Implementasi Program Jangka Pendek-Menengah
Implementasi Program Jangka Pendek-Menengah
Beberapa kebijakan jangka pendek-menengah yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia pada tahun 2007 sebagai berikut.
a. Penyediaan data dan informasi bisnis untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil. Dalam hal tersebut Bank Indonesia menyediakan Database Perekonomian Nasional sekaligus sebagai Pusat Informasi Kajian-kajian Ekonomi yang diluncurkan pada Juli 2007.
b. Memfasilitasi proses merger untuk mendukung program konsolidasi perbankan, khususnya untuk pemenuhan modal minimum.
c. Perubahan isi ketentuan dan penegasan atas penafsiran beberapa ketentuan yang pernah dikeluarkan. Kebijakan tersebut lebih menitikberatkan pada kemampuan risk management perbankan dalam proses pemberian dan penilaian kredit dibandingkan dengan pemenuhan berbagai persyaratan. Berbagai persyaratan penilaian kolektibilitas yang saat ini dirasakan memberatkan dapat dikesampingkan
Tabel 9.6 Indikator Kinerja BPR
Jumlah BPR 2.141
Total Aset (miliar Rp) 12.635 16.707 20.393 23.045 27.741 DPK (miliar Rp)
8.868 11.161 13.178 15.771 18.719 Kredit (miliar Rp)
8.985 12.149 14.654 16.948 20.540 LDR (Kredit/DPK, %)
101,32 108,85 111,20 107,46 109,73 NPL Gross (%)
7,96
7,59
7,97
9,73
7,98
CAR (%) -
19,34
19,50
23,38
sepanjang perbankan memahami benar exposure
Implementasi Program Jangka Panjang
risiko yang dimilikinya dan siap dengan berbagai Program jangka panjang sektor perbankan tertuang dalam langkah mitigasi yang diperlukan.
Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Implementasi Pilar
1 API dalam tahun laporan memasuki tahap persiapan
d. Pengaturan tenaga kerja asing (TKA) di perbankan final. Pencapaian untuk Pilar 1 API pada tahun 2007 untuk meningkatkan kompetensi dan kesempatan
meliputi: (i) keberhasilan dalam pemenuhan persyaratan bagi tenaga kerja domestik. Penggunaan TKA pada
modal inti minimum sebesar Rp80 miliar; (ii) peningkatan level middle management dibatasi, yaitu dua tingkat
linkage program antara bank umum dan BPR yang di bawah direksi, kecuali untuk bidang-bidang yang
mencapai lebih dari 1.000 BPR dengan total plafon dapat dibuktikan memang tidak mampu diisi oleh
kredit sebesar Rp3,3 triliun dan penjajagan kerja sama tenaga kerja domestik dan dibatasi untuk jangka
bank umum dengan koperasi dengan total plafon kredit waktu maksimal 3 tahun.
sebesar Rp576 miliar; dan (iii) penyempurnaan skim penjaminan kredit yang ditujukan untuk meningkatkan
e. Pengembangan pasar keuangan domestik dan akses kredit pada sektor MKM yang kurang mampu untuk perluasan instrumennya secara aktif, seperti: (i)
menyediakan agunan (feasible tetapi belum bankable). menerbitkan aturan untuk mendukung penerbitan SPN; (ii) mendorong perluasan pasar SBI yang
Untuk meningkatkan kualitas pengaturan perbankan berjangka lebih panjang; (iii) menyediakan regulatory
(Pilar 2) telah dibentuk lembaga riset perbankan daerah. environment yang efektif bagi pengembangan produk
Selama tahun 2007, telah terbentuk empat lembaga riset dan pasar yang lebih luas, mencakup medium term
perbankan daerah yang melibatkan empat universitas, notes, corporate bonds, dan commercial papers;
yakni Universitas Brawijaya, Universitas Sumatera dan (iv) memberi peluang yang lebih besar bagi
Utara, Universitas Hasanudin dan Universitas Andalas. kegiatan-kegiatan yang terkait dengan sekuritisasi
Hasil kajian dari masing-masing lembaga tersebut akan aset, universal banking, dan pengembangan instrumen
dijadikan masukan bagi rumusan kebijakan peningkatan keuangan berbasis syariah.
intermediasi di daerah.
