Perkembangan Moneter
Bab 6: Perkembangan Moneter
Pada tahun 2007 kebijakan moneter menghadapi tantangan dari kuatnya dampak gejolak perekonomian global dan ekses likuiditas di pasar uang domestik. Bank Indonesia menurunkan BI Rate untuk kemudian dipertahankan tetap sampai mendekati akhir tahun. Kebijakan tersebut diterjemahkan ke dalam operasional kebijakan moneter melalui pengelolaan likuiditas dalam bentuk operasi pasar terbuka dan berbagai instrumen lain. BI Rate telah ditransmisikan secara efektif di pasar finansial dan telah menimbulkan optimisme pelaku ekonomi di sektor riil. Kondisi tersebut didukung oleh memadainya likuiditas di perekonomian meskipun di pasar uang masih mengalami peningkatan ekses likuiditas. Secara keseluruhan, kebijakan moneter yang didukung oleh kebijakan fiskal telah mampu menjaga keseimbangan antara upaya untuk mencapai sasaran inflasi dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Seiring dengan keyakinan perbaikan stabilitas dengan Pemerintah. Transparansi kebijakan moneter makroekonomi, pencapaian target inflasi, dan ketahanan
dilakukan melalui penguatan strategi dan intensitas sistem keuangan, Bank Indonesia sejak awal tahun 2007
komunikasi dan diseminasi kebijakan moneter di berbagai menurunkan suku bunga acuan secara terukur dan
media dan kepada stakeholders, baik di pusat maupun kemudian tetap dipertahankan sampai mendekati akhir
di daerah. Hal tersebut diharapkan dapat menyelaraskan tahun. Kondisi perekonomian domestik memasuki tahun
persepsi stakeholders dengan intensi Bank Indonesia 2007 semakin menunjukkan perbaikan pascakenaikan
dalam mengimplementasikan kebijakan moneter. Di harga BBM pada tahun 2005. Perbaikan tersebut
samping itu, transparansi kebijakan dapat memengaruhi diperkuat oleh terpeliharanya stabilitas makroekonomi,
pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat yang seperti tercermin pada nilai tukar yang stabil dan inflasi
cenderung masih bersifat adaptif agar menjadi lebih yang cenderung menurun. Dengan menimbang kondisi
sejalan dengan sasaran inflasi ke depan. Sementara itu, tersebut, Bank Indonesia melanjutkan kebijakan moneter
koordinasi kebijakan moneter-fiskal yang semakin erat yang cenderung longgar, yang telah dimulai sejak Mei
telah membuahkan stabilitas makroekonomi yang kondusif 2006. Memasuki paruh kedua 2007, perekonomian
bagi kesinambungan ekspansi perekonomian. Koordinasi domestik terkena imbas krisis subprime mortgage di
kebijakan tersebut, antara lain, diwujudkan melalui Amerika Serikat. Gejolak tersebut menimbulkan sentimen
pertemuan rutin antara Bank Indonesia, Pemerintah, negatif di pasar keuangan global yang kemudian
dan instansi terkait dalam forum koordinasi dan Tim berimplikasi pada pelemahan nilai tukar. Kondisi tersebut
Pengendalian Inflasi.
diperburuk oleh melambungnya harga minyak dunia sehingga berisiko pada peningkatan inflasi. Sehubungan
Kebijakan moneter telah direspons positif oleh pasar dengan risiko tersebut, sejak Agustus sampai dengan
keuangan dan memperkuat optimisme pelaku ekonomi November 2007 Bank Indonesia menahan penurunan
di sektor riil. Di pasar keuangan, respons positif pelaku BI Rate. Pada akhir tahun BI Rate kembali diturunkan
pasar keuangan tampak pada terus meningkatnya sehingga menjadi 8% sejalan dengan indikasi meredanya
aktivitas perdagangan di pasar saham yang diikuti oleh tekanan inflasi ke depan dan sinyal dukungan terhadap
akselerasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pasar keberlanjutan ekspansi perekonomian.
