Perkembangan Ekonomi Jepang

Perkembangan Ekonomi Jepang

Sejalan dengan perekonomian dunia yang melambat, pertumbuhan ekonomi Jepang juga melambat. PDB hanya tumbuh sebesar 2,1%, melambat dari sebesar 2,4% pada tahun 2006. Melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh

2 Negara-negara yang tergabung dalam Kawasan Euro mencakup Austria, Belanda, Belgia, Finlandia, Irlandia, Italia, Jerman, Luksemburg, Perancis, Portugal, Spanyol, dan Yunani.

konsumsi (di luar konsumsi Pemerintah) dan ekspor yang yang terbesar untuk Chile. Di pihak lain, beberapa negara, tumbuh melambat. Melemahnya ekspor tidak terlepas

seperti Argentina, Kolombia, Meksiko dan Venezuela, dari melemahnya perekonomian AS sehingga permintaan

melambat pertumbuhannya. Pertumbuhan PDB produk-produk dari Jepang menurun. Sementara

Argentina secara keseluruhan sedikit melambat dari 8,5% itu, investasi masih mengalami kontraksi – meskipun

pada tahun 2006 menjadi 8,3% karena melambatnya kontraksinya menurun – sehingga semakin memperlambat

pertumbuhan konsumsi dan ekspor. Meskipun melambat, pertumbuhan ekonomi. Hanya pengeluaran Pemerintah

pertumbuhan ekonomi Argentina relatif masih tinggi. yang mengalami peningkatan dan berdampak positif

Sementara itu, perekonomian Meksiko melambat cukup terhadap pertumbuhan ekonomi.

signifikan yang disebabkan oleh baik melambatnya pengeluaran konsumsi, maupun perlambatan di sisi

Perkembangan harga di Jepang menunjukkan sedikit investasi dan ekspor neto. Pertumbuhan PDB Meksiko perbaikan. Perkembangan harga di tataran produsen

turun dari 4,8% menjadi 3,3%.

(domestic corporate goods) menunjukkan sedikit peningkatan, namun inflasi CPI masih bergerak di sekitar

Sebagaimana di negara berkembang umumnya, laju 0%. Indeks harga produser meningkat dari 1,8% pada

inflasi di kawasan Amerika Latin juga meningkat cukup tahun 2006 menjadi 2,6% yang didorong oleh tingginya

tinggi. Bahkan, beberapa negara, seperti Argentina dan harga komoditas energi. Namun, produsen atau korporasi

Chile, menghadapi permasalah inflasi yang cukup serius. tidak sepenuhnya membebankan kenaikan biaya energi

Inflasi di Argentina mencapai 8,5% yang didorong oleh tersebut ke harga barang konsumsi dengan pertimbangan

permintaan domestik yang tinggi. Namun, tingkat inflasi kondisi perekonomian yang masih melemah. Hal

tersebut lebih baik dibandingkan dengan tahun 2006 yang itu mejadikan inflasi CPI hanya mengalami sedikit

mencapai 9,8%. Inflasi di Chile melonjak cukup tinggi, dari peningkatan, yaitu sebesar 0,7% dibandingkan dengan

hanya sebesar 2,6% menjadi 7,8% yang disebabkan oleh tahun sebelumnya yang sebesar 0,3%.

kenaikan harga di sektor perumahan dan transportasi. Negara lain di kawasan ini yang juga mengalami inflasi

Terkait dengan aktivitas perekonomian yang relatif masih tinggi adalah Venezuela yang mencapai 22,5% dari 17,0% lemah, Bank of Japan tetap mempertahankan kebijakan

pada tahun 2006. Tingginya inflasi di Venezuela didorong suku bunga rendah. Suku bunga kebijakan tetap berada

oleh peningkatan pengeluaran sosial pemerintah (welfare pada level yang sangat rendah, 0,50%, meskipun sempat

payments dan social expenditure lainnya) yang tidak dapat naik 25 bps di awal tahun pada saat perekonomian mulai

diimbangi oleh peningkatan pasokan barang-barang yang bangkit. Dengan level suku bunga Jepang yang relatif

dibutuhkan.

rendah banyak investor yang melakukan carry trade untuk memperoleh keuntungan dari selisih suku bunga Jepang

Perkembangan Ekonomi Asia Pasifik (di Luar

dan suku bunga negara lain.

