Neraca Pembayaran Indonesia

Bab 7: Neraca Pembayaran Indonesia

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat kinerja yang tetap positif. Pada akhir tahun 2007, NPI mencatat surplus yang terutama bersumber dari surplus transaksi berjalan sebesar 2,5% PDB. Kenaikan surplus transaksi berjalan ditopang oleh harga komoditas di pasar internasional dan permintaan dunia yang cukup tinggi. Sementara itu, surplus transaksi modal dan finansial didukung oleh menariknya imbal hasil rupiah di pasar keuangan domestik dan terjaganya kestabilan makro ekonomi dalam negeri. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa terus meningkat, sehingga berdampak positif terhadap kepercayaan pelaku ekonomi dan mampu meredam dampak gejolak yang terjadi di pasar finansial global. Secara umum, kinerja NPI dan indikator kerentanan eksternal terus membaik sehingga stabilitas nilai tukar rupiah terjaga.

NPI tahun 2007 menunjukkan perkembangan yang tetap mantap. Kondisi ekonomi internasional dan domestik masih kondusif bagi peningkatan kinerja NPI. Dari sisi internasional, meskipun tidak sebaik tahun 2006, perekonomian dunia 2007 masih mengalami ekspansi yang cukup tinggi. Dampak perlambatan ekonomi AS terhadap ekonomi dunia dapat diimbangi oleh pertumbuhan negara - negara berkembang (emerging markets) seperti China dan India yang masih tinggi. Namun demikian, ekspansi ekonomi dunia yang berlangsung cukup kuat pada semester I 2007, sempat tertahan oleh gejolak pasar finansial dunia yang dipicu

oleh krisis subprime mortgage di AS. Dampak besar

yang ditimbulkan dari krisis tersebut adalah terjadinya arus balik aliran modal swasta ke luar dari negara-negara berkembang yang berlangsung sejak awal semester II 2007. Kuatnya perekonomian negara emerging markets mendorong minat investor asing, sehingga mendukung perkembangan transaksi finansial di Indonesia yang positif.

Dari sisi domestik, berbagai perbaikan di bidang makroekonomi telah memberikan fondasi yang lebih kokoh sehingga pasar finansial Indonesia menjadi lebih tahan terhadap gejolak eksternal. Aliran masuk modal asing, baik dalam bentuk investasi langsung (FDI) maupun portofolio, tetap berlangsung dan meningkat dibandingkan dengan tahun 2006. Imbal hasil rupiah masih menarik dibandingkan dengan negara lain di kawasan regional, sejalan dengan faktor risiko yang menurun seperti ditunjukkan oleh perbaikan rating dari berbagai lembaga pemeringkat mendorong peningkatan investasi asing ke Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi domestik,

yang dicerminkan oleh kenaikan investasi dan konsumsi, berpengaruh pada meningkatnya impor. Namun demikian, kenaikan nilai ekspor yang lebih tinggi dari impor menyebabkan surplus transaksi perdagangan meningkat. Dengan berbagai perkembangan tersebut, NPI mencatat surplus yang cukup tinggi mencapai $12,5 miliar sehingga cadangan devisa mencapai $56,9 miliar atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (Tabel 7.1). Seiring dengan perkembangan tersebut, indikator kerentanan eksternal menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan tahun 2006 (Tabel 7.2).

Untuk mendorong penguatan kinerja sektor eksternal, Pemerintah berkoordinasi dengan pihak terkait menempuh berbagai upaya. Dari sisi peraturan, Pemerintah telah menerbitkan beberapa ketentuan terkait dengan pengaturan Penanaman Modal Asing (PMA), pengembangan dan pemberdayaaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dan ketentuan yang menekankan pada implementasi dan pemantauan kebijakan/

ketentuan. 1 Selain itu, Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pengembangan ekspor, khususnya komoditas tekstil dan produk tekstil (TPT), dengan memberikan bantuan pembelian mesin dan pinjaman dengan bunga lebih rendah. Kebijakan lain pada pengelolaan utang luar negeri pemerintah yang lebih mandiri ditandai dengan pembubaran forum CGI yang selama ini menjadi forum kreditur kepada Indonesia. Pembubaran tersebut juga

1 Antara lain adalah Undang-undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing dan Inpres RI No 6 tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah,

Tabel 7.1 Tabel 7.2 Neraca Pembayaran Indonesia

Perkembangan Indikator Kerentanan Eksternal

I.Transaksi Berjalan

-2,3 0,1 2,9 2,5 A. Barang, Bersih (Neraca

Transaksi Berjalan/PDB

Ekspor Barang dan

Jasa/PDB

25,7

– Ekspor, fob.

