Skenario Kebijakan Fiskal
Skenario Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal tahun 2008 diarahkan untuk menjaga kesinambungan fiskal dengan tetap berupaya memberikan stimulus fiskal. Termasuk di dalam kebijakan fiskal tersebut antara lain program stabilisasi harga pangan. Kebijakan fiskal dilakukan dalam dua koridor utama, yaitu konsolidasi fiskal melalui pengendalian defisit anggaran dan strategi pembiayaan anggaran yang ditujukan pada penurunan beban dan risiko utang Pemerintah. Dalam rangka meningkatkan stimulus fiskal, pada awal tahun Pemerintah menargetkan defisit APBN tahun 2008 sebesar 1,7% dari PDB.
Ke depan, APBN tahun 2008 akan menghadapi tekanan dari eksternal maupun internal. Dari eksternal, harga komoditas dunia yang terus meningkat berpotensi meningkatkan harga-harga domestik. Untuk menjaga stabilitas makroekonomi, Pemerintah akan memberikan subsidi dalam jumlah besar baik untuk subsidi energi maupun komoditas pangan strategis. Dari internal, pemerintah menghadapi risiko lifting di bawah asumsi APBN. Kedua kondisi tersebut akan meningkatkan defisit APBN tahun 2008. Pemerintah akan melakukan berbagai langkah konsolidasi fiskal sehingga defisit RAPBN-P 2008 dapat dikendalikan menjadi 2% dari PDB (Grafik 12.2). (Boks: Sembilan Langkah Pengamanan APBN tahun 2008)
Kebijakan fiskal di sisi pendapatan secara umum diarahkan untuk meningkatkan penerimaan negara dengan tetap memberikan insentif fiskal secara
terbatas. 1 Konsolidasi di sisi perpajakan ditujukan untuk meningkatkan pangsa penerimaan pajak terhadap PDB (tax ratio) melalui langkah-langkah ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan serta reformasi administrasi perpajakan. Beberapa kebijakan utama di bidang nonpajak juga dilakukan seperti upaya peningkatan volume lifting minyak mentah; optimalisasi penerimaan
dari SDA nonmigas, peningkatan upaya pencegahan illegal logging, illegal mining dan illegal fishing, penerapan Good Corporate Governance di BUMN, dan peningkatan pengawasan pungutan PNBP di berbagai Kementrian/ Lembaga (K/L).
Di sisi belanja, Pemerintah akan lebih mementingkan kualitas pengeluaran. Hal itu sejalan dengan semakin terbatasnya penerimaan negara terutama yang bersumber dari sektor perpajakan. Upaya-upaya tersebut meliputi perbaikan pendapatan aparatur negara, pemenuhan kewajiban pembayaran bunga utang, peningkatan kualitas, efisiensi dan efektivitas pelayanan dan penyelenggaraan pemerintahan, peningkatan anggaran untuk infrastruktur, dukungan terhadap stabilitas harga melalui pemberian subsidi, peningkatan anggaran pendidikan, dan kesinambungan bantuan di bidang pendidikan dan kesehatan terutama untuk masyarakat kurang mampu.
1 Beberapa insentif fiskal untuk tahun 2008 adalah PMK No.177/ PMK.011/2007 tanggal 28 Desember 2007 berlaku surut sejak
16 Juli 2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang untuk Kegiatan Usaha Hulu Migas serta Panas Bumi, PMK No.178/ PMK.011/2007 tanggal 28 Desember 2007 berlaku 1 Januari 2008-31 Desember 2008 tentang PPN Ditanggung Pemerintah atas Impor Barang untuk Kegiatan Eksplorasi Hulu Migas dan Panas Bumi, PMK No.179/PMK.011/2007 tanggal 28 Desember 2007 berlaku sejak 1 Januari 2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk atas Impor Platform Pengeboran atau Produksi Terapung atau di bawah air.