Jepang)

Perekonomian di kawasan Asia Pasifik di luar Jepang

Perkembangan Ekonomi Amerika Latin

relatif terus membaik. Kelompok negara berkembang Perekonomian di kawasan Amerika Latin masih mampu

Asia mengalami peningkatan pertumbuhan dari 7,7% tumbuh cukup tinggi meskipun terkait erat dengan

pada tahun 2006 menjadi 7,8%. China dengan laju ekonomi AS yang sedang melemah. Kawasan itu secara

pertumbuhan yang terus meningkat kembali menjadi keseluruhan berhasil mencatat laju pertumbuhan sebesar

pendorong utama tumbuhnya perekonomian kawasan ini. 5,4%, menyamai laju pertumbuhan tahun sebelumnya.

PDB China tumbuh mencapai 11,4% pada tahun 2007, Secara individual, beberapa negara mengalami

lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang tercatat peningkatan pertumbuhan, sedangkan negara lainnya

sebesar 11,1%. Pertumbuhan ekonomi China didorong mulai melemah. Beberapa negara yang berhasil mencatat

oleh tingginya permintaan domestik dan ekspor. peningkatan pertumbuhan adalah Brazil, Chile dan Peru. Brazil yang merupakan perekonomian terbesar di

Ekspansi ekonomi kelompok negara ASEAN-4 (Indonesia, kawasan itu tumbuh cukup tinggi dari 3,7% menjadi 5,2%,

Malaysia, Thailand dan Filipina), Australia dan Selandia sementara Chile dan Peru masing-masing tumbuh dari

Baru terus berlanjut. Perekonomian negara ASEAN-4 4,0% dan 7,6% menjadi 5,3% dan 9,0%. Peningkatan

tumbuh meningkat dari 5,4% pada tahun 2006 menjadi pertumbuhan di ketiga negara tersebut didorong oleh

5,6%. Kecuali Thailand, negara-negara ASEAN-4 berhasil konsumsi, investasi dan ekspor. Ekspor yang tumbuh

mencatat peningkatan pertumbuhan ekonomi. Sementara cukup signifikan didorong oleh permintaan ekspor dari

Australia dan Selandia Baru masing-masing tumbuh China yang masih tinggi. Porsi ekspor negara-negara

meningkat dari 2,8% dan 1,6% menjadi 3,9% dan 3,0%. tersebut ke China cukup dominan, bahkan merupakan

Peningkatan pertumbuhan di kelompok negara ASEAN-4,

166

167

Australia dan Selandia Baru disumbang oleh konsumsi dan investasi. Khusus pada kelompok ASEAN-4, pertumbuhan ekonominya juga ditopang oleh ekspor yang meningkat.

Kelompok negara industri maju Asia – newly industrialized Asian economies, yang meliputi Korea Selatan, Singapura, Hong Kong (SAR), dan Taiwan (Province of China) – tumbuh melambat dari 5,3% pada tahun 2006 menjadi 4,9%. Melambatnya pertumbuhan kelompok ini terutama disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi Hong Kong dan Singapura. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Hong Kong lebih disebabkan oleh menurunnya investasi, sedangkan Singapura disebabkan oleh melemahnya ekspor. Pertumbuhan ekonomi Korea Selatan relatif stabil dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, Taiwan berhasil mencatat peningkatan laju pertumbuhan ekonomi.

Laju inflasi di kawasan Asia Pasifik cenderung meningkat didorong oleh tingginya harga komoditas internasional dan kuatnya permintaan domestik. Tekanan inflasi yang besar terjadi di China yang perekonomiannya tumbuh tinggi, serta negara-negara industri baru Asia. Lonjakan laju inflasi tertinggi terjadi di China (dari 2,8% pada tahun 2006 menjadi 6,5%), diikuti oleh Singapura (dari 0,8% menjadi 4,4%), Taiwan (dari 0,7% menjadi 3,3%), Korea Selatan (dari 2,1% menjadi 3,6%) dan Hong Kong (dari 2,6% menjadi 3,8%). Di tengah kecenderungan peningkatan inflasi di kawasan ini, laju inflasi di beberapa negara lain, seperti Australia dan negara-negara ASEAN-4, menunjukkan penurunan.

