebelumnya untuk
dari yang ditargetkan dalam APBN-P karena penyerapan mencakup berbagai jenis investor. Pada tahun ini, SBN
beberapa belanja yang di bawah target APBN-P 2007. seri Zero Coupon dan Surat Perbendaharaan Negara
Sementara itu transfer ke sektor riil, yang terdiri dari (SPN) pertama kali diterbitkan untuk melengkapi lelang
Subsidi, Bantuan Sosial dan Bunga Utang Dalam Negeri seri SUN, ORI dan obligasi valas. Dengan perkembangan
mengalami peningkatan, terutama didorong oleh kenaikan tersebut, posisi SBN di akhir tahun 2007 mencapai
pembayaran Subsidi (Grafik 8.12). Realisasi pembayaran Rp477,7 triliun dengan komposisi 57,7% seri Fixed Rate,
Subsidi tersebut juga menyebabkan pembayaran transfer 35,3% seri Variable Rate, 4,0% seri Obligasi Negara
tahun 2007 melebihi target. Dengan perkembangan Ritel (ORI), 2,2% seri Zero Coupon dan 0,9% seri SPN.
tersebut, indikator fiscal impulse 15 (Grafik 8.13) Strategi frontloading tersebut menyebabkan realisasi neto penerbitan SBN sampai dengan triwulan III-2007 telah
15 Indikator Fiscal Impulse (FI) dihitung dengan membandingkan nilai
mencapai sekitar 90% dari targetnya sehingga relatif tidak aktual defisit dengan defisit potensial (structural balance) yang secara
konseptual seharusnya terjadi. Perhitungan indikator FI ini mengikuti
terganggu oleh kondisi pasar keuangan yang sempat
Model Chand (1992) yang memasukkan beberapa indikator ekonomi
terkena dampak gejolak subprime mortgage di Amerika
makro dalam perhitungan FI, seperti MPC, sensitivitas pajak terhadap pertumbuhan ekonomi dan multiplier dari pengeluaran Pemerintah.
Serikat. Kepercayaan pelaku pasar pada ketahanan fiskal
Jika nilai aktual defisit melebihi defisit potensial maka dikatakan
juga sudah semakin meningkat seperti tercermin dari
impulse fiskal bersifat ekspansif pada pertumbuhan ekonomi. Threshold dari nilai FI adalah kontraktif terhadap pertumbuhan
perkembangan yield SUN dan obligasi valas yang relatif
ekonomi apabila FI < 2% PDB, ekspansif apabila FI > 2% PDB
stabil meskipun harga minyak mentah terus meningkat
dan netral bila -2% PDB < FI < 2% PDB. Defisit fiskal ini hanya
sejak triwulan I-2007. Yield yang sempat meningkat memperhitungkan komponen APBN domestik dan mengeluarkan
komponen luar negeri seperti penerimaan migas dan pembayaran bunga utang luar negeri.
persen, PDB
Pembayaran Transfer
FI_CHAND_WA
Sumber: Departemen Keuangan (diolah)
Grafik 8.12 Grafik 8.13 Perkembangan Transfer ke Sektor Riil
Indikator Fiscal Impulse
mengindikasikan operasi keuangan Pemerintah masih proyek, DBH dan berbagai subsidi. Dengan ekspansi bersifat ekspansif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Desember 2007 tersebut, secara keseluruhan tahun Di sisi moneter, searah dengan defisit anggaran, operasi
operasi keuangan Pemerintah berdampak ekspansif keuangan Pemerintah mencatat ekspansi rupiah selama
sebesar Rp66,9 triliun (Grafik 8.14). Jumlah ekspansi tahun 2007. Seiring dengan surplus anggaran selama
tersebut menurun dibandingkan dengan ekspansi rupiah Januari-November 2007 ditambah frontloading dalam
tahun 2006 yang mencapai sekitar Rp100 triliun dengan penerbitan SBN, maka operasi keuangan Pemerintah
defisit yang lebih rendah. Ekspansi rupiah yang lebih terus berdampak kontraktif pada uang primer. Namun
rendah tersebut dimungkinkan karena penggunaan di bulan Desember 2007 terjadi ekspansi rupiah dalam
utang domestik yang lebih besar dan penggunaan jumlah besar terutama untuk pembayaran termin
rekening Pemerintah di Bank Indonesia yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu.
ekspansi (miliar Rp) akumulasi (miliar Rp) 36.000
-12.000 -20.000 -40.000
-24.000 1-28 Des 2007 = Ekspansi Rp68,7T
-60.000 Jan-28 Des = Ekspansi Rp66,9T
-36.000 -80.000 Jan
Akumulai Ekspansi (-) / Kontraksi (+) (RHS) Ekspansi (-) / Kontraksi (+) Harian
Grafik 8.14 Dampak Rupiah Operasi Keuangan Pemerintah
Bab 9
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
126
Salah satu aspek penting untuk dicatat terkait dengan kinerja perbankan sampai akhir tahun 2007 adalah kenyataan bahwa stabilitas sistem perbankan Indonesia pascakrisis telah jauh lebih baik dibandingkan dengan sebelum krisis. Hal itu dapat dilihat baik dari pelaksanaan intermediasi maupun dari kondisi ketahanan. Pencapaian tersebut terjadi sejalan dengan stabilnya kondisi perekonomian dan didorong pula oleh berbagai kebijakan untuk meningkatkan fungsi intermediasi dan memperkuat ketahanan perbankan. Dari aspek intermediasi, pencapaian tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit tahun 2007 yang melampaui target yang ditetapkan pada awal tahun. Sementara itu, perbaikan ketahanan terlihat dari tetap stabilnya kondisi perbankan yang, antara lain, tercermin dari tingginya permodalan yang dimiliki dan menurunnya non-performing loan (NPL). Krisis subprime mortgage yang memengaruhi perbankan di berbagai negara, sejauh ini berdampak minimal terhadap perbankan nasional. Hal lain yang menggembirakan adalah kinerja perbankan syariah yang semakin baik, seperti tercermin pada perluasan jaringan pelayanan, pertumbuhan penghimpunan dana, dan pembiayaan yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Di sisi lembaga keuangan bukan bank, pasar modal menunjukkan peningkatan kinerja yang signifikan yang ditunjukkan oleh peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sangat tajam. Tren peningkatan juga terjadi pada pasar obligasi, reksadana, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, dan dana pensiun.