f. Pengembangan industri BPR yang diarahkan pada Upaya peningkatan fungsi pengawasan (Pilar 3) dicapai peningkatan daya saing, memperluas jangkauan
melalui reorganisasi sektor perbankan di Bank Indonesia pelayanan, dan peningkatan pembiayaan BPR kepada
dan penyempurnaan sistem pengawasan berbasis sektor MKM. Kebijakan tersebut ditempuh melalui:
risiko. Hasil konsolidasi internal satker pengawasan (i) penyempurnaan pengaturan BPR; (ii) peningkatan
bank mencakup pembentukan kelompok pengawas efektivitas pengawasan melalui implementasi Sistem
spesialis, liaison officer, dan pengalihan perizinan jaringan Informasi Pengawasan BPR dan pelaporan BPR
kantor bank. Sementara itu, untuk mendukung sistem secara on line; (iii) penguatan kelembagaan BPR
pengawasan yang berbasis risiko, telah disusun draft (institutional building) dengan melanjutkan kebijakan
pedoman loan sampling dan penyempurnaan mekanisme restrukturisasi industri BPR; (iv) peningkatan kapasitas
judgement pada aplikasi Sistem Pengawasan (SIMWAS). BPR dengan mendorong implementasi Program
Selain itu, juga telah diselesaikan kajian Blue Print Sistem Sertifikasi Profesional (CERTIF) bagi direktur BPR,
Pengawasan Bank yang memuat identifikasi permasalahan pemberian bantuan teknis bagi SDM BPR setingkat
dalam sistem pengawasan bank dan rekomendasi manajer untuk meningkatkan kompetensi teknis,
penyempurnaan yang meliputi penyempurnaan kerangka dan penyelenggaraan workshop pembiayaan BPR
pengaturan, kerangka pengawasan, dan manajemen ke sektor produktif; (v) melanjutkan program Apex 2 sumber daya pengawasan.
yang diarahkan pada pemantauan terhadap Apex yang telah beroperasi secara regional dan persiapan
Sertifikasi manajemen risiko dan good corporate pembentukan Apex yang beroperasi dalam skala
governance (GCG) terus digalakkan untuk meningkatkan nasional; (vi) penelitian penyebab NPL di BPR;
kualitas manajemen dan operasional perbankan (Pilar 4). (vii) penelitian tingkat efisiensi BPR yang hasilnya
Sepanjang tahun 2007 telah dilaksanakan ujian sertifikasi digunakan untuk meningkatkan efisiensi BPR agar
manajemen risiko yang diikuti oleh 12.865 peserta ujian suku bunga kredit yang dikenakan menjadi lebih
level 1 (lulus 9.024 peserta), 4.267 peserta ujian level rendah; dan (viii) penelitian kredit usaha produktif tanpa
2 (lulus 1.874 peserta), dan 829 ujian level 3 (lulus 416 jaminan fisik bagi BPR.
peserta). Sementara itu, untuk mendukung implementasi GCG, telah dilakukan pembahasan penerapan GCG
2 Lembaga pelindung atau penyangga dana bagi BPR jika mengalami
yang ideal bagi perbankan yang melibatkan bank-bank,
kesulitan likuiditas karena mismatch.
identifikasi peraturan pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam rangka pengembangan UMKM; (ii) identifikasi
Pengembangan infrastruktur perbankan (Pilar 5) dan pengembangan produk unggulan sektor UMKM; (iii) difokuskan pada pengembangan Credit Bureau. Pada
identifikasi pola pembiayaan usaha (lending model) yang tahun 2007 dilakukan pembahasan draft final road map
berpotensi untuk dikembangkan; dan (iv) penyediaan pengembangan Credit Bureau. Di samping itu, juga
database UMKM yang potensial untuk dibiayai oleh bank dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara
yang akan didiseminasikan melalui website. Hasil-hasil Bapepam-LK dan Bank Indonesia tentang kerja sama
penelitian tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan Sistem Informasi Debitur (SID) terhadap
pengambilan kebijakan dan strategi pengembangan sektor lembaga pembiayaan.
UMKM, serta pemberian rekomendasi kepada pemerintah, khususnya pemerintah daerah.