19,7 23,1 21,8 21,2 – Impor, fob.

Ekspor Nonmigas/PDB

Pembayaran Bunga

ULN/PDB

Pembayaran ULN (pokok

44,5 17,3 24,8 19,2 – Impor

dan bunga)/Ekspor

barang dan jasa 1)

1,1 0,1 0,7 1,3 B. Jasa-jasa, Bersih Posisi ULN/Ekspor -9.122 -9.888 -11.103

Transaksi Modal dan

Keuangan/PDB

207,3 120,7 104,1 97,3 C. Pendapatan, Bersih

Barang dan Jasa

188,7

60,3 45,3 34,9 31,2 D. Transfer Berjalan, Bersih

Posisi ULN/PDB

II. Transaksi Modal dan Finansial

73,4 185,6 138,8 210,8 A. Transaksi Modal

Cadangan Devisa/

Pembayaran ULN

2)

15,7 26,6 33,1 41,7 1. Investasi Langsung

B. Transaksi Finansial

12 2.594

2.223

Cadangan Devisa/Posisi

Cadangan Devisa/Impor

2. Investasi Portofolio

3. Investasi Lainnya

5 5,5 4,3 4,5 5,7 (bulan) III. Jumlah (I+II) 3) 623 13.780 13.726 IV. Selisih Perhitungan Bersih

dan Pembayaran

ULN Pemerintah

110,171 136,088 130,652 128,736 136,640 V. Neraca Keseluruhan (III+IV)

Posisi ULN (miliar $)

Posisi Cadangan Devisa

VI. Cadangan Devisa dan yang

Sumber: BI dan BPS (diolah).

A. Perubahan Cadangan Devisa

1) DSR (peningkatan DSR di 2006 terjadi karena percepatan pelunansan pembayaran utang IMF).

B. Pinjaman IMF 2) Pembayaran total ULN baik utang pokok dan bunga. -1.107 -7.608 0

3) Tahun 1996 dan 1997 faktor pembagi cadangan devisa belum termasuk pembayaran ULN

1. Penarikan 0 0 0 pemerintah. 4) Tahun 1996 menggunakan konsep devisa resmi, 1997-1999 atas dasar konsep Gross Foreign 2. Pembayaran

0 Assets, dan mulai 2000 dengan konsep International Reserve and Foreign Currency Liquidity Catatan:

Posisi Cadangan Devisa

ekonomi domestik yang membaik dan nilai tukar rupiah Utang Luar Negeri Pemerintah)

(Setara Impor dan Pembayaran

yang relatif stabil mendorong peningkatan pertumbuhan

1) Tanda - (minus) menunjukan surplus dan sebaliknya untuk tanda + (plus) menunjukan defisit.

impor. Impor minyak mentah juga mengalami peningkatan untuk memenuhi kebutuhan kilang dalam negeri.

sejalan dengan kebijakan menurunkan ketergantungan pembiayaan dari luar negeri dan upaya menurunkan rasio

Transaksi jasa-jasa dan pendapatan bersih mencatat utang Indonesia sehingga ketahanan terhadap gejolak

peningkatan defisit dibandingkan dengan tahun 2006. eksternal semakin baik.

Kenaikan defisit transaksi jasa-jasa terkait dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan asing,

Transaksi Berjalan sedangkan pada transaksi pendapatan terkait dengan Transaksi berjalan mencatat surplus yang semakin tinggi

meningkatnya aliran profit transfer ke perusahaan induk menjadi $11,0 miliar atau 2,5% dari PDB (Tabel 7.3).

di luar negeri atas kegiatan usaha di Indonesia yang Sejalan dengan harga komoditas internasional yang

membaik. Untuk transaksi transfer berjalan, surplus meningkat dan permintaan eksternal yang cukup kuat,

tercatat relatif sama dengan tahun sebelumnya, antara lain nilai ekspor Indonesia mencatat kenaikan yang cukup

didukung oleh mulai berlakunya kenaikan gaji TKI pada tinggi. Di sektor pertambangan nonmigas, kenaikan

tahun 2007 terutama untuk beberapa negara di Timur volume ekspor juga didukung oleh peningkatan kapasitas

Tengah.