Untuk menahan laju inflasi, kebijakan moneter kawasan Asia Pasific cenderung ketat. People Bank of China mengambil kebijakan moneter ketat dengan menaikkan suku bunga dan giro wajib minimum. Suku bunga kredit modal kerja berjangka waktu 1 tahun tercatat

6 kali dinaikkan dari 6,12% menjadi 7,47% (naik 135 bps), sementara giro wajib minimum ditingkatkan 10 kali sehingga pada akhir tahun 2007 mencapai 14,5% dari sebesar 9,0%. Sementara itu, Bank of Korea dua kali menaikkan suku bunga – masing-masing 25 bps – sehingga menjadi 5,0%, dan Taiwan menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali dari 2,75% menjadi 3,375%.

Perkembangan Pasar Keuangan Sepanjang tahun 2007 pasar keuangan global bergerak dinamis, meskipun terjadi guncangan akibat permasalahan subprime mortgage di AS. Secara keseluruhan kondisi pasar keuangan global sangat kondusif (bullish) yang didukung oleh likuiditas global yang masih tinggi dan membaiknya persepsi risiko terhadap negara berkembang. Kondisi ini menjadikan investor global melakukan diversifikasi portofolionya ke aset keuangan di negera-negara berkembang. Investasi di negara

Tabel 11.2 Aliran Modal Internasional

Neraca Transaksi Berjalan

Pembiayaan Eksternal, net: Aliran Modal Swasta, net

Investasi Equity, net

Investasi Langsung, net

Investasi Portofolio, net

Kreditur Swasta, net

Bank Komersial, net

Non Bank, net

Aliran Modal Pemerintah, net

Kreditur Bilateral

Pinj. Penduduk/Lain-lain, net

Cadangan (- = meningkat)

Sumber: IIF, Capital Flows to Emerging Market Economies, 21 Oktober 2007.

Tabel 11.3 Perkembangan Nilai Tukar Mata Uang Dunia

persen

Negara - Mata Uang

Perubahan dari Tahun 2006 Rata-rata ptp 2007* Rata-rata

Uni Eropa - Euro

10,54

9,10 1,37 Kanada - Dollar

14,37

5,30 1,07 Inggris - Poundsterling

1,33

8,59 2,00 Swedia - Krona

5,57

8,34 6,76 Jepang - Yen

6,18

-1,24 117,78 Denmark - Krone

9,53

8,39 5,44 Argentina - Peso

-2,91

-1,33 3,12 Brazil - Real

16,69

10,55 1,95 Chili - Peso

6,64

1,57 522,21 Meksiko - Peso

-0,83

-0,20 10,93 China - Yuan

6,51

4,58 7,61 Hong Kong - Dollar

-0,28

-0,43 7,80 India - Rupee

10,95

8,76 41,35 Korea - Won

-0,65

2,67 929,30 Malaysia - Ringgit

6,27

6,29 3,44 Philipina - Peso

15,87

10,09 46,09 Singapura - Dollar

6,15

5,16 1,51 Taiwan - Dollar

0,50

-1,01 32,86 Thailand - Baht

15,94

14,74 32,32 Afrika Selatan - Rand

2,05

-4,14 7,05

Sumber: Bloomberg, diolah (+) Apresiasi (-) Depresiasi * Kuotasi dalam masing-masing mata uang terhadap dolar AS, kecuali Poundsterling Inggris dan

Euro dengan kuotasi dolar AS terhadap mata uang tersebut.

berkembang menjadi alternatif yang semakin menarik didukung oleh semakin besarnya volume perdagangan di sejalan dengan kinerja dan stabilitas ekonomi yang

antara negara berkembang.

membaik. Hal itu menjadikan aliran modal – baik dalam bentuk FDI, portofolio, maupun pinjaman – mengalir ke

Meskipun cenderung melemah, dolar AS dalam beberapa negara-negara berkembang.

kesempatan sempat menguat. Ironisnya, penguatan yang signifikan justru terjadi pada saat merebaknya

Aliran dana ke negara berkembang kembali meningkat permasalahan subprime mortgage di AS di mana investor sepanjang tahun 2007. Besarnya aliran modal yang

global mengalihkan portofolio investasinya ke aset yang mengalir ke negara berkembang mencapai $620

dianggap tidak berisiko, yaitu US Government Securities. miliar, meningkat dari tahun sebelumnya yang tercatat

Hal itu mendorong aliran modal berbalik ke AS sehingga sebesar $572 miliar (Tabel 11.2). Penanaman dalam

dolar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang bentuk permodalan (equity investment) didominasi oleh

global, kecuali yen Jepang. Yen tetap menguat terhadap penanaman dalam rangka FDI yang terus meningkat

dolar AS karena investor yang melakukan carry trade jumlahnya. Sebaliknya, investasi portofolio sedikit

