Perkembangan Pasar Modal
Perkembangan Pasar Modal
Melanjutkan prestasi tahun sebelumnya, kinerja pasar modal meningkat secara signifikan selama tahun 2007. IHSG pada akhir tahun 2007 mencapai 2.745,8 poin atau menguat 940,3 poin (52,1%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Grafik 9.8). Prestasi itu kembali
menempatkan Bursa Efek Indonesia (BEI) 4 sebagai bursa saham berkinerja terbaik ketiga di kawasan Asia Pasifik setelah bursa Shenzhen (164%) dan Shanghai (98,4%). Sebenarnya IHSG sempat menyentuh level 2.811 poin pada pekan kedua Desember 2007 sebelum akhirnya terkoreksi. Level tersebut merupakan level tertinggi yang pernah dicapai sejak beroperasinya pasar modal Indonesia. Secara sektoral, sumbangan terbesar peningkatan IHSG tersebut disumbang oleh sektor pertambangan, pertanian, dan properti. Total nilai transaksi saham juga meningkat signifikan dari Rp445,7 triliun menjadi Rp1.050,1 triliun (135,6%). Penguatan indeks dan maraknya transaksi tersebut mendorong peningkatan nilai kapitalisasi pasar sebesar 59,2% menjadi Rp1.988,3 triliun, sehingga share pasar modal terhadap PDB meningkat dari 37,4% menjadi 57,0% pada akhir tahun 2007. Peningkatan kinerja pasar modal tersebut didukung oleh faktor domestik dan faktor eksternal yang membaik. Faktor domestik yang mendorong peningkatan indeks pasar modal adalah penurunan BI Rate sebesar 175 bps sepanjang tahun 2007 dan semakin membaiknya berbagai
4 Penggabungan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang secara resmi beroperasi sejak tanggal 1 November 2007.
Grafik 9.8 Perkembangan IHSG dan Net Beli Asing
Net Beli Asing IHSG (RHS)
miliar Rp 3.000
Sumber: Bursa Efek Indonesia (diolah)
Grafik 9.9 Perkembangan Beberapa Indeks Bursa
DJIA STI (RHS)
Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) & CEIC
Nikkei IHSG (RHS)
Hang Seng
investor asing tetap terjadi pada saat indeks tertekan oleh
triliun Rp
triliun Rp
dampak subprime mortgage karena harga saham menjadi
50 350
relatif lebih murah (Grafik 9.8). Langkah investor asing
300
ini diikuti oleh investor domestik sehingga mendorong
40
peningkatan IHSG lebih lanjut.
250 30 200
Peningkatan kinerja pasar modal dan masih tingginya
20 150
permintaan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk
menghimpun dana investasi maupun pengembangan
100
10
bisnis. Selama tahun 2007 jumlah perusahaan yang
50 melakukan penawaran perdana saham (initial public
0 0 offering/ IPO) meningkat 100% dari 12 perusahaan
menjadi 24 perusahaan. Nilai emisi saham yang diterbitkan
HMETD (Right Issue)
Penawaran Umum (IPO)
juga melonjak dari Rp3,0 triliun menjadi Rp17,2 triliun
Akumulasi Penerbitan Saham (RHS)
(471%). Selain melalui IPO, sebanyak 25 perusahaan juga
Sumber: Bapepam-LK, Departemen Keuangan
melakukan penawaran saham dengan Hak Memesan Efek
Grafik 9.10 IPO, Right Issue, dan Akumulasi Penerbitan Saham
Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue dengan nilai emisi sebesar Rp29,8 triliun. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 16 perusahaan dengan nilai emisi Rp9,8 triliun.