produksi. Di sektor pertambangan migas, khususnya minyak, walaupun terjadi penurunan produksi secara

Perkembangan Ekspor

alamiah setiap tahunnya, volume ekspor minyak mentah Ekspor tumbuh cukup tinggi terutama ditopang oleh masih mengalami peningkatan. Dari sisi impor, kegiatan

ekspor nonmigas. Total nilai ekspor selama tahun 2007

101

102

meningkat 14,0% menjadi $118,0 miliar (Tabel 7.4). Kenaikan nilai ekspor tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan harga komoditas, meskipun kenaikan volume ekspor juga terjadi pada berbagai komoditas. Namun demikian, kenaikan volume yang terjadi cenderung belum merata dan masih terkonsentrasi pada komoditas sumber daya alam (SDA), khususnya pertambangan. Hal ini sejalan dengan kecenderungan kenaikan harga komoditas tambang yang berlangsung sejak tahun 2004. telah direspon oleh eksportir dengan peningkatan volume. Di sisi lain, kenaikan volume ekspor industri belum merata, bahkan terjadi penurunan pada komoditas utama seperti produk turunan CPO dan peralatan listrik. Demikian juga dengan kinerja sektor migas yang belum menunjukkan perbaikan signifikan dan masih menunjukkan penurunan produksi alami akibat respon investasi dan eksplorasi baru migas yang agak lambat.

Kenaikan harga komoditas di pasar internasional masih menjadi faktor utama peningkatan nilai ekspor nonmigas. Harga komoditas ekspor nonmigas Indonesia secara komposit meningkat 14,9% dibandingkan dengan tahun 2006 (Grafik 7.1). Secara lebih rinci, kenaikan harga kelompok pertanian, kelompok pertambangan, dan kelompok industri masing-masing sebesar 9,5%, 10,5%, dan 26,1%. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga relatif tinggi adalah CPO (74,1%), nikel (55,6%), timah (65,5%), dan kopi (25,7%). Sejalan dengan kenaikan harga yang berlangsung cukup lama, beberapa komoditas ekspor menunjukan peningkatan volume, antara lain nikel, alumunium, mesin dan mekanik, serta produk kimia. Namun demikian, terdapat beberapa komoditas yang mengalami penurunan volume, di

antaranya komoditas utama seperti produk turunan CPO, udang, tembaga, TPT dan peralatan listrik.

Di tengah kenaikan harga komoditas dunia, beberapa komoditas tidak bisa mengoptimalkan peluang dengan meningkatkan volume ekspor akibat adanya kendala yang dihadapi. Salah satu komoditas yang cukup besar penurunan volume ekspor adalah CPO dan produk turunannya. Penurunan volume ekspor CPO yang terjadi pada awal tahun terkait dengan puncak masa panen tanaman sawit yang bergeser dari awal tahun 2007 menjadi akhir tahun 2006. Sementara itu, penyebab penurunan volume ekspor produk turunan CPO, terkait dengan peningkatan pajak ekspor CPO pada pertengahan tahun menyusul kelangkaan minyak goreng di pasaran

dalam negeri, 2 Pemerintah menaikkan pajak ekspor untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok khususnya minyak goreng dalam negeri. Secara potensial, kesempatan peningkatan ekspor CPO masih terbuka terkait dengan luas lahan kelapa sawit Indonesia yang terus meningkat dan menjadi terbesar di seluruh dunia. Saat ini luas lahan yang dimanfaatkan sekitar 5,5 juta hektar dan masih tersedia sekitar 3,7 juta hektar untuk dapat dikembangkan.

Kendala peningkatan volume ekspor juga terjadi pada komoditas tembaga. Penurunan volume ekspor tembaga terkait dengan permasalahan ketenagakerjaan. Sementara itu, penurunan ekspor udang terkait dengan aliran lumpur di Sidoarjo yang berdampak pada sentra-sentra tambak udang di provinsi Jawa Timur, yang merupakan salah satu sentra produksi udang. Permasalahan pada komoditas TPT, terkait dengan produktivitas mesin-mesin yang relatif rendah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Rendahnya produktivitas tersebut berdampak pada penurunan volume dan jenis/kualitas komoditas TPT. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengeluarkan kebijakan

2 Peraturan Menteri Keuangan No, 61/PMK,011/2007 tanggal 15 Juni 2007, tentang Perubahan Kelima atas Peraturan Menteri Keuangan No.92/PMK,02/2005 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor tertentu dan Besaran tarif Pungutan Ekspor,

