Faktor Nonfundamental

Faktor Nonfundamental

Tekanan inflasi kelompok barang yang harganya diatur Pemerintah (administered) diprakirakan tetap rendah sepanjang tahun 2008. Komitmen pemerintah untuk tidak melakukan penyesuaian harga barang administered yang bersifat strategis, seperti BBM dan TDL, diprakirakan dapat meminimalkan tekanan kenaikan harga barang administered terhadap inflasi IHK. Kenaikan harga kelompok barang ini diprakirakan bersumber dari kelompok barang nonstrategis, di antaranya cukai rokok, tarif PAM, tarif Angkutan Sungai dan Pengairan (ASDP), tarif tol, dan tarif bus antar kota antar propinsi (AKAP). Membaiknya pasokan dan distribusi barang diharapkan juga dapat meminimalkan tekanan inflasi dari sisi administered. Kelangkaan minyak tanah, sebagaimana terjadi pada paruh kedua tahun 2007, diprakirakan tidak terjadi lagi pada tahun 2008.

Tekanan inflasi kelompok bahan makanan (volatile food) diprakirakan tetap tinggi meskipun dengan kecenderungan menurun. Tekanan inflasi bersumber dari tingginya harga komoditas pangan internasional. Namun demikian peningkatan tekanan tersebut dapat diredam oleh terjaganya pasokan bahan makanan, terutama beras. Terjaganya pasokan beras terkait dengan peningkatan produksi dan fleksibilitas impor beras. Peningkatan produksi padi tersebut tidak terlepas dari upaya Pemerintah melanjutkan perbaikan infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan penggunaan bibit hibrida yang dapat meningkatkan produktivitas petani. Dari sisi pengadaan,

pengadaan beras melalui impor diprakirakan juga akan lebih efektif terkait dengan diberikannya otoritas yang lebih besar kepada Bulog untuk melakukan impor beras. Untuk mengendalikan harga beras, Pemerintah juga telah mengeluarkan ketentuan penurunan bea masuk impor beras. Pemerintah pada tahun 2008 akan menurunkan bea masuk (BM) impor beras dari Rp550 per kilogram (kg) menjadi Rp450 per kg untuk mendukung program stabilisasi harga beras di pasar dalam negeri.

Prakiraan Perbankan Kinerja perbankan pada tahun 2008 diprakirakan terus meningkat sejalan dengan masih cukup baiknya prospek ekonomi dan didukung oleh sistem keuangan yang semakin stabil. Prospek perekonomian tahun 2008 yang cukup baik disertai dengan perkembangan suku bunga yang kondusif merupakan modal utama bagi dunia usaha dan perbankan untuk mendorong kegiatan di sektor riil. Dengan dukungan stabilitas sistem keuangan yang terjaga dan ketahanan perbankan yang membaik, kredit perbankan diprakirakan tumbuh 22-24% yang didukung oleh pertumbuhan DPK sebesar 16-18% sehingga LDR diprakirakan dapat mencapai 72%. Hal itu juga dibarengi dengan perbaikan kualitas kredit, yang akan tercermin dari NPL gross yang relatif rendah di bawah 5%. Pertumbuhan kredit perbankan tersebut terutama akan didukung oleh perkembangan proyek infrastruktur yang pada gilirannya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit di sektor lain yang produktif (multiplier effect).

Sejalan dengan prakiraan kondisi perbankan yang terus meningkat, kinerja perbankan syariah juga diprakirakan terus membaik. Prospek perekonomian Indonesia tahun 2008 yang cukup baik dan pelaksanaan program akselerasi pengembangan perbankan syariah diharapkan dapat mendorong peningkatan volume industri sekaligus penghimpunan DPK oleh perbankan syariah. Hal itu didorong oleh potensi berdirinya bank syariah baru pada tahun 2008 serta semakin menariknya imbal bagi hasil yang meningkatkan daya saing produk investasi bank syariah. Kondisi sektor riil yang membaik dan perluasan jaringan pelayanan bank syariah menjadi salah satu faktor pendorong naiknya permintaan terhadap pembiayaan. Pembiayaan tersebut diprakirakan tetap didominasi oleh pembiayaan berbasis jual-beli terutama pada sektor jasa dan perdagangan. Terkait dengan masih terbatasnya kapasitas pembiayaan, bank syariah akan menggunakan strategi pembiayaan sindikasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan pembiayaan. Dengan mempertimbangkan sasaran pencapaian pangsa aset perbankan syariah sebesar 5%, dukungan Pemerintah dan penyelesaian UU Perbankan Syariah, Perpajakan serta SBSN, pertumbuhan

Tabel 12.8 Kenaikan Upah Minimum Provinsi

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Jawa Barat

DKI Jakarta

Jawa Tengah

DI Yogyakarta

Jawa Timur

Nusa Tenggara Barat

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi Tengah

Sulawesi Selatan

673.200

740.520

10,00

Papua

987.000

1.105.500

12,01

aset perbankan syariah pada tahun 2008 diprakirakan yang tinggi dapat memicu kenaikan inflasi dunia yang akan lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan nasional.

memengaruhi kinerja ekspor Indonesia melalui kenaikan Sesuai dengan kondisi tersebut, volume aset, DPK,

harga bahan baku impor. Selain itu, harga minyak yang dan pembiayaan perbankan syariah pada tahun 2008

tinggi dapat menyebabkan peningkatan disparitas harga diprakirakan terus meningkat.

minyak subsidi dan nonsubsidi sehingga berpotensi mendorong peningkatan konsumsi BBM. Peningkatan

Prakiraan Sistem Pembayaran konsumsi BBM tersebut dapat meningkatkan impor Sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia

minyak yang lebih tinggi dari perkiraan. Tingginya harga yang masih cukup tinggi dan dengan mempertimbangkan

minyak dunia, potensi tidak tercapainya target produksi, tingkat kelusuhan uang kartal di masyarakat, tambahan

dan permintaan domestik terhadap minyak yang masih kebutuhan uang kartal pada tahun 2008 diprakirakan

tinggi dapat mendorong peningkatan permintaan valas mencapai Rp109,2 triliun. Tambahan kebutuhan uang

untuk impor minyak yang selanjutnya akan memengaruhi kartal tersebut menurun 5,4% dibandingkan dengan

perkembangan nilai tukar ke depan. Tingginya harga realisasi tambahan uang kartal pada tahun 2007. Berbagai

komoditas internasional dapat mendorong kenaikan upaya efisiensi yang telah ditempuh sejak tahun 2006

harga di negara mitra dagang (imported inflation) yang berupa optimalisasi persediaan uang kartal di wilayah

akan menyebabkan kenaikan harga bahan baku impor KBI yang mengalami kecenderungan aliran masuk dan

dan selanjutnya berpotensi ditransmisikan ke harga jual manajemen kas perbankan yang semakin efektif berhasil

di pasar luar negeri dan domestik. Dari sisi konsumsi, menurunkan tambahan rencana distribusi uang kartal

kenaikan imported inflation tersebut dapat menahan tersebut.

pertumbuhan konsumsi swasta, terutama pada konsumsi non-makanan.

Di sisi pembayaran nontunai, proyeksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 yang tetap tinggi diprakirakan

Perlambatan ekonomi dunia yang lebih dalam juga mendorong peningkatan aktivitas transaksi masyarakat.

menjadi faktor risiko eksternal. Pertumbuhan ekonomi Aktivitas transaksi pembayaran diprakirakan mencapai

dunia untuk tahun 2008 diprakirakan melambat sekitar Rp51.000 triliun. Sebagian besar transaksi (sekitar

dibandingkan dengan tahun 2007, terutama dipengaruhi 93% atau Rp47.500 triliun) akan dilakukan melalui sistem

oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi AS. BI-RTGS, 3% (sekitar Rp1.500 triliun) melalui kliring,

Perekonomian AS masih menyimpan potensi untuk sedangkan 4% (sekitar Rp2.000 triliun) melalui APMK dan

tumbuh lebih rendah dari prakiraan sebelumnya terkait pembayaran lainnya.

dengan perkembangan sektor perumahan yang belum pulih akibat dampak lanjutan krisis subprime mortgage

Beberapa Faktor Risiko di AS. Perlambatan ekonomi AS yang lebih dalam