Untuk program peningkatan perlindungan nasabah (Pilar 6), difokuskan pada penyempurnaan mekanisme
Perkembangan Perbankan Syariah pengaduan, mediasi, dan edukasi masyarakat. Pada
Peran perbankan syariah dalam mendukung tahun laporan, Bank Indonesia telah menyusun program
perekonomian nasional terus meningkat. Meskipun otomasi pelaporan pengaduan nasabah secara on-line ke
pertumbuhan perbankan syariah sempat mengalami Bank Indonesia dan direncanakan dapat digunakan pada
penurunan pada triwulan kedua akibat dampak lanjutan awal tahun 2008. Selain itu, fungsi mediasi perbankan
kenaikan BBM pada sebagian golongan masyarakat, yang dilaksanakan Bank Indonesia akan berakhir pada
secara keseluruhan pertumbuhan perbankan syariah tanggal 31 Desember 2007 dan akan dilanjutkan oleh
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun lembaga mediasi perbankan yang dibentuk oleh asosiasi
sebelumnya. Kinerja industri perbankan syariah pada perbankan. Namun berhubung asosiasi perbankan belum
tahun laporan baik dalam penghimpunan dana maupun siap mengambil alih tugas mediasi maka fungsi mediasi
pembiayaan meningkat sehingga semakin berperan dalam perbankan tetap dilakukan oleh Bank Indonesia sampai
kegiatan ekonomi nasional.
asosiasi perbankan siap. Sementara itu, program edukasi masyarakat dilakukan oleh Bank Indonesia bersama-
Kinerja Perbankan Syariah
sama dengan Pokja Edukasi Perbankan melalui kegiatan Sepanjang tahun 2007 jaringan kantor perbankan kampanye nasional edukasi perbankan mulai bulan
syariah mengalami peningkatan yang cukup signifkan. November 2007.
Hal itu ditandai dengan berdirinya 9 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), pembentukan 6 Unit Usaha
Kebijakan Kredit UMKM
Syariah (UUS), dan penambahan jaringan kantor cabang Bank Indonesia secara konsisten mendukung
(termasuk kantor kas, kantor cabang pembantu dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah
unit pelayanan syariah) sebanyak 66 kantor (Tabel 9.7). (UMKM). Upaya pengembangan UMKM pada tahun
Selain itu, kebijakan pembukaan layanan syariah (office laporan mencakup bantuan teknis, penyediaan informasi,
channeling) juga memberikan dukungan yang berarti dan kegiatan penelitian. Bantuan teknis dilakukan dalam
dalam mendorong berkembangnya volume usaha industri bentuk pelatihan kepada perbankan dan Business
perbankan syariah. Hal itu ditunjukkan oleh jumlah Development Service Provider (BDSP), serta program
layanan syariah yang meningkat hampir tiga kali lipat Pilot Project Pengembangan UMKM. Pilot project tersebut
dari 456 kantor menjadi 1.195 kantor pada akhir tahun dilakukan dengan pendekatan klaster yang merupakan
2007. Penyebaran jaringan kantor bank syariah juga pendekatan strategis dalam hubungan industri dari hulu
telah menjangkau masyarakat di lebih dari 70 kabupaten/ sampai hilir yang berbasis komoditas unggulan dan telah
kota di 31 provinsi. Perkembangan jaringan kantor diterapkan pada beberapa jenis produk unggulan di 6
mengindikasikan tingginya kebutuhan atau permintaan wilayah. 3 Sementara itu, penyediaan informasi utamanya
masyarakat terhadap jasa pelayanan keuangan dilakukan melalui bazar intermediasi, seminar, talk show,
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. sosialisasi, dan uploading Sistem Informasi Pola Usaha Kecil (SIPUK) ke dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia
Perkembangan perbankan syariah sepanjang tahun 2007 (DIBI). Adapun kegiatan penelitian yang telah dilakukan
cukup menggembirakan yang ditunjukkan oleh beberapa indikator kinerja utama. Peningkatan kinerja tersebut tidak
3 Kabupaten Serdang Badagai (opak/ubi kayu), Kabupaten Pandeglang
terlepas dari perluasan jaringan pelayanan perbankan
(emping melinjo), Kabupaten Bandung (paprika), Kabupaten Sukoharjo
syariah pada tahun laporan sehingga memudahkan dalam
(mebel rotan), Kabupaten Mojokerto (alas kaki), dan Kabupaten Lombok Tengah (rumput laut).
penghimpunan dana maupun pembiayaan. Penghimpunan
134
135
bergeser ke jenis simpanan yang berbasis mudharabah. Pertumbuhan giro wadiah turun signifikan dari 67% pada tahun 2006 menjadi sebesar 9,8% pada tahun 2007. Sementara itu, pertumbuhan deposito mudharabah meningkat tajam dari 18,1% menjadi 36,4%. Melambatnya pertumbuhan giro wadiah tersebut membuat pangsanya terhadap total DPK mengalami penurunan dari 16,5% menjadi 13,4%, sebaliknya pangsa simpanan mudharabah mengalami peningkatan (Tabel 9.8). Dilihat dari jangka waktu, struktur simpanan deposito mudharabah juga mengalami pergeseran ke arah jangka waktu yang lebih panjang.