Surat Utang Negara (SUN) cenderung marak dengan yield yang tetap menarik. Perbankan masih terus melakukan
Konsistensi dan komitmen kebijakan moneter dalam penurunan suku bunga simpanan dan pinjaman sehingga mengendalikan inflasi diperkuat oleh transparansi
mendukung berbagai aktivitas ekonomi di sektor riil kebijakan moneter dan koordinasi yang semakin baik
dan mendorong pembiayaan alternatif dalam bentuk
kebijakan moneter melalui pengelolaan likuiditas dalam yang relatif stabil dan naiknya keyakinan konsumen, dan
bentuk Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan berbagai dunia usaha terhadap perekonomian domestik. Kondisi
instrumen lain. Sejalan dengan perkembangan BI Rate, itu merupakan sinyal penting dalam mendukung kinerja
seluruh instrumen moneter yang terkait langsung dengan perekonomian.
BI Rate otomatis mengalami penurunan dengan besaran yang sama. Pada akhir tahun 2007, suku bunga Fasilitas
Sejalan dengan ekspansi perekonomian domestik, Simpanan Bank Indonesia overnight (FASBI O/N) yang likuiditas perekonomian mengalami akselerasi. Likuiditas
selama ini dimanfaatkan sebagai batas bawah (floor) perekonomian mengalami peningkatan, terutama, dalam
pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank overnight bentuk kredit kepada sektor swasta. Sementara itu, ekses
(PUAB O/N) menjadi sebesar 3% (dari sebesar 4,75% likuiditas perbankan relatif masih tinggi. Dalam kondisi
pada akhir tahun 2006). Adapun suku bunga SBI repo tersebut patut dicermati implikasinya bagi stabilitas
yang dapat menjadi batas atas (ceiling) pergerakan makroekonomi dan pasar keuangan.
suku bunga PUAB O/N menjadi sebesar 11% (dari sebesar 12,75% pada akhir tahun 2006). OPT terutama
Pelaksanaan Kebijakan Moneter difungsikan untuk menyerap ekses likuiditas dan menjaga Strategi kebijakan moneter melalui penetapan BI Rate
ketersediaan likuiditas di PUAB. Kegiatan OPT secara diarahkan pada upaya pencapaian sasaran inflasi yang
berkala terutama bertumpu pada lelang mingguan ditetapkan oleh Pemerintah. Strategi tersebut ditempuh
instrumen SBI 1 bulan dengan fixed rate tender pada secara terukur dan hati-hati dengan mempertimbangkan
level BI Rate. Adapun kegiatan OPT nonrutin berupa Fine proyeksi inflasi, dinamika perekonomian terkini, dan
Tune Operation (FTO) diimplementasikan secara terbatas stabilitas sistem keuangan. Dalam kondisi itu, upaya
dan dengan pricing yang variatif menyesuaikan dengan menjaga stabilitas makroekonomi diwarnai dengan
kondisi pasar uang. Berbagai instrumen moneter di pasar penurunan BI Rate pada periode Januari sampai dengan
rupiah itu juga dilengkapi dengan instrumen intervensi Juli 2007 dari 9,5% ke 8,25%. Di tengah penurunan
valuta asing guna mengurangi volatilitas nilai tukar yang tersebut, pada Maret 2007 permasalahan subprime
berlebihan.
mortgage mulai mengemuka, tetapi belum berdampak signifikan pada kestabilan perekonomian.
Respons Pasar Keuangan dan Pelaku Ekonomi terhadap BI Rate
Pada paruh kedua tahun 2007, permasalahan subprime mortgage semakin menguat dan meluas sehingga
Respons Pasar Keuangan
mewarnai perkembangan BI Rate. Sejalan dengan hal Perkembangan BI Rate diikuti oleh suku bunga pasar tersebut, pada Agustus investor mulai menghitung
uang. Sepanjang tahun 2007, suku bunga PUAB O/N kembali risiko investasinya untuk kemudian menyesuaikan
rupiah secara rata-rata menurun lebih besar daripada portofolio kepada aset berkualitas tinggi. Kondisi
BI Rate, sejalan dengan kondisi pasar uang yang dimaksud pada gilirannya memengaruhi nilai tukar rupiah
masih mengalami kelebihan likuiditas. Sementara itu dan nilai tukar beberapa negara emerging markets lainnya.