Tabel 12.3 Aliran Modal ke Emerging Markets
Neraca Transaksi Berjalan
274,1 380,2
419,5 374,0
Pembiayaan Eksternal, neto Aliran modal swasta, neto
519,6 572,8
620,3 593,1
Investasi Equity, neto
251,3 228,3
265,1 277,3
Investasi Langsung, neto
200,6 167,3
212,9 223,2
Investasi Portofolio, neto
Kreditor Swasta, neto
265,5 343,6 355,2
315,9
Bank Komersial, neto
145,7 202,3 188,5
145,8
Bukan Bank, neto
119,5 141,3 166,6
170,0
Aliran Modal Pemerintah, neto
Lembaga Keuangan Internasional
Kreditor Bilateral
Pinjaman Residen/lainnya, neto 1 -287,3 -334,1 -286,8 -269,0
Cadangan Devisa (- = naik)
-442,2 -554,0 -756,2 -707,0
* Angka estimasi ** Proyeksi IIF 1
Termasuk net lending, monetary gold, dan errors and omissions.
184
Di sisi pembiayaan, Pemerintah masih akan mengedepankan upaya pembiayaan dari sumber dalam negeri (Tabel 12.4). Peningkatan defisit akan dibiayai dengan peningkatan neto penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dari Rp91,6 triliun pada APBN tahun 2008 menjadi Rp116,6 triliun pada RAPBN-P tahun 2008 (Tabel 12.4). Melanjutkan strategi pada tahun 2007, selama tahun 2008 Pemerintah kembali akan menerbitkan beberapa jenis SBN untuk memperluas basis investor, termasuk rencana penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing. Sementara target dari PT PPA dan privatisasi BUMN diprakirakan masih minimal dan hanya mencapai sekitar Rp2 triliun. Selain itu, searah dengan kebijakan strategi pengelolaan utang jangka panjang yang diarahkan pada sumber utang dari dalam negeri, pada tahun 2008 diprakirakan kembali mencatat pembayaran utang luar negeri neto. Pemerintah juga masih akan memberikan dukungan pada proyek infrastruktur melalui Public Private Partnership (PPP) sebesar Rp2,8 triliun.
Konsolidasi fiskal yang dilakukan Pemerintah diprakirakan masih menghasilkan stimulus fiskal berupa pertumbuhan konsumsi dan investasi pemerintah yang masih positif. Kenaikan defisit RAPBN-P tahun 2008 terutama disumbang kenaikan hampir seluruh komponen subsidi sebesar dua kali lipat dari APBN tahun 2008 dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat. Sementara itu, konsumsi dan investasi masih akan tumbuh namun dengan laju yang melambat. Di tingkat pusat, peningkatan konsumsi Pemerintah terutama didorong oleh peningkatan kesejahteraan pegawai negeri melalui kenaikan gaji pokok sekitar 20%. Kenaikan belanja barang antara lain berkaitan
dengan adanya reorganisasi dan pemekaran satuan kerja baru. Kenaikan belanja lainnya yang menampung kenaikan anggaran untuk langkah-langkah kebijakan (policy measures), mencakup alokasi anggaran untuk Pemilu 2009 dan penyediaan cadangan beras Pemerintah, dana cadangan tanggap darurat sosial-keamanan serta belanja penunjang lainnya. Sementara itu pengeluaran investasi didorong oleh naiknya anggaran untuk infrastruktur. Dua departemen yang mendapat anggaran infrastruktur cukup besar adalah Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan.