Komposisi DPK yang didominasi oleh dana investasi dapat menurunkan potensi risiko likuiditas perbankan syariah. Potensi risiko likuiditas terutama bersumber dari fluktuasi dana kelompok deposan korporasi, yang umumnya masih sensitif terhadap daya saing nilai bagi hasil yang ditawarkan. Nilai simpanan kelompok deposan korporasi tersebut sangat besar (44,4% dari total DPK) meskipun dari segi jumlah nasabah atau rekening sangat kecil (2,3%).
DPK tumbuh sebesar 35,5%, sedangkan pembiayaan yang disalurkan (PYD) tumbuh sebesar 36,7% (Grafik 9.5). Akselerasi pertumbuhan PYD yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK tersebut mendorong peningkatan financing to deposit ratio (FDR) perbankan syariah dari 98,9% menjadi 99,8%. Pencapaian tersebut berhasil mendorong kenaikan volume usaha industri perbankan syariah sebesar Rp9,8 triliun atau tumbuh 36,7% dari tahun sebelumnya menjadi Rp36,5 triliun. Peningkatan tersebut memperbesar pangsa aset perbankan syariah terhadap perbankan nasional dari 1,6% pada akhir tahun 2006 menjadi 1,8% pada akhir tahun 2007.
Perkembangan DPK perbankan syariah pada tahun 2007 didorong oleh peningkatan jumlah nasabah. Perluasan jaringan pelayanan perbankan syariah berhasil menarik nasabah baru dalam jumlah yang signifikan. Sepanjang tahun 2007 terjadi peningkatan jumlah rekening sebanyak 853.377 yang berasal dari nasabah individu sebanyak 97,7% dan nasabah korporasi sebanyak 2,3%. Peningkatan DPK juga didorong oleh kompetitifnya nilai bagi hasil yang diberikan sehingga memengaruhi minat masyarakat untuk menyimpan dananya di perbankan syariah. DPK perbankan syariah meningkat Rp7,3 triliun (35,3%) dari posisi tahun sebelumnya menjadi sebesar Rp28,0 triliun. Pencapaian tersebut menyebabkan pangsa DPK perbankan syariah terhadap perbankan nasional meningkat dari 1,6% pada akhir tahun 2006 menjadi 1,9% pada akhir tahun 2007.
Struktur DPK perbankan syariah masih didominasi oleh simpanan mudharabah (investasi). Berbeda dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan DPK perbankan syariah
Tabel 9.7 Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) 2 3 3 3 3 Unit Usaha Syariah (UUS)
8 15 19 20 26 BPR Syariah
84 88 92 105 114 Kantor BUS & UUS
253
355 458 531 597 Kantor Layanan Syariah
– – 456 1.195
Grafik 9.5 Pertumbuhan Aset, DPK, PYD, dan FDR Perbankan Syariah
I 2006-III
2006-I
V 2007-I
2007-I
I 2007-III
2007-I
Total Aset (LHS) PYD
miliar Rp
140 120 100 80 60 40 20
persen, yoy
DPK FDR
Tabel 9.8 Komposisi Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
Keterangan
Jumlah (miliar Rp)
Giro Wadiah 2.045 3.416
16,52 13,39 Tabungan Mudharabah
31,11 33,75 Deposito Mudharabah
52,37 52,86 Total DPK
15.582 20.672
28.012
32,66
35,50
100,00 100,00
136
Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah tetap berjalan secara optimal. Pembiayaan yang disalurkan (PYD) perbankan syariah pada tahun 2007 meningkat sebesar Rp7,5 triliun atau tumbuh 36,7% menjadi sebesar Rp27,9 triliun sehingga pangsa pembiayaan perbankan syariah terhadap kredit perbankan nasional meningkat menjadi 2,7%. Pertumbuhan PYD tersebut jauh di atas pertumbuhan kredit perbankan konvensional. Hal itu dapat menegaskan peningkatan kontribusi perbankan syariah dalam pembiayaan sektor riil. Kontribusi positif tersebut didukung pula oleh porsi pembiayaan MKM yang masih cukup besar, yaitu mencapai Rp19,6 triliun atau 70,0% dari total pembiayaan perbankan syariah. Secara sektoral terdapat tiga sektor utama yang mengalami peningkatan, yaitu sektor jasa dunia usaha, sektor perdagangan, dan sektor konstruksi.