volatilitasnya relatif tidak berbeda dengan kondisi pada Hal itu diperparah oleh cenderung membubungnya harga
tahun 2006 (Tabel 6.1). Pergerakan suku bunga yang minyak dunia sehingga memberi tekanan tambahan pada
seperti itu diindikasi cukup kuat yang diwarnai oleh kondisi nilai tukar dan inflasi ke depan. Menyikapi hal itu, Bank
mikrostruktur pasar uang dan efek dari pergerakan faktor Indonesia menahan penurunan suku bunga sejak Juli
otonomus terutama dari operasi keuangan pemerintah. hingga November 2007. BI Rate diputuskan tetap di level
Secara harian, kondisi tersebut tercermin pada suku 8,25% untuk menahan akselerasi ekspektasi inflasi dan
bunga PUAB O/N yang bergerak fluktuatif dengan deviasi mengurangi tekanan di pasar keuangan. Pada akhir tahun
yang cukup bervariasi terhadap BI Rate (Grafik 6.1). 2007, setelah mempertimbangkan ekspektasi inflasi yang diindikasikan terjaga, kapasitas produksi yang mencukupi,
BI Rate direspons kuat oleh suku bunga deposito. dan pasar keuangan yang telah mencapai keseimbangan
Kuatnya respons tersebut juga mencerminkan kondisi baru, BI Rate diturunkan menjadi 8%. Kebijakan tersebut
ekses likuiditas dan sejalan dengan perkembangan diharapkan memberi sinyal positif terhadap ekspansi
suku bunga penjaminan deposito rupiah (Grafik 6.2). ekonomi yang tengah berlangsung, kendati tetap
Suku bunga deposito rata-rata untuk keseluruhan tenor mengedepankan upaya mencapai sasaran inflasi.
menurun 2,3% atau lebih besar daripada menurunnya BI Rate pada periode yang sama (1,75%). Hal tersebut
Tabel 6.1 Suku Bunga dan Volatilitas Suku Bunga
persen
persen
PUAB O/N Rupiah
RRT PUAB O/N (%)
Volatilitas O/N (%)
Intraday Volatility
Nov Deviasi BI Rate dengan O/N WAR PUAB (RHS) 6,8 6,7 3,3 3,0 Jan
Feb Volatilitas Harian Suku Bunga PUAB O/N Rupiah 6,5 6,4 3,0 3,0
dan Deviasi terhadap BI Rate
terutama disumbang oleh penurunan suku bunga Di lain pihak, respons suku bunga kredit lebih lambat. deposito tenor 12 dan 6 bulan (Grafik 6.3). Penurunan
Terbatasnya respons tersebut diindikasi terkait dengan suku bunga deposito yang paling tinggi terjadi pada
cukup bervariasinya variabel yang memengaruhi pricing kelompok bank persero, sedangkan pada kelompok bank
suku bunga kredit yang tidak seluruhnya mampu asing campuran justru terendah dibandingkan dengan
dipengaruhi oleh kebijakan moneter semata seperti perbankan secara keseluruhan. Sejak September 2007
biaya overhead, marjin keuntungan, dan faktor risiko. penurunan suku bunga deposito berbagai tenor semakin
Pada Desember 2007 penurunan suku bunga kredit melambat, bahkan suku bunga deposito 1 bulan sedikit
terbesar terjadi pada suku bunga kredit modal kerja meningkat sejak Oktober 2007. Kondisi itu diindikasi
dan investasi, sedangkan penurunan suku bunga kredit terkait dengan upaya perbankan untuk mempertahankan
konsumsi lebih lambat khususnya terkait suku bunga nasabah dengan menjaga agar deposan tetap menerima
Kredit Tanpa Agunan dan Kartu Kredit (Grafik 6.4). suku bunga rupiah riil yang positif dan kompetitif.
Sementara itu apabila diperbandingkan secara keseluruhan rata-rata suku bunga kredit berbagai jenis
6 Bulan 12 Bulan 24 Bulan
BI Rate
September Kredit Modal Kerja
Kredit Investasi
Desember 2006
Desember 2007 Penjaminan Dep
Deposito 1 Bulan
Maret 2007
Kredit Konsumsi
Juni
Grafik 6.2 Grafik 6.3 Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga Deposito per Tenor
persen, yoy
Total DPK
Maret September
Total Kredit
Grafik 6.4 Grafik 6.5 Suku Bunga Kredit per Jenis
Pertumbuhan Dana dan Kredit
penggunaan antarkelompok bank, tampak bahwa 2007 pertumbuhan dana pihak ketiga masyarakat (DPK) kelompok BPD paling lambat dalam menurunkan suku
sebesar 17,4% naik dari 14,1% pada akhir tahun 2006 bunga kreditnya, sedangkan kelompok bank swasta
(Grafik 6.5) sehingga cukup memperkuat kondisi likuiditas nasional justru menurunkan suku bunga kredit lebih besar
perbankan. Kenaikan tersebut terutama didominasi oleh dari perbankan secara industri. Sejak September 2007
tabungan sehingga saat ini pangsanya telah melampaui penurunan suku bunga kredit berbagai jenis penggunaan
giro (Grafik 6.6). Sementara itu deposito terus tumbuh semakin melambat. Kondisi itu ditengarai terkait dengan
melambat terutama untuk tenor 24 dan 12 bulan, sejalan telah tercapainya rencana bisnis, mulai naiknya suku
dengan tingginya penurunan suku bunga pada tenor bunga dana, dan sikap berhati-hati perbankan dalam
ini. Dengan perkembangan tersebut, deposito semakin memandang ekonomi ke depan.
