Respons Sektor Riil
Respons Sektor Riil
Penurunan BI Rate dipandang mampu meningkatkan optimisme dalam berusaha di Indonesia. Hal itu
Grafik 6.11 Rata-rata Aktivitas Perdagangan Harian SUN
Rata-rata Volume
triliun Rp
kali per hari
Rata-rata Frekuensi (RHS)
Grafik 6.12 BI Rate dan NAB Reksadana
BI Rate
persen
triliun Rp 100
NAB Reksadana (RHS)
Sumber: Bank Indonesia dan Bapepam
BI Rate
Mar April Jan Feb
2007 BI Rate
BI Rate
Indeks Tendensi Bisnis (RHS) Keyakinan Konsumen (Ekspektasi) (RHS)
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Grafik 6.13 Grafik 6.14 BI Rate dan Indeks Tendensi Bisnis
BI Rate dan Keyakinan Konsumen
dikonfirmasi oleh hasil survei tendensi bisnis yang Kebijakan moneter yang diterapkan juga mendorong dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil survei
terjaganya ekspektasi inflasi pelaku ekonomi. Pada tahun tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan
2007, komitmen dan konsistensi kebijakan moneter untuk perbaikan tendensi bisnis oleh dunia usaha sejalan dengan
mengendalikan inflasi cukup efektif dalam memengaruhi terpeliharanya kondisi makroekonomi dan prospek
pembentukan ekspektasi inflasi, baik pada pelaku di berlanjutnya ekspansi perekonomian (Grafik 6.13).
sektor riil (Grafik 6.15) maupun analis pasar keuangan Sementara itu, kebijakan moneter dipersepsikan secara
(Grafik 6.16). Kondisi tersebut menunjukkan terus positif oleh konsumen sebagaimana tercermin dari
membaiknya transparansi kebijakan yang tercermin dari membaiknya ekspektasi konsumen secara agregat
semakin mampunya stakeholders memahami kebijakan terhadap perekonomian ke depan, penghasilan, dan
moneter Bank Indonesia. Hal itu memungkinkan Bank ketersediaan lapangan kerja (Grafik 6.14).
Indonesia meningkatkan kredibilitas (credibility gain) sehingga bermanfaat dalam menghadapi tantangan untuk mencapai sasaran inflasi pada tahun-tahun mendatang.
BI Rate
indeks
persen, yoy
Mar-07 Jun-07 Sep-07 Des-07
BI Rate
Proyeksi Inflasi BI
Ekspekstasi Inflasi Pedagang 6 Bulan (RHS) Consensus Forecast (pada waktu penyampaian proyeksi BI) Sumber: Bank Indonesia dan Consensus Forecast
Grafik 6.15 Grafik 6.16 BI Rate dan Ekspektasi Inflasi Pedagang
Proyeksi IHK dan Consensus Forecast
Nisbah OPT terhadap PDB (annualized)
Penawaran
Grafik 6.17 Grafik 6.18 Permintaan dan Penawaran Likuiditas Perbankan
Perkembangan Stok Ekses Likuiditas
Perkembangan Likuiditas GWM sebesar Rp1,0 triliun. Di luar GWM, giro perbankan (excess reserve) meningkat signifikan dari tahun
Perkembangan Base Money dan Ekses Likuiditas
sebelumnya. Hal itu terjadi pada hari terakhir tahun 2007
Perbankan
terkait dengan realisasi pengeluaran Pemerintah di akhir Peningkatan base money sejalan dengan kegiatan
tahun.
perekonomian. Pada akhir tahun 2007, base money tumbuh 27,8% menjadi Rp379,6 triliun (Tabel 6.2).
Kenaikan base money, terutama, dipengaruhi oleh Kondisi tersebut terutama disumbang oleh cukup
aktivitas Pemerintah dan Bank Indonesia. Peningkatan tingginya pertumbuhan uang kartal di masyarakat selaras
permintaan uang primer yang mencapai Rp82,5 triliun dari dengan berlanjutnya ekspansi perekonomian di sektor
tahun sebelumnya masih dapat dipenuhi oleh transaksi riil. Sementara itu, perkembangan Giro Wajib Minimum
rupiah Pemerintah yang bersifat ekspansif dan aktivitas (GWM) milik perbankan lebih moderat. Insentif Loan to
Bank Indonesia (Grafik 6.17). Tambahan likuiditas bersih Deposit Ratio (LDR) mengurangi kewajiban pemenuhan
dari Pemerintah yang bersumber dari rekeningnya di Bank
Tabel 6.2 Perkembangan Base Money
miliar Rp
2007 Base Money
I Uang yang Diedarkan
220.785 1. Uang Kartal di Masyarakat
183.419 2. Kas Bank Umum
37.366 II Saldo Giro Positif pada BI
158.452 III Giro Sektor Swasta
Aktiva Luar Negeri Bersih
356.883 Aktiva Dalam Negeri Bersih
I Tagihan Bersih pada Pemerintah
49.458 II Tagihan pada Bank Umum
227.555 III Tagihan Lainnya
8.407 IV Operasi Pasar Terbuka
(48.933) 3. SUN (Surat Utang Negara)
15.457 V Lainnya Bersih
3,9 3,9 70 35 M1/PDB
65 12 M2/PDB
M1 M0 (RHS)
C/PDB
M1/PDB (RHS)
M2
M2/PDB
Grafik 6.20 Grafik 6.19
Nisbah Likuiditas Perekonomian terhadap PDB Pertumbuhan M0, M1, dan M2 Nominal
(Annualized)
Indonesia mencapai Rp66,9 triliun, menurun signifikan Ekses likuiditas di pasar uang bertambah. Bank Indonesia dari tahun 2006 (Rp115,1 triliun). Dalam kondisi rasio
melakukan penyerapan melalui OPT untuk mengurangi defisit fiskal terhadap PDB yang sedikit meningkat dari
likuiditas yang bertambah lebih besar dari kebutuhannya. 0,9% pada tahun 2006 menjadi sekitar 1,3% pada tahun
Pada tahun 2007, posisi OPT secara agregat meningkat 2007, penurunan tersebut ditengarai terkait dengan
Rp39,2 triliun sehingga mencapai Rp281,2 triliun. Naiknya perubahan strategi financing Pemerintah yang lebih
posisi OPT tersebut mencerminkan terus bertambahnya menitikberatkan kepada penerbitan SUN di dalam negeri
ekses likuiditas di pasar uang yang belum mampu daripada pemanfaatan rekeningnya di Bank Indonesia.
digunakan secara optimal dalam kegiatan perekonomian Sementara itu, aktivitas Bank Indonesia menambah
di sektor riil (Grafik 6.18). Dalam hubungannya dengan likuiditas dari biaya pengelolaan moneter. Hal tersebut
itu, berbagai upaya, seperti pendalaman pasar keuangan dilakukan sesuai dengan komitmen Bank Indonesia untuk
(financial deepening), serta peningkatan komitmen menjaga stabilitas nilai rupiah demi terpeliharanya stabilitas
dan konsistensi Bank Indonesia dalam melakukan makroekonomi yang berkesinambungan.
operasi moneter di pasar uang akan terus dilanjutkan.
M1 Nominal
M1-Giro Pemda
M1 Riil
Uang Kartal Riil
Inflasi (RHS)
M2 Riil
Grafik 6.21 Grafik 6.22 Perkembangan M1 dan Inflasi
Perkembangan M1 dan M2 Riil
Tabel 6.3 Uang Beredar dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya
Pertumbuhan (persen) Uang Beredar dalam Arti Luas (M2)
Miliar Rp
18,89 M2 Rupiah
19,13 Uang Beredar dalam Arti Sempit (M1)
– Uang Kartal di Masyarakat
21,46 – Uang Giral
Uang Kuasi
– Simpanan dalam Rupiah
15,46 = Simpanan Berjangka
31,04 – Simpanan dalam Valas
12,41 Aktiva Luar Negeri Bersih
26,97 Bank Indonesia:
40,48 – Aktiva Luar Negeri
39,64 – Kewajiban Luar Negeri
(0,28) Bank Umum:
(117,58) – Aktiva Luar Negeri
(24,51) – Kewajiban Luar Negeri
31,61 Aktiva Dalam Negeri Bersih
15,45 1. Tagihan Bersih pada Pemerintah
(1,78) – Bank Indonesia
(6,34) – Bank Umum
3,26 2. Tagihan Bersih pada BPPN
24,36 – Kredit kepada Sektor Swasta
3. Tagihan kepada Sektor Usaha
26,42 Kredit kepada Sektor Swasta (miliar $)
21,07 = Kredit dalam Rupiah
24,10 = Kredit dalam Valas
36,45 Kredit dalam Valas (miliar $)
30,67 – Tagihan Lainnya
(8,11) 4. Lainnya Bersih
Di samping itu, berbagai kebijakan di sektor riil semakin dalam 5 tahun terakhir kendati secara rasio terhadap diperkuat guna mempercepat pertumbuhan ekonomi
PDB relatif stabil dari tahun sebelumnya (Grafik 6.20). yang pada gilirannya dapat menyerap ekses likuiditas
Tingginya pertumbuhan likuiditas perekonomian tersebut secara permanen.
mengindikasikan potensi tekanan inflasi ke depan 1 (Grafik 6.21). Sebagaimana pertumbuhan nominalnya,
Likuiditas perekonomian
pertumbuhan tahunan riil 2 M1 dan M2 juga meningkat Likuiditas perekonomian yang tercermin pada M1 dan M2
mencapai masing-masing sebesar 21,0% dan 12,3% menunjukkan peningkatan. Pada akhir Desember 2007,
(Grafik 6.22).
likuiditas perekonomian dalam arti sempit (M1) tumbuh 27,6% sehingga mencapai level Rp460,8 triliun. Likuiditas
BI Rate cukup kuat memengaruhi perkembangan perekonomian dalam arti luas (M2) tumbuh 18,9%
komponen likuiditas perekonomian. Penurunan BI atau tercatat sebesar Rp1.643,2 triliun. Pertumbuhan
Rate memengaruhi komponen likuiditas perekonomian likuiditas perekonomian tersebut dapat dikategorikan
1 tinggi apabila dibandingkan dengan kondisi historisnya Dalam grafik, pertumbuhan M1 dijadikan indikator penuntun (leading)
18 bulan terhadap inflasi. 2 Diperhitungkan dengan inflasi IHK.
persen, yoy
pensiun, dan kategori lainnya (antara lain, perusahaan
sekuritas atau manajer investasi). Sebagaimana tampak
pada Grafik 6.23, hubungan antara indeks saham dengan
kelompok giro itu meningkat pasca 2005. Hal tersebut
mengindikasikan kemungkinan terjadinya peningkatan
peran institusi dalam meramaikan pasar saham domestik.
Faktor domestik dominan memengaruhi perkembangan
0 likuiditas perekonomian. Faktor domestik dalam bentuk
kredit kepada sektor bisnis mendominasi kinerja likuiditas
perekonomian. Pada Desember 2007, total kredit untuk
sektor tersebut naik 26,4% atau secara level bertambah
IHSG
Giro Lainnya
sebesar Rp208,0 triliun dari posisi akhir tahun 2006.
Giro Asuransi
Giro Perorangan
Dari jumlah itu sebesar Rp154,0 triliun disalurkan dalam
Sumber: Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia
bentuk kredit rupiah, sedangkan selebihnya Rp54,0 triliun
Grafik 6.23 Pertumbuhan IHSG dan Giro per Pemilik
atau $5,0 miliar berupa kredit dalam valuta asing. Faktor eksternal yang tercermin pada perkembangan aktiva luar negeri bersih (Net Foreign Assets – NFA) secara keseluruhan meningkat sebesar 27,0% atau secara
yang berupa semakin meningkatnya preferensi level bertambah sebesar Rp111,4 triliun. Tambahan likuiditas masyarakat seperti tampak pada percepatan
tersebut terjadi pada NFA Bank Indonesia sejalan dengan pertumbuhan tabungan relatif terhadap deposito. Hal
meningkatnya cadangan devisa yang bersumber dari tersebut diikuti pula oleh semakin meningkatnya aktivitas
penerimaan hasil migas akibat tingginya harga minyak giro milik swasta sejalan dengan bergairahnya pasar
dunia. Sementara itu, NFA perbankan justru menurun, saham. Perkembangan giro milik swasta tersebut,
terutama, pada sisi foreign asset dalam bentuk call money dan demand deposit pada bank di luar negeri.
Bab 7
Neraca Pembayaran Indonesia