(menarik pinjaman di Jepang yang bunganya rendah menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal

untuk ditanamkan di negara lain yang memberikan imbal itu terimbas oleh krisis subprime mortgage yang sempat

hasil lebih tinggi) menarik dananya kembali ke Jepang, mengguncang pasar modal global. Selain itu, pada tahun

sehingga mendorong penguatan yen. Setelah gejolak 2007 terjadi pergeseran tujuan aliran modal dengan lebih

mereda, dolar AS kembali pada tren yang melemah, banyaknya aliran modal ke negara berkembang di Eropa

namun dengan volatilitas yang relatif lebih tinggi terkait dibandingkan dengan ke Asia.

dengan ketidakpastian kelanjutan dampak krisis subprime mortgage dan kecenderungan meningkatnya

Pasar Valas

harga minyak.

Perkembangan pasar valas diwarnai oleh kecenderungan pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang global

Pasar Keuangan

(Tabel 11.3). Hal itu tidak terlepas dari fundamental Likuiditas global yang masih tinggi membawa pengaruh perekonomian AS yang melemah. Selain itu, mata

positif di pasar keuangan global, terutama di pasar modal. uang negara berkembang yang menguat didorong

Indeks harga saham di berbagai bursa saham dunia, oleh tingginya aliran dana investor global ke negara-

terutama di negara-negara berkembang, melonjak tinggi negara tersebut yang menawarkan imbal hasil investasi

meskipun sempat tertahan oleh terguncangnya pasar yang relatif lebih menarik dibandingkan dengan negara

keuangan global karena krisis subprime mortgage. Indeks maju. Terlebih lagi, peran negara berkembang dalam

harga saham di negara berkembang yang meningkat pertumbuhan ekonomi dunia semakin penting dan

tinggi juga disebabkan membaiknya persepsi risiko investor global terhadap negara berkembang. Lonjakan

lebih aman untuk memperbaiki profil risiko investasinya, sehingga mencapai 5266. Selanjutnya diikuti oleh lonjakan

sekaligus melakukan aksi ambil untung untuk menutup indeks harga saham di Indonesia, Hong Kong, Korea

kerugian investasinya di tempat lain. Sebagai akibatnya, Selatan, dan Malaysia yang masing-masing meningkat

indeks harga saham Asia berjatuhan. Dalam periode 51,5%, 41,3%, 32,3% dan 30,7%. Sementara itu, indeks

Juli-Agustus 2007 indeks harga saham di Korea Selatan, harga di bursa saham utama dunia juga masih mencatat

Hong Kong, Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan peningkatan – kecuali bursa saham Jepang – meskipun

Filipina terkoreksi antara 14%-24% 3 (Grafik 11.6). peningkatannya tidak setinggi di negara berkembang. Perkembangan di pasar obligasi global diwarnai oleh Pada saat krisis subprime mortgage merebak pada

pergerakan yield yang tidak searah antara negara maju Juli 2007, indeks harga saham di bursa utama dunia

dengan negara berkembang. Yield obligasi pemerintah di terkoreksi cukup tajam. Di awali dengan jatuhnya harga

negara berkembang cenderung menurun – harganya naik saham di AS – indeks Dow Jones Industrial Average

– pada paruh pertama yang disebabkan oleh derasnya terkoreksi sekitar 8,2% –, indeks harga saham di Eropa

investasi asing pada obligasi pemerintah. Pada paruh dan Jepang juga ikut jatuh (Grafik 11.5). Indeks harga

kedua terjadi krisis subprime mortgage yang memicu saham di Eropa menurun antara 10%-14% dalam kurun

capital reversal yang didahului penjualan obligasi domestik waktu kurang dari 2 bulan (Juli-Agustus 2007). Indeks

oleh investor asing, sehingga yield obligasi meningkat harga saham di Perancis, Inggris dan Jerman masing-

(Grafik 11.7). Pola sebaliknya terjadi pada yield obligasi masing terkoreksi sebesar 14,0%, 12,8% dan 10,3%,

pemerintah di negara maju. Lebih menariknya yield di sementara index Dow Jones Stoxx 50 terkoreksi 10,9%.

negara berkembang menjadi salah satu penyebab investor Bursa utama dunia lainnya, yaitu Jepang, juga terimbas

mengurangi penempatannya pada obligasi negara maju dengan turunnya indeks Nikkei 225 sebesar 16,4%.