terkonsentrasi pada tenor 1 bulan (Grafik 6.7). Sementara itu, pertumbuhan DPK dalam valuta asing masih
Perkembangan BI Rate direspons dengan struktur dana cenderung naik terutama dalam bentuk simpanan valuta yang semakin berjangka pendek. Pada akhir tahun
asing yang perkembangannya secara umum diindikasi
persen
persen, yoy
12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 2004 Des 2005 Des 2006 Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2001
2007 Pangsa Giro
Deposito 12 bulan Giro (RHS) Pertumbuhan
Pangsa Tabungan
Pangsa Deposito
Deposito 1 bulan
Tabungan (RHS) Pertumbuhan
Pertumbuhan Deposito (RHS)
Deposito 3 bulan
Deposito 24 bulan
Deposito 6 bulan
Deposito Lain-lain
Grafik 6.6 Grafik 6.7 Pangsa dan Pertumbuhan DPK per Jenis
Pangsa Deposito per Tenor
persen, yoy
triliun Rp
terbesar pada kredit modal kerja (Grafik 6.8). Kredit-kredit
50 1.200
tersebut dimanfaatkan untuk berbagai sektor ekonomi,
45
dengan peningkatan pertumbuhan terbesar pada sektor
40
1.000
pertambangan, jasa dunia usaha, pengangkutan, dan
35 800
konstruksi. Pada tahun 2007, pertumbuhan kredit dalam
30
valuta asing cenderung naik cukup tinggi melampaui
25 600
pertumbuhan kredit secara total. Pertumbuhan kredit
20
15 400
valuta asing yang tinggi tersebut, terutama, ditujukan
10 200
untuk modal kerja dan investasi di sektor traded, seperti
pertambangan dan nontraded, seperti perdagangan,
0 0 konstruksi, dan jasa dunia usaha. Maraknya penyaluran
kredit valuta asing tersebut diindikasi terkait dengan suku
Pertumbuhan KMK
Pertumbuhan KK
bunganya yang cukup kondusif pada kisaran 6,9-10,4% dan persepsi sebagian pelaku ekonomi yang meyakini bahwa Bank Indonesia akan berkomitmen pada stabilitas
Pertumbuhan KI
Jumlah Kredit (RHS)
Grafik 6.8 Pertumbuhan Kredit per Jenis
nilai tukar. Di pasar saham, respons terhadap BI Rate terlihat pada
kecenderungan pasar saham yang semakin bullish. Indeks memiliki hubungan dengan menurunnya imbal hasil
saham sepanjang tahun 2007 bergerak bervariasi kendati simpanan rupiah, menguatnya persepsi depresiasi, dan
tetap dalam kecenderungan meningkat. Pada akhir tahun ekspektasi inflasi pada periode tertentu.
2007, IHSG ditutup pada level 2.745 atau menguat 52,1% dibandingkan dengan akhir tahun 2006 (Grafik 6.9).
Respons yang kuat terhadap BI Rate juga terlihat pada Peningkatan itu menjadikan Bursa Efek Indonesia (BEI) akselerasi pertumbuhan kredit. Pada akhir tahun 2007
sebagai bursa ke-2 yang berkinerja terbaik pada tahun pertumbuhan kredit melesat mencapai 25,5% dari hanya
2007 di bawah bursa China. Pencapaian tersebut 14,1% pada akhir tahun 2006 (Grafik 6.5). Meningkatnya
ditopang oleh berbagai faktor domestik dan global. Faktor pertumbuhan terjadi khususnya sejak paruh kedua tahun
domestik, seperti terjaganya stabilitas makroekonomi 2007 sejalan dengan menguatnya perekonomian. Dengan
yang diwakili oleh pergerakan BI Rate, daya beli yang perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit secara
naik, dan fundamental mikro beberapa emiten yang cukup industri perbankan telah melampaui prediksi awal tahun
baik. Sementara itu, faktor global, yaitu persepsi investor (22%). Akselerasi pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh
asing yang masih positif dan juga masih tingginya harga
Agu Sep Okt Nov Des 2006
FR020 (> 7th)
FR2 (< 5th)
BI Rate (RHS)
BI Rate (RHS) Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia
FR025 (5-7th)
Sumber: Bank Indonesia dan Bloomberg
Grafik 6.9 Grafik 6.10 BI Rate dan IHSG
BI Rate dan Yield SUN
92
berbagai komoditas dunia. Terus menguatnya IHSG juga berimbas pada membaiknya likuiditas pasar sehingga secara rata-rata mencapai Rp4,3 triliun per hari dari tahun sebelumnya yang hanya Rp1,8 triliun per hari.
BI Rate direspons dengan maraknya aktivitas perdagangan SUN, kendati yield relatif stabil. Aktivitas perdagangan SUN secara umum terus membaik sebagaimana tercermin pada meningkatnya volume dan frekuensi perdagangan SUN. Pada tahun 2007, rata-rata perdagangan SUN adalah sebesar Rp5,8 triliun per hari atau naik signifikan dari tahun sebelumnya (Rp3,3 triliun per hari). Adapun rata-rata frekuensi transaksi SUN mencapai 253,4 kali per hari, naik dibandingkan dengan tahun 2006 yang hanya sebesar 146,7 kali per hari (Grafik 6.11). Pada akhir tahun 2007, rata-rata yield SUN berbagai tenor sedikit menurun sebesar 17 bps dari akhir tahun sebelumnya. Tertahannya penurunan yield tersebut, terutama, dipengaruhi oleh kuatnya sentimen global dari krisis subprime mortgage dan menjulangnya harga minyak mentah dunia pada paruh kedua tahun 2007 (Grafik 6.10). Sebelumnya, yield sempat terus bergerak menurun sejalan dengan terjaganya stabilitas makroekonomi.
BI Rate menjadi salah satu faktor pendorong terus meningkatnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana. Pada akhir tahun 2007, NAB reksadana tercatat mencapai Rp92,2 triliun, meningkat 78,6% dari akhir tahun 2006 (Grafik 6.12). Tingginya kenaikan NAB tersebut terutama ditopang oleh apresiasi harga, terutama, pada jenis reksadana saham. Sementara itu, aliran dana bersih dari pembelian reksadana (net subscription/new cash flow) secara total meningkat Rp20,2 triliun dengan dominasi
juga pada jenis reksadana saham. Pencapaian tersebut, di samping ditopang oleh kondisi makroekonomi yang kondusif, juga didukung oleh pengetahuan investor yang semakin tinggi sejalan dengan gencarnya edukasi dan promosi dari agen penjual reksadana dan ketersediaan perangkat hukum yang lebih memadai. Dengan hal tersebut, tidak saja NAB yang meningkat, tetapi juga variasi jumlah reksadana. Pada akhir tahun 2007 jumlah reksadana sebanyak 473 produk, meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 403 produk.
Perkembangan BI Rate direspons positif melalui peningkatan pembiayaan ekonomi di luar perbankan. Berlanjutnya ekspansi ekonomi di tengah terjaganya stabilitas makroekonomi dan pasar saham yang cenderung bullish telah meningkatkan permintaan pembiayaan perusahaan. Pada tahun 2007, pembiayaan perusahaan yang berasal dari pasar modal tercatat mencapai Rp78,3 triliun, meningkat 236,1% dari akhir tahun 2006 (Rp23,3 triliun). Dari penerbitan selama tahun laporan tersebut sebesar Rp47,0 triliun dijaring melalui penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering atau IPO) dan right issue, sementara selebihnya melalui penerbitan obligasi. IPO saham dilakukan oleh 21 emiten senilai Rp17,2 triliun dan right issue sebesar Rp29,8 triliun yang terutama digunakan untuk ekspansi usaha. Adapun penerbitan obligasi bersumber dari 43 emiten yang sebagian besar dimanfaatkan untuk pembiayaan kembali (refinancing).