Transaksi Investasi Lainnya

Transaksi Investasi Lainnya

Transaksi investasi lainnya mencatat defisit yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya menjadi $5,9 miliar, sejalan dengan strategi pengelolaan utang pemerintah yang lebih mandiri. Di sektor publik, transaksi investasi lainnya mencatat kenaikan defisit menjadi $2,4 miliar (Tabel 7.11). Kecenderungan defisit tersebut merupakan cerminan kebijakan pemerintah yang berusaha mengurangi beban utang luar negeri dengan menerapkan strategi penarikan yang lebih rendah dari pembayaran utang. Perkembangan menarik dalam pengelolaan utang pemerintah tahun 2007 diwarnai adanya pembubaran forum CGI pada awal tahun 2007. Dengan demikian fleksibilitas pengelolaan utang luar negeri dapat lebih baik dengan dilakukan secara bilateral. Usaha tersebut juga dibarengi dengan efektivitas pencairan pinjaman sisa komitmen yang belum ditarik.

Pembubaran CGI tidak serta-merta menyebabkan penurunan pencairan utang pemerintah secara drastis. Meskipun pencairan pinjaman proyek turun, tapi pencairan pinjaman program meningkat. Pencairan utang luar negeri dalam bentuk pinjaman program yang diperoleh pada tahun 2007 bahkan meningkat menjadi $1,9 miliar dari tahun 2006 sebesar $1,5 miliar. Demikian juga dengan penarikan utang proyek yang sebagian besar merupakan komitmen CGI tahun lalu masih cukup besar. Meskipun pencairan pinjaman pemerintah secara umum tidak mengalami hambatan, namun besaran pinjaman disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan fiskal dan dijaga pada level yang lebih rendah dari pembayarannya. Strategi pengelolaan utang pemerintah yang mandiri juga terefleksi pada prioritas pembiayaan yang bersumber dari domestik.

Di sektor swasta, transaksi investasi lainnya mencatat kenaikan defisit menjadi $3,6 miliar. Salah satu faktor penyebab peningkatan defisit tersebut adalah aliran modal keluar negeri yang dicatat di sisi aset dalam bentuk simpanan milik residen di luar negeri. Berdasarkan pengalaman selama ini, aliran modal keluar tersebut dapat menjadi sumber pasokan valas ketika terjadi kejutan yang

Tabel 7.9 Investasi Langsung (FDI)

FDI (net)

Ke Luar Negeri (net)

Di Indonesia (net)

Tabel 7.10 Investasi Portofolio Sisi Liabilities

juta $

Rincian 2005 2006 2007

Sektor Publik, bersih 4.826 4.514 5.270 Obligasi Valas

2.095 1.930 1.425 SUN

2.054 2.209 2.612 SBI

677 375 1.233 Sektor Swasta, bersih

444 1.593 4.711 Saham

-165 1.898 3.559 Surat Utang

609 -305 1.152 Total

5.270 6.107 9.981

Tabel 7.11 Transaksi Investasi Lainnya

Investasi Lainnya, bersih (Sektor Publik)

Investasi Lainnya, bersih (Sektor Swasta)

berakibat pada peningkatan permintaan valas di pasar

domestik. Fenomena ini juga menjadi satu faktor yang

Utang Luar Negeri / Ekspor

dapat menjelaskan relatif stabilnya pergerakan nilai tukar

Utang Luar Negeri / PDB DSR

rupiah di tengah ketidakpastian pasar finansial dunia.

Grafik 7.5 Indikator Kerentanan Sektor Eksternal

Indikator Kerentanan Eksternal Dengan pencapaian surplus pada transaksi berjalan, transaksi modal, dan finansial tersebut di atas, total NPI selama tahun 2007 mencatat surplus $12,5 miliar.

Indikator kerentanan eksternal cenderung membaik, Meningkatnya kinerja NPI tersebut disertai dengan struktur

Meskipun posisi ULN meningkat menjadi $136,6 miliar yang semakin baik sehingga memberikan dukungan

(Tabel 7.12), rasio ULN terhadap PDB dan ekspor fundamental bagi stabilitas nilai tukar rupiah sepanjang

tetap menurun masing-masing menjadi 31,2% dan tahun 2007. Meskipun peranan arus masuk modal jangka

97,3% (Grafik 7.5). Kedua indikator tersebut semakin pendek masih cukup besar, arus modal jangka panjang

menunjukkan perbaikan dari batasan kritis yang ditetapkan semakin menunjukkan perkembangan yang positif.

oleh Bank Dunia. Demikian juga dengan indikator rasio pembayaran utang terhadap ekspor barang dan jasa (DSR) menjadi 19,2% atau di bawah batasan kritis 20%.