Peningkatan kontribusi fiskal diprakirakan juga terjadi di tingkat daerah. Kegiatan konsumsi dan investasi pemerintah daerah ditandai dengan meningkatnya alokasi belanja untuk daerah seiring dengan peningkatan penerimaan dalam negeri yang tercermin dari meningkatnya rasio penerimaan pajak menjadi 14% dari PDB pada RAPBN-P tahun 2008. Transfer ke sektor riil akan meningkat seiring dengan peningkatan anggaran bantuan sosial dan subsidi. Peningkatan anggaran bantuan sosial berupa peningkatan anggaran penanggulangan bencana alam, peningkatan anggaran bantuan melalui kementerian/lembaga, serta program bantuan kepada masyarakat yang telah berjalan dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu meliputi Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan rumah sakit pemerintah kelas III dan rumah sakit swasta yang ditunjuk, dan Program Keluarga Harapan yang merupakan kelanjutan program Subsidi Langsung Tunai. Sementara itu, peningkatan subsidi terutama disebabkan peningkatan subsidi energi seiring dengan lebih tingginya prakiraan harga minyak
Grafik 12.2 Defisit APBN
Surplus/Defisit APBN
Persen, PDB
*RAPBN-P 2008
Sumber: Departemen Keuangan
Grafik 12.3 Utang Pemerintah
90 80 70 60 50 40 30 20 10
Pinjaman Luar Negeri Pinjaman Dalam Negeri
Total Pinjaman
Persen, PDB
Sumber: Nota Keuangan APBN 2008
2007
2006 2005 2004 2003 2002 2001 2002
38
31 29
28
23
18 16 12
39 36
32 28
24 21 19 21
77
67 61
56
47 39 35
33
Tabel 12.4 APBN dan RAPBN-P 2008
triliun Rp
RABPN-P 2008 Rincian
APBN 2008
Triliun Rp
% PDB
Triliun Rp % PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah
839,4 19,6 I. Penerimaan Dalam Negeri
781,4
18,1
836,7 19,5 1. Penerimaan Pajak
779,2
18,1
601,5 14,0 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
592,0
13,7
235,2 5,5 Minyak Bumi dan Gas Alam
187,2
4,3
152,2 3,6 II. Hibah
117,9
2,7
2,7 0,1 B. Belanja Negara
2,1
0,0
926,2 21,6 I. Belanja Pemerintah Pusat
854,7
19,9
641,4 15,0 1. Belanja Kementrian/Lembaga (K/L)
573,4
13,3
272,1 6,3 2. Belanja Non K/L
311,9
7,2
369,3 8,6 – Pembayaran Bunga Utang
261,5
6,1
94,2 2,2 i. Utang Dalam Negeri
91,4
2,1
65,0 1,5 ii. Utang Luar Negeri
208,6 4,9 i. Subsidi Energi
97,9
2,3
161,2 3,8 ii. Subsidi Nonenergi
75,6
1,8
47,4 1,1 – Belanja Lainnya
22,3
0,5
19,3 0,5 II. Anggaran Belanja Untuk Daerah
25,0
0,6
284,8 6,6 1. Dana Perimbangan
281,2
6,5
274,8 6,4 a. Dana Bagi Hasil
266,8
6,2
74,1 1,7 b. Dana Alokasi Umum
66,1
1,5
179,5 4,2 c. Dana Alokasi Khusus
179,5
4,2
21,2 0,5 2. Dana Otonomi Khusus & Penyeimbang
21,2
0,5
10,1 0,2 C. Keseimbangan Primer
14,4
0,3
7,4 0,2 D. Surplus/(Defisit) Anggaran
18,1
0,4
(86,8) (2,0) E. Pembiayaan
(73,3)
(1,7)
86,8 2,0 I. Pembiayaan Dalam Negeri
73,3
1,7
104,2 2,4 1. Perbankan Dalam Negeri
90,0
2,1
(11,7) (0,3) 2. Non-Perbankan Dalam Negeri
0,3
0,0
115,9 2,7 a. Privatisasi (neto)
89,7
2,1
1,5 0,0 b. Penjualan Aset Program Restrukturisasi Perbankan
1,5
0,0
0,6 0,0 c. Penjualan Obligasi Pemerintah, neto
0,6
0,0
116,6 2,7 d. Dana Investasi Pemerintah
91,6
2,1
(2,8) (0,1) II. Pembiayaan Luar Negeri (neto)
(4,0)
(0,1)
(17,4) (0,4) 1. Penarikan Pinjaman LN (bruto)
(16,7)
(0,4)
44,2 1,0 a. Pinjaman Program
43,0
1,0
23,8 0,6 b. Pinjaman Proyek
19,1
0,4
20,4 0,5 2. Pembayaran Cicilan Pokok ULN
23,9
0,6
(61,6) (1,4) Asumsi: Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
6,5 Nilai tukar rata-rata (Rp/$)
6,0
9150 Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%)
9100
7,5 Harga minyak internasional ($/barel)
7,5
60 83 Lifting minyak Indonesia (juta barel per hari)
1,034
0,910
Sumber: Departemen Keuangan.
185
186
mentah dan subsidi untuk komoditas pangan strategis.
Dengan perkembangan tersebut, indikator fiscal impulse 2
mengindikasikan arah kebijakan fiskal sesuai dengan perkembangan kebutuhan perekonomian.