Tabel 7.3 Transaksi Berjalan

Transaksi Berjalan

Barang, bersih (Neraca Perdagangan)

Ekspor, fob

Impor, fob

Jasa-jasa, bersih

Pendapatan, bersih

Transfer berjalan, bersih

Tabel 7.4 Perkembangan Ekspor

Nilai fob (juta $)

Pangsa (%)

Ekspor Nonmigas

15,2 59,829 50,7 Ekspor Migas

Sumber: BI dan BPS (diolah),

pengembangan ekspor TPT dengan memberikan bantuan pembelian mesin dan pinjaman dengan bunga lebih rendah. Kebijakan ini diharapkan dapat merestrukturisasi mesin-mesin di sektor TPT sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih kompetitif di pasar internasional.

Kinerja ekspor yang tetap baik, di tengah perlambatan ekspansi dunia, juga ditopang oleh upaya diversifikasi negara tujuan ekpor. Meskipun tujuan ekspor masih tergantung pada beberapa negara utama tertentu, peran negara kawasan Asia dalam perdagangan (intraregional trade) meningkat. Lima negara utama tujuan ekspor dengan pangsa ekspor nonmigas terbesar saat ini adalah Jepang (14,3%), AS (12,0%), Singapura (9,6%), China (7,3%), dan India (5,3%) (Grafik 7.2). Jumlah pangsa ekspor ke lima negara tersebut mencapai sekitar 48,5% dari total ekspor nonmigas Indonesia, sedikit turun dibandingkan dengan tahun 2006. Apabila dicermati lebih lanjut, terdapat perkembangan positif terkait dengan pergeseran peran negara maju sebagai

mitra dagang utama. Pangsa ekspor nonmigas ke AS, Jepang dan kawasan Eropa saat ini sekitar 40%, turun dari 50% pada tahun 2000. Dengan penyebaran negara tujuan ekspor yang lebih luas diharapkan meningkatkan fleksibilitas kinerja ekspor Indonesia dalam mengantisipasi berubahnya siklus perekonomian di berbagai negara mitra dagang, khususnya perlambatan ekonomi yang terjadi di negara maju (Boks: Perdagangan Intraregional Asia).

Jenis komoditas ekspor ke negara tujuan utama cukup bervariasi (Tabel 7.5). Komoditas utama ekspor nonmigas ke AS dan Jepang masing-masing adalah pakaian dan biji logam. Sementara ekspor ke China dan India, sebagian besar berupa ekspor minyak sayur dan lemak. Distribusi pangsa ekspor komoditas lainnya relatif merata, tidak terkonsentrasinya ekspor pada produk dan tujuan kawasan tertentu merupakan perkembangan yang positif. Kondisi tersebut dapat mengurangi ketergantungan produk dan kawasan tertentu.

Grafik 7.2 Pangsa Ekspor Nonmigas Berdasarkan Negara Tujuan

1997 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jepang

United States Singapura

China India

persen

Grafik 7.1 Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia

Nonmigas Migas Total

Indeks (2000=100)

indeks

Pertumbuhan IHKEI (yoy)

Industri -2,8

Tabel 7.5 Pangsa Komoditas Ekspor Nonmigas Utama Berdasarkan Negara Tujuan Ekspor Tahun 2007

China India Komoditas

Pangsa Komoditas

Pangsa

Komoditas Pangsa

Biji Logam & Sisa Logam

4,22 Pakaian

Mesin Listrik & Alat-alatnya

1,35 Minyak Sayur & Lemak

Minyak Sayur & Lemak

2,36 Batubara, Krokas

& Briket 1,4 Karet Mentah

Mesin Kantor & Pengolah Data

1,05 Biji Logam & Sisa Logam

Batubara, Krokas & Briket

0,93 Logam Tidak

Mengandung Besi

1,23 Ikan & Kerang- kerangan

Logam Tidak Mengandung Besi

0,98 Karet Mentah

Biji Logam & Sisa Logam

0,57 Mesin Listrik &

Alat-alatnya 0,93 Barang-barang

Manufaktur

Telekomunikasi & Alat-alatnya

0,64 Kimia Organik

Minyak Hewan & Sayur & Lemak

Secara umum, produk ekspor Indonesia masih bertumpu pada komoditas berbasis sumber daya alam.