sehingga pada paruh pertama yield obligasi negara maju cenderung meningkat. Namun, pada saat pasar

Dampak yang lebih berat justru menimpa pasar keuangan terguncang oleh krisis subprime mortgage dan risiko di negara berkembang yang memiliki eksposur relatif

meningkat, obligasi negara maju yang relatif lebih rendah lebih kecil terhadap subprime mortgage. Selain terkena

risikonya kembali menjadi pilihan sehingga yield menurun sentimen negatif jatuhnya indeks harga saham di bursa

(Grafik 11.8).

saham utama dunia, koreksi harga saham di negara berkembang juga disebabkan penyesuaian portofolio oleh investor global sebagai reaksi terhadap krisis subprime

3 Besarnya koreksi indeks harga saham sebagai dampak krisis

mortgage. Pada umumnya investor global mengalihkan

subprime mortgage yang memuncak pada akhir Juli 2007 dihitung

aset yang lebih berisiko – termasuk aset keuangan dengan membandingkan indeks tertinggi pada bulan Juli 2007

(sebelum terjadinya krisis) dengan level indeks terendah pada periode Juli-Agustus 2007.

Agustus 2007. Krisis subprime mortgage menjadikan likuiditas pasar menjadi ketat dan mendorong peningkatan suku bunga. Meningkatnya suku bunga pasar uang tersebut terjadi pada saat suku bunga kebijakan tidak berubah. Selain meningkat, pergerakan suku bunga juga relatif lebih bergejolak. Namun selanjutnya suku bunga kembali ke level normalnya setelah beberapa bank sentral secara bersama-sama menginjeksi likuiditas untuk mengurangi guncangan di pasar uang.

Perkembangan Pasar Komoditas Perkembangan pasar komoditas diwarnai pergerakan harga yang cenderung meningkat sepanjang tahun 2007. Meningkatnya harga komoditas didorong oleh tingginya harga minyak mentah dunia terkait dengan faktor fundamental pasokan dan permintaan yang kurang berimbang yang ditambah lagi dengan adanya transaksi yang bersifat spekulatif. Tingginya harga minyak juga mendorong peningkatan harga gas alam dan batu bara yang termasuk dalam kelompok komoditas energi. Indeks

Sementara itu, perkembangan pasar uang antar bank harga komoditas energi meningkat mencapai 43,6% lebih banyak dipengaruhi oleh suku bunga kebijakan.

dibandingkan dengan posisi akhir tahun sebelumnya (point Sejalan dengan keputusan Fed menurunkan suku bunga

to point), tetapi secara rata-rata hanya tumbuh 10,4%. di paruh kedua tahun 2007, suku bunga LIBOR dengan

Meningkatnya harga komoditas energi juga mendorong denominasi dolar AS ikut bergerak menurun. Suku

naiknya harga komoditas non-energi, terutama komoditas bunga LIBOR denominasi Euro bergerak meningkat yang

bahan makanan. Bahkan, peningkatan indeks harga juga mengikuti pergerakan suku bunga kebijakan yang

komoditas non-energi yang secara rata-rata mencapai ditetapkan ECB (Grafik 11.9). Namun, suku bunga yang

14% melebihi peningkatan harga komoditas energi cenderung naik tersebut belum tertransmisikan ke suku

(Grafik 11.10).

bunga jangka panjang yang cenderung masih bergerak menurun.

Perkembangan Pasar Komoditas Migas

Harga minyak bergerak terus meningkat sepanjang tahun Satu hal yang menarik dalam perkembangan pasar uang

2007 dan mencetak rekor harga tertinggi yaitu sebesar adalah lonjakan suku bunga yang cukup tinggi pada

$98,9 per barel. Tren peningkatan harga – terutama pada

juga dipicu oleh transaksi spekulatif yang memanfaatkan yang pada umumnya menurun menjelang akhir tahun.

fluktuasi harga minyak untuk memperoleh keuntungan. Tingginya harga minyak disebabkan oleh masih tingginya

