Faktor Nonfundamental (Shocks)

Faktor Nonfundamental (Shocks)

Komoditas yang Harganya Bergejolak (Volatile Food) Perkembangan inflasi volatile food menunjukkan penurunan dari 15,27% tahun lalu menjadi 11,41% tahun 2007. Menurunnya inflasi volatile food utamanya disebabkan oleh menurunnya inflasi komoditas beras

5 Inflasi inti adalah inflasi komoditas yang perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran agregat) yang akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih bersifat permanen.

sejalan dengan relatif terjaganya pasokan dan kelancaran distribusi. Selain ditunjang oleh peningkatan produksi, upaya untuk menjaga kecukupan pasokan beras juga dilakukan melalui impor beras oleh Bulog. Inflasi komoditas beras, yang memiliki bobot terbesar dalam penghitungan IHK, menurun cukup tajam dari 32,0% tahun 2006 menjadi 8,49% tahun 2007. Penurunan tersebut mulai terlihat pada bulan April setelah Pemerintah memberikan kebebasan kepada Bulog untuk mengimpor beras, terkait upaya menjaga stok beras. Secara keseluruhan, sumbangan komoditas beras terhadap inflasi menurun dari 1,58% tahun 2006 menjadi 0,52% tahun 2007 (Tabel 5.2).

Meskipun secara umum inflasi volatile food tahun 2007 mengalami penurunan, inflasi beberapa komoditas di kelompok ini mengalami kenaikan akibat meningkatnya beberapa harga komoditas di pasar internasional dan terjadinya bencana alam. Meningkatnya harga CPO dunia berpengaruh signifikan terhadap inflasi volatile food melalui kenaikan harga minyak goreng yang tercatat sebesar 41,40% (Tabel 5.2). Peningkatan inflasi minyak goreng tersebut juga diikuti oleh kenaikan produk turunan CPO lainnya seperti margarine dan mentega yang masing-masing meningkat sebesar 14,28% dan 29,81% (Tabel 5.4).

Sementara itu, kenaikan harga jagung internasional yang diikuti oleh kenaikan harga pakan ternak mendorong kenaikan harga daging ayam ras dan telur ayam ras masing-masing sebesar 12,30% dan 19,04%. Terjadinya banjir juga memberikan tekanan terhadap inflasi volatile

Grafik 5.1 Inflasi IHK Bulanan dan Tahunan

MIM yoy (RHS)

persen, mtm

persen, yoy

Sumber: BPS, diolah

Grafik 5.2 Inflasi per Kelompok

Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga

Kesehatan

Sandang Perumahan, Listrik, Air, Gas, dan Bahan Bakar

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Bahan Makanan

Sumber: BPS, diolah

78

food seperti tercermin pada peningkatan inflasi bawang merah. Pada tahun 2007, inflasi bawang merah tercatat sebesar 124,50%, melonjak tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang mencatat deflasi 18,8% (Tabel 5.2).

Dilihat dari sumbangannya terhadap inflasi, komoditas beras masih memberikan sumbangan tertinggi yaitu 0,52%. Sementara itu, komoditas yang inflasinya cukup tinggi –minyak goreng dan bawang merah– juga memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap inflasi volatile food, masing-masing sebesar 0,49% dan 0,47% (Tabel 5.2).

Komoditas yang Harganya Diatur oleh Pemerintah (Administered Prices) Selama tahun 2007, tekanan inflasi administered prices relatif minimal seiring tidak adanya kenaikan harga barang administered yang bersifat strategis, seperti BBM bersubsidi (premium, solar, dan minyak tanah) dan TDL. Pengaruh kebijakan tersebut cukup signifikan dalam upaya menjaga kestabilan inflasi tahun ini mengingat bobotnya yang cukup besar dalam keranjang IHK serta dampak rambatannya terhadap komoditas lain yang cukup tinggi.

Meskipun relatif rendah, inflasi administered prices tahun laporan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun lalu, dari sebesar 1,84% menjadi 3,30%. Peningkatan tersebut terutama disebabkan adanya penerapan beberapa kebijakan administered prices nonstrategis (Tabel 5.3), antara lain kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok sebesar 7% pada Maret 2007,

pengenaan tarif cukai rokok spesifik per 1 Juli 2007 6 , kenaikan tarif air minum PAM di beberapa kota, kenaikan tarif jalan tol, dan kenaikan harga BBM nonsubsidi (Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamina Dex).

Di samping itu, inflasi administered prices juga dipengaruhi oleh kondisi pasokan komoditas minyak tanah dan Liquified Petroleum Gas (LPG) atau gas elpiji meskipun Pemerintah tidak melakukan penyesuaian (ditingkat agen/pangkalan). Komoditas minyak tanah mengalami kenaikan harga di tingkat pedagang pengecer terutama pada triwulan III-2007. Hal tersebut terjadi sebagai akibat adanya permasalahan dalam penerapan program konversi minyak tanah ke gas elpiji 3 kg. Dengan kondisi tersebut, inflasi minyak tanah selama tahun 2007 meningkat menjadi 2,7% dengan sumbangan terhadap inflasi sebesar 0,07%. Selain minyak tanah, komoditas gas elpiji juga juga mengalami kenaikan harga sebagai akibat dari adanya kelangkaan pasokan di beberapa daerah yang disebabkan oleh tersendatnya distribusi komoditas tersebut. Inflasi gas elpiji tercatat sebesar 2,1% dengan bobot sumbangan sebesar 0,01% (Tabel 5.3).