$/bbl

Berdasarkan indikator daya saing yang diukur dari

100

90

Revealed Comparative Advantage (RCA), komoditas

80

ekspor berbasis primer masih kompetitif. Komoditas

70

pertanian seperti, karet alam, memiliki RCA yang tinggi

60

dan menduduki peringkat kedua terbesar dari nilai ekspor

Indonesia. Komoditas pertambangan, seperti pada timah, 50 tembaga, dan batubara, juga mempunyai daya saing 40

30

yang masih cukup tinggi serta menempati urutan utama

20 Rata-rata WTI 2007 = 72,3 Rata-rata minas 2007

perdagangan dunia. Sementara itu, pada kelompok = 70,0

10 Rata-rata OPEC 2007 = 69,0

barang industri, CPO mempunyai nilai RCA yang tertinggi Rata-rata WTI, Brent, Dubai 2007 = 71,1

Rata-rata Tahunan WTI

Selama tahun 2007, perkembangan nilai tukar yang

Minas

bergerak stabil mendukung daya saing ekspor Indonesia. Sumber: Bloomberg Secara rata-rata nilai tukar selama tahun 2007 cenderung

Grafik 7.3

menguat. Namun apabila dibandingkan dengan negara Perkembangan Harga Minyak lain di kawasan regional, penguatan rupiah masih relatif

rendah sehingga mendukung daya saing ekspor dari sisi harga.

Perkembangan faktor fundamental, yang dicerminkan dari tambahan pasokan dan sisa kapasitas produksi minyak

Nilai ekspor migas masih meningkat sejalan dengan yang masih relatif rendah, menjadi rentan terhadap faktor kenaikan harga minyak dunia. Nilai ekspor migas

nonfundamental seperti faktor sentimen dan geopolitik, mengalami peningkatan sebesar 8,4% menjadi $24,9

Di samping itu, tren pelemahan nilai tukar dolar AS miliar. Pertumbuhan nilai tersebut lebih didorong oleh

memicu peningkatan aksi spekulatif dengan meningkatnya harga minyak yang meningkat. Secara rata-rata,

transaksi noncommercial di pasar komoditas minyak. harga minyak internasional berbagai jenis mengalami

Dengan perkembangan tersebut, rata-rata harga ekspor peningkatan, bahkan untuk jenis WTI sempat mendekati

minyak mentah Indonesia selama 2007 naik 12,2% level $100 per barel pada November 2007 (Grafik 7.3).

menjadi $70,1 per barel.

Tabel 7.6 Revealed Comparative Advantage (RCA)

Peringkat di Dunia 1) Rincian

Pertanian – Udang, Kerang dan Sejenisnya, Segar/Dingin

3 4 4 – Getah Karet Alam, Karet Alam Lainnya

1 2 2 Pertambangan – Bijih Tembaga

4 3 2 – Barang-barang Timah

1 1 1 Industri – Produk TPT – Benang Tekstil

7 7 7 – Pakaian Lelaki dan Anak Lelaki Rajutan

12 12 6 – Kayu dan Produk Kayu – Kayu Bakar dan Arang Kayu

5 2 3 – Plywood, Tripleks, dsb

4 3 5 – Barang-barang Kayu

6 7 6 Minyak Nabati Lainnya, Cair atau Kental (CPO)

Sumber: UNCOMTRADE, di olah. 1) Peringkat berdasarkan urutan nilai ekspor di pasar dunia sesuai dengan kode SITC.

104

105

Berdasarkan kontribusi, nilai ekspor gas sedikit di bawah nilai ekspor minyak. Selama 2007, ekspor gas mencapai $12,4 miliar, sementara ekspor minyak $12,5 miliar. Dari sisi volume, walaupun terjadi kecenderungan penurunan produksi minyak, ekspor minyak mentah tetap mengalami peningkatan. Hal ini terkait dengan masih belum optimalnya pemanfaatan minyak domestik untuk diolah di kilang dalam negeri. Di sisi lain, impor minyak, baik crude maupun produk olahan, juga tetap mengalami peningkatan untuk memenuhi kebutuhan kilang dan konsumsi BBM dalam negeri. Sementara itu untuk gas, peningkatan nilai ekspornya tidak diikuti oleh peningkatan volume. Hal itu terkait dengan kebijakan pemerintah yang memprioritaskan pemanfaatan gas alam untuk kebutuhan domestik, antara lain untuk mendukung program konversi BBM dari minyak tanah ke LPG.