Pembiayaan dengan akad murabahah tetap mendominasi, walaupun pangsanya mengalami sedikit penurunan. Pertumbuhan pembiayaan murabahah pada tahun 2007
tercatat sebesar 31,1% atau sedikit menurun dari tahun sebelumnya yang mencapai 33,1% sehingga pangsanya menjadi 59,2%. Sementara itu, pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabah tumbuh signifikan masing-masing sebesar 88,7% dan 37,3% (Tabel 9.9). Hal tersebut meningkatkan pangsa pembiayaan musyarakah menjadi 15,8% dan mudharabah menjadi 20,0%. Peningkatan pembiayaan berbasis bagi hasil, khususnya akad musyarakah, didorong oleh pola pembiayaan perbankan syariah yang melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan mikro dan kecil seperti BPRS, koperasi, dan baitul maal wa tamwil (BMT). Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa perbankan syariah cenderung mendorong pembiayaan berbasis bagi hasil yang tingkat risikonya relatif lebih tinggi dari jenis pembiayaan lainnya.
Pembiayaan bermasalah menurun terutama akibat restrukturisasi pembiayaan. Rasio pembiayaan bermasalah (NPF) perbankan syariah sempat meningkat
Grafik 9.7 Perbandingan NPF per Sektor
Nasional Syariah
Listrik, Air, dan Gas
Perdagangan Konstruksi
Tabel 9.9 Perkembangan Jenis-jenis Pembiayaan
Keterangan
Jumlah (miliar Rp)
Pertumbuhan (%) Pangsa (%)
19,9 20,0 Piutang Murabahah
61,7 59,2 Piutang Istishna
1,6 1,3 Piutang Qardh
Grafik 9.6 NPF Perbankan Syariah
V 2004-I
2004-I
I 2004-III
2004-I
V 2005-I
persen, yoy
persen
Rasio NPF (RHS)
137
Kualitas pembiayaan BPRS juga membaik yang ditandai oleh menurunnya rasio NPF, baik gross maupun net masing-masing menjadi sebesar 8,0% dan 6,6%.
Pembiayaan berbasis jual beli dengan akad murabahah dan pembiayaan bagi hasil dengan akad musyarakah masih menjadi pilihan utama BPRS. Kedua jenis pembiayaan tersebut, terutama, ditujukan untuk melayani kebutuhan pembiayaan modal kerja nasabah. Pembiayaan berbasis jual beli murabahah masih sangat dominan dengan porsi sebesar 80,2%, diikuti pembiayaan berbasis musyarakah dan mudharabah masing-masing sebesar 10,8% dan 4,7% (Tabel 9.11). Pembiayaan murabahah umumnya bernilai kurang dari Rp50 juta yang digunakan untuk pembelian barang konsumsi seperti kendaraan bermotor dan rumah tinggal oleh usaha mikro dan kecil.
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah Bank Indonesia telah memformulasikan rencana peningkatan kapasitas pelayanan industri perbankan syariah melalui program akselerasi pengembangan
sejak awal tahun 2006 dan mencapai puncaknya pada triwulan III-2007 sebesar 6,3% (Grafik 9.6) karena kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya kondusif. Penurunan kualitas pembiayaan tersebut khususnya terjadi pada sektor manufaktur, transportasi dan konstruksi (Grafik 9.7). Walaupun demikian, berbagai upaya yang dilakukan perbankan syariah untuk menurunkan jumlah pembiayaan bermasalah, khususnya melalui program restrukturisasi, berhasil menurunkan rasio pada tahun 2007 menjadi 4,1% atau lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 4,8%.
Peningkatan risiko dalam penghimpunan maupun penyaluran dana dapat diantisipasi dengan baik oleh perbankan syariah. Walaupun laju peningkatan laba sedikit terhambat, tingkat return on asset (ROA) masih cukup memadai, yaitu sebesar 1,78% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 1,55%. Hambatan peningkatan laba tersebut disebabkan oleh meningkatnya pangsa pendapatan operasional yang dialokasikan kepada deposan untuk meningkatkan bagi hasil dan mempertahankan daya saing. Selain itu, untuk mengantisipasi risiko pembiayaan, beban pembentukan cadangan juga ditingkatkan sehingga kondisi permodalan bank syariah tetap terjaga di atas batas minimal rasio kecukupan modal.