Transaksi spekulatif cenderung meningkat seperti permintaan – terutama China – yang tidak diimbangi

tercermin pada perkembangan ‘non-commercial oleh peningkatan pasokan yang cukup. Bahkan, upaya

contracts’ (Grafik 11.13), dengan semakin menipisnya meningkatkan pasokan untuk memenuhi permintaan

potensi keuntungan investasi di pasar keuangan dan yang tinggi tersebut mengakibatkan spare capacity

melemahnya dolar AS. Faktor lain yang turut mendorong menipis, sehingga menjadikan harga minyak rentan

peningkatan transaksi spekulatif dimaksud adalah terhadap sentimen negatif dan meningkatnya faktor risiko

terjadinya krisis subprime mortgage yang mengakibatkan (Grafik 11.11). Terlebih risiko geopolitik di kawasan Timur

risiko investasi di pasar keuangan meningkat. Transaksi Tengah masih belum mereda.

tersebut merupakan salah satu faktor penyebab terus meningkatnya harga minyak di akhir tahun, sehingga menjadikan pola pergerakan harga minyak menyimpang dari pola historisnya (Grafik 11.13).

Harga minyak meningkat baik secara rata-rata maupun point to point. Harga minyak jenis WTI bergerak dari $61 per barel pada akhir tahun 2006 dan terus meningkat mencapai level $98,9 per barel pada November 2007 yang merupakan level tertinggi yang pernah dicapai harga minyak. Di akhir tahun 2007 harga minyak ditutup pada level $96 per barel, yang berarti secara point to point meningkat 57,2%. Secara rata-rata tahunan, harga minyak WTI meningkat 9,5% dari $66,1 per barel pada tahun 2006 menjadi $72,3 per barel. Harga minyak OPEC dan jenis Minas juga bergerak searah dengan harga minyak WTI. Sejalan dengan harga minyak, harga gas yang juga merupakan komoditas energi ikut terdorong naik di mana secara point to point naik sebesar 25,7% dan secara rata-

rata naik sebesar 3,0% 4 (Grafik 11.14)

4 Berdasarkan harga ekspor LNG Indonesia ke Jepang

Perkembangan Pasar Komoditas Nonmigas

– untuk mendukung aktivitas produksinya. Namun, Harga komoditas nonmigas meningkat sepanjang tahun

pada paruh kedua harga komoditas logam cenderung 2007 yang antara lain didorong oleh kenaikan harga

menurun yang disebabkan oleh menurunnya permintaan minyak. Harga komoditas industri manufaktur terdorong

sejalan dengan melambatnya aktivitas produksi di negara naik oleh karena proses produksinya terkait langsung

maju. Penurunan juga disebabkan banyaknya kontrak dengan minyak yang digunakan sebagai input produksi.

perdagangan berjangka yang dibatalkan (terminate) oleh Komoditas lain yang terkena dampak langsung kenaikan

karena meningkatnya risiko setelah pasar keuangan harga minyak adalah komoditas pertanian, khususnya

terguncang krisis subprime mortgage. Penurunan harga bahan pangan (Grafik 11.15).

tersebut mengompensasi kenaikan yang terjadi pada paruh pertama sehingga secara keseluruhan tahun tidak

Meningkatnya harga komoditas pangan terutama

banyak berubah (Grafik 11.16).

disebabkan oleh meningkatnya penggunaan energi alternatif. Tingginya harga minyak mendorong

Kerja Sama Internasional

dipercepatnya konversi sumber energi dari minyak Perekonomian dunia yang semakin dinamis menuntut ke bahan bakar alternatif seperti biofuel dan biodiesel

terselenggaranya kerja sama internasional untuk yang bahan dasarnya adalah beberapa komoditas

meningkatkan daya saing negara-negara di kawasan pangan, seperti jagung, tebu, CPO dan kedelai. Dengan

dan menjaga stabilitas keuangan. Sepanjang tahun meningkatnya penggunaan biofuel/biodiesel, permintaan

2007 perkembangan kerja sama internasional telah terhadap komoditas tersebut juga meningkat sehingga

menghasilkan sejumlah kemajuan penting terutama harganya terdorong naik. Lebih jauh lagi, meningkatnya

sebagai realisasi dari inisiatif yang berlangsung selama permintaan komoditas pertanian tersebut juga mendorong

ini. Dalam rangka peningkatan daya saing, kerja sama di peningkatan produksi komoditas dimaksud. Salah satu

lingkup bilateral dan regional telah mencapai beberapa upayanya adalah dengan menambah lahan penanaman,

kesepakatan penting, seperti penandatanganan Indonesia- meskipun harus mengorbankan lahan untuk komoditas

Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) dan lain, seperti gandum. Akibatnya, pasokan gandum

pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada menurun dan harganya ikut meningkat. Selain itu,

tahun 2015. Sementara itu, untuk meningkatkan stabilitas secara umum juga terdapat kendala cuaca – kekeringan

keuangan di kawasan, telah disepakati upaya peningkatan sebagai dampak global warming – yang mengakibatkan

efektivitas jejaring Bilateral Swap Arrangement (BSA) terganggunya panen dan pasokan komoditas pertanian

melalui upaya multilateralisasi Chiang Mai Initiative (CMI) sehingga semakin memberikan tekanan pada harga.

dan penguatan sistem surveillance. Langkah tersebut bertujuan meningkatkan efektivitas kerja sama regional

Harga komoditas logam (metal) juga meningkat terutama self-help mechanism dalam rangka mencegah dan pada paruh pertama tahun 2007. Harga yang meningkat

mengatasi potensi krisis di masa depan. Dalam forum didorong oleh kuatnya permintaan – terutama China

multilateral, upaya menjaga stabilitas keuangan difokuskan

172

sama ekonomi. Pada 13 Januari 2007 di Cebu, Filipina, para pemimpin ASEAN sepakat untuk mempercepat pembentukan MEA dari semula pada tahun 2020 menjadi tahun 2015. Percepatan itu mencerminkan tekad ASEAN untuk segera meningkatkan daya saing kawasan dalam menghadapi persaingan global. Untuk mendukung tujuan tersebut, pada November 2007, para pemimpin ASEAN telah menandatangani dua perangkat utama untuk mendukung pencapaian perwujudan MEA, yaitu Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan Cetak biru MEA, termasuk jadwal strategis pencapaian masing-masing elemen. Di samping cetak biru dan Piagam ASEAN, dikembangkan juga ASEAN Baseline Report (ABR) yang berfungsi memonitor pencapaian menuju MEA 2015 (Boks: Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia).

Pembentukan MEA diharapkan akan meningkatkan daya saing kawasan dalam perekonomian global melalui pencapaian empat kerangka strategis yang meliputi pasar tunggal dan basis produksi internasional, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, pertumbuhan ekonomi yang merata dan terintegrasi dengan perekonomian global. Upaya pencapaian pasar tunggal dan basis produksi internasional dilakukan dengan memperdalam integrasi kawasan melalui proses liberalisasi hasil dan faktor-faktor produksi sehingga mencapai skala ekonomi yang optimal. Proses liberalisasi tersebut akan menuntut penguatan perekonomian nasional negara-negara ASEAN agar memiliki daya saing yang tangguh dan terjadi penurunan tingkat kesenjangan pembangunan ekonomi di antara negara-negara tersebut, sehingga secara keseluruhan posisi tawar ASEAN akan menjadi semakin kuat dalam menghadapi persaingan global. Daya saing ASEAN yang tinggi juga akan meningkatkan posisi tawar ASEAN dalam berbagai perundingan free trade area dengan mitra dagang ASEAN, seperti China, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India.

Dalam pencapaian pasar tunggal dan basis produksi internasional, liberalisasi hasil dan faktor-faktor produksi akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan aliran bebas barang, jasa, investasi dan tenaga kerja terampil serta aliran modal yang lebih bebas pada tahun 2015. Aliran bebas barang dilakukan melalui penurunan tarif dan pengurangan hambatan perdagangan nontarif. Sementara itu, peningkatan akses pasar dan penerapan perlakuan nondiskriminasi antara pengusaha lokal dan asing akan mendorong aliran bebas jasa. Adanya aliran bebas barang dan jasa lintas batas negera ASEAN akan meningkatkan efisiensi produksi dalam kerangka rantai produksi global (global supply chain). Kondisi tersebut akan membuka peluang yang lebih besar bagi investasi lintas batas

pada penguatan lembaga keuangan internasional melalui pelaksanaan reformasi kelembagaan dan tata kelola.

Peningkatan Daya Saing Negara-negara di Kawasan Upaya peningkatan daya saing dalam kerja sama bilateral dan regional dilakukan melalui liberalisasi ketentuan perdagangan dan sektor terkait lainnya yang diwujudkan melalui IJ-EPA dan pembentukan MEA 2015. IJ-EPA adalah perjanjian bilateral komprehensif pertama yang dilakukan Indonesia. Sementara itu, komitmen dalam MEA ditujukan untuk meningkatkan daya saing kawasan ASEAN melalui pembentukan pasar tunggal dan kesatuan basis produksi.