Tabel 7.12 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia

September Desember*

53.641 53.909 a. Lembaga Keuangan

4.837 5.351 – Bukan Bank

2.111 2.114 b. Bukan Lembaga Keuangan

46.693 46.444 Surat-surat berharga

15 30 47 75 52 50 – Bukan Lembaga Keuangan

* Angka sementara

Perdagangan Intraregional Asia

Perdagangan intraregional Asia dalam beberapa tahun terakhir cenderung meningkat. Peningkatan perdagangan

persen

intraregional ini telah menggantikan dominasi pangsa

perdagangan dari Asia ke negara maju. Pangsa

perdagangan intraregional untuk sesama kawasan

ASEAN, ASEAN+4, negara berkembang Asia dan Asia semakin meningkat terhadap total perdagangan dunia 10

(Grafik 1). 8 1 Pertumbuhan intraregional negara berkembang Asia tahun 2006 mencapai 44% atau meningkat tajam

dari 33% tahun 1990 (Grafik 2). Peningkatan tersebut

telah menggantikan dominasi pangsa perdagangan dari

negara berkembang Asia ke negara maju utama atau

G3 (AS, kawasan Eropa, dan Jepang) dari 53% pada

tahun 1990 menjadi sekitar 42% tahun 2006. Meskipun

Intra ASEAN Trade

Intra Dev. Asia Trade

peranan perdagangan ke negara maju G3 masih cukup

Intra ASEAN+4 Trade

Intra Asia Trade

besar, menurunnya pangsa perdagangan ke negara Sumber: Direction of Trade Statistic IMF, diolah maju merupakan perkembangan positif di tengah Grafik 1

Pangsa Perdagangan Intraregional terhadap

perlambatan ekonomi yang terjadi di negara maju. Hal ini

Perdagangan Dunia

menunjukkan meningkatnya kemandirian perdagangan negara berkembang di kawasan Asia. Ditinjau per negara, perdagangan intraregional Asia ke AS, kawasan Eropa

peningkatan perdagangan intraregional adalah kebijakan dan Jepang terus menunjukkan penurunan, sementara

relokasi industri dari negara maju, terutama dari Jepang, perdagangan dengan China meningkat pesat (Tabel 1).

ke berbagai negara di Asia. Perkembangan tersebut juga Dalam kondisi ekonomi negara maju yang melambat,

didukung oleh arus investasi modal langsung ke Asia yang maka dampak perlambatan tersebut sebagian dapat

besar serta berbagai kebijakan kerjasama perdagangan dikompensasi oleh peningkatan perdagangan dengan

China dan negara lain di kawasan Asia.

Peningkatan perdagangan intraregional didukung oleh

50 tingginya pertumbuhan ekonomi kawasan Asia terutama 50 China dan India. Perdagangan intraregional Asia yang 44

40 38 meningkat didukung oleh tingginya pertumbuhan ekonomi 41 kawasan terutama di China dan India. Dukungan volume

PDB dan jumlah penduduk yang sangat besar menjadi 30 sumber permintaan eksternal utama bagi negara lain

di kawasan Asia. Pada tahun 2007 pangsa PDB China dan India terhadap PDB negara berkembang Asia telah

lebih dari separo atau masing-masing mencapai 47,6%

dan 16,0%. 2 Perkembangan lain yang mendukung

Dev. Asia to ASEAN

Dev. Asia to Dev. Asia Dev. Asia's export Dev. Asia to ASEAN+4 In percent of total Dev. Asia to G3

1 (Negara Berkembang Asia = Asia-Jepang-Timur Tengah). (ASEAN =

Sumber: Direction of Trade Statistic IMF, diolah

Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Brunei Darusslam, Kamboja, Myanmar, dan Laos). (ASEAN+4 = ASEAN +

Grafik 2

Jepang+ China + India + Korea Selatan).

Pangsa Tujuan Ekspor Negara Berkembang Asia

2 Menggunakan PDB nominal yang bersumber dari data base WEO-IMF Oktober 2007.

Tabel 1 Tujuan Ekspor Intraregional ke Beberapa Negara

persen

Tujuan Ekspor*

Negara Asal Amerika Serikat

India 1990 1999 2006 1990 1999 2006 1990 1999 2006 1990 1999 2006 1990 1999 2006

Kawasan Eropa

Jepang

China

Negara Berkembang Asia 21,9

* Pangsa terhadap total ekspor negara asal. Sumber: IMF Trade Directions Statistics, diolah.

Tabel 2 Korelasi Business Cycle dengan Negara Maju

Jepang 1995-98

Amerika Serikat

Kawasan Eropa

1995-98 1999-02 2003-07

0,66 0,36 0,04 Indonesia

EM Asia -0,64

bilateral dan multilateral di kawasan Asia yang cukup sebagian besar dalam bentuk bahan baku (Tabel 3). 5 intensif sejak tahun 1990-an.

Kecenderungan dominasi pangsa ekspor dalam bentuk bahan baku, terjadi pada perdagangan intraregional

Ketergantungan intraregional terhadap G3 yang menurun, maupun dengan negara maju G3. Ekspor bahan baku didukung oleh struktur perdagangan intraregional

tersebut sebagian besar berupa produk primer yang yang bersifat intra-industry, sementara perdagangan

belum diproses lebih lanjut. Struktur ekspor tersebut,

sayangnya memiliki nilai tambah yang relatif kecil dalam industry trade di dalam perdagangan sesama negara

dengan negara maju lebih bersifat inter-industry. 3 Intra-

kegiatan sektor riil seperti misalnya penyerapan tenaga Asia mengindikasikan spesialisasi sesuai dengan daya

kerja. Khusus Indonesia, struktur ekspor ke AS relatif saing komparatif tiap negara untuk tujuan ekspor. Hal

sudah baik dengan dominasi ekspor barang konsumsi ini sejalan dengan meningkatnya korelasi business cycle

(55%) khususnya TPT. Namun demikian, ekspor dari ke sesama negara Asia, sementara korelasi business

Indonesia ke negara lain masih didominasi oleh komoditas cycle negara berkembang Asia dengan negara maju

bahan baku (barang primer). Kecenderungan ekspor

komoditas primer juga terjadi ke negara utama tujuan perdagangan Indonesia dengan negara maju juga

cenderung menurun (Tabel 2). 4 Penurunan ketergantungan

ekspor seperti Jepang (hasil tambang, karet mentah), tercermin dari penurunan korelasi business cycle antara

China (CPO dan karet mentah), dan India (CPO dan hasil Indonesia dengan ketiga negara maju tersebut. Korelasi

tambang).

bahkan menjadi negatif (pada periode 2003-2007), sejalan dengan periode dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia

Bagi perekonomian domestik, struktur ekspor yang kurang yang cenderung ekspansif ditengah perlambatan ekonomi

berimbang ini mengimplikasikan perlunya peningkatan negara maju.

sisi supply dan daya saing ekspor guna memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi negara berkembang

Dari sisi komoditas yang diperdagangkan, perdagangan yang tinggi, dan perlunya strategi industri yang mengarah intraregional Asia didominasi oleh bahan baku dan

pada ekspor barang jadi sehingga bernilai tambah lebih penolong (intermediate goods). Secara umum, pangsa

besar.

ekspor dari negara berkembang Asia, termasuk Indonesia,

3 Perdagangan yang bersifat intra-industry cenderung meningkatkan korelasi siklus bisnis antar negara, sedangkan inter-industry cenderung mengurangi korelasi siklus bisnis. Lihat Harm Zebregs, Intraregional Trade in Emerging Asia, IMF Policy Discussion Paper, PDP/04/1, April 2004. 4 Perhitungan korelasi siklus bisnis berdasarkan model Phase Average Trend yang dikembangkan oleh OECD.

5 Penggolongan komoditas menggunakan Broad Economic Indicators (BEC) United Nations Statistic Division 9 April 2007.

Tabel 3 Komoditas Ekspor Intraregional & Indonesia ke Beberapa Kawasan

persen

Negara Tujuan Ekspor*

Negara Asal Amerika Serikat

India 1995 1999 2006 1995 1999 2006 1995 1999 2006 1995 1999 2006 1995 1999 2006

Kawasan Eropa

Jepang

China

Negara Berkembang Asia Barang Modal

19,0 14,9 11,1 22,0 Bahan Baku

67,4 75,8 73,7 68,4 Barang Konsumsi

9,6 6,3 8,2 5,1 Indonesia Barang Modal

4,9 1,1 0,8 2,8 Bahan Baku

87,8 89,7 81,4 91,8 Barang Konsumsi

* Pangsa terhadap total ekspor negara asal. Sumber: UN Comtrade, diolah.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Bab 8

Keuangan Pemerintah