Selama tahun 2007, transaksi di pasar modal masih Dengan demikian, total emisi saham yang diterbitkan diwarnai oleh aksi beli investor asing. Posisi net beli
selama tahun 2007 mencapai Rp47 triliun (Grafik 9.10). investor asing di pasar saham mencapai Rp32,6 triliun atau meningkat 88,8% dibandingkan dengan tahun
Perkembangan Pasar Obligasi
sebelumnya sebesar Rp17,3 triliun. Sementara itu, posisi Sejalan dengan perkembangan di pasar modal, aktivitas kepemilikan saham oleh investor asing meningkat dari
perdagangan di pasar SUN juga meningkat, baik volume Rp522,3 triliun pada akhir tahun 2006 menjadi Rp790,8
maupun frekuensi perdagangan. Volume perdagangan triliun pada akhir tahun 2007. Selain didorong oleh
SUN pada tahun 2007 meningkat tajam menjadi membaiknya indikator makroekonomi dan kinerja emiten,
Rp1.468,4 triliun atau naik 80,1% dari tahun sebelumnya aksi beli investor asing juga didorong oleh ekses likuiditas
sebesar Rp815,1 triliun (Grafik 9.11). Peningkatan volume global yang mencari outlet penempatan investasi di negara
perdagangan tersebut, salah satunya, didorong oleh emerging market. Aksi beli investor asing di BEI bahkan
adanya tambahan penerbitan SUN. Selama tahun 2007, tidak terpengaruh oleh krisis subprime mortgage. Net beli
Pemerintah melakukan 24 kali lelang SUN, baik perdana
triliun Rp
ribu
triliun Rp
Sekuritas Volume Transaksi Frekuensi (RHS)
B. Rekap
Asuransi
Dapen Nonr Lainnya
B. Nonr
Grafik 9.11 Grafik 9.12 Volume dan Frekuensi Perdagangan SUN
Aktivitas Jual Beli SUN
140
141
maupun reopening, dan 3 kali lelang SPN dengan total penerbitan bersih sebesar Rp70,7 triliun. Selain itu, Pemerintah juga melakukan lelang Obligasi Ritel Indonesia (ORI) sebanyak 3 kali dan berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp15,6 triliun. Inovasi yang berhasil dilakukan Pemerintah untuk produk SUN adalah diterbitkannya obligasi seri zero coupon (ZC) melalui lelang sebanyak
3 kali. Selain itu, peningkatan volume perdagangan juga didorong oleh meningkatnya frekuensi perdagangan seiring dengan tingginya permintaan SUN. Frekuensi perdagangan SUN meningkat 84,7% dari 35,7 ribu transaksi pada tahun 2006 menjadi 66 ribu transaksi pada tahun 2007.
Kelompok nonresiden masih menjadi net buyer terbesar SUN yang diikuti oleh reksadana dan perusahaan asuransi (Grafik 9.12). Tingginya arus modal masuk sepanjang tahun 2007 mendorong terjadinya net beli asing sebesar Rp23,7 triliun. Sementara net beli SUN oleh reksadana dan asuransi masing-masing sebesar Rp7,6 triliun dan Rp6,7 triliun. Pulihnya kepercayaan investor terhadap produk reksadana meningkatkan permintaan terhadap SUN sehingga kelompok reksadana menjadi net buyer terbesar kedua. Mengikuti pola tahun sebelumnya, kelompok bank nonrekap, bank rekap, dan sekuritas tetap menjadi net penjual di pasar SUN masing-masing sebesar Rp30,5 triliun, Rp10,8 triliun, dan Rp6,0 triliun.
Walaupun volumenya tidak sebesar pasar obligasi pemerintah, aktivitas di pasar obligasi korporasi juga mengalami peningkatan yang signifikan. Sejalan dengan pasar modal dan SUN, peningkatan aktivitas perdagangan obligasi korporasi juga didorong oleh meningkatnya
kepercayaan investor sehubungan dengan membaiknya indikator makroekonomi dan tingginya permintaan karena fenomena ekses likuiditas. Kondisi itu berhasil dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan untuk melakukan penawaran umum obligasi korporasi. Selama tahun 2007 terdapat 39 perusahaan yang menerbitkan obligasi dengan total emisi sebesar Rp31,3 triliun (Grafik 9.13). Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 14 perusahaan yang menerbitkan obligasi dengan nilai emisi sebesar Rp11,5 triliun.
Dari jumlah penerbitan obligasi tersebut, sebesar Rp1,03 triliun atau 3,3% merupakan obligasi yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah oleh 4 perusahaan. Nilai emisi obligasi syariah tersebut meningkat 413% dari tahun 2006 sebesar Rp0,2 triliun yang diterbitkan oleh satu perusahaan. Sejak penerbitan pertamanya pada tahun 2002 hingga akhir tahun 2007 telah terdapat 21 penerbitan obligasi syariah dengan nilai emisi Rp3,2 triliun atau 2,5% dari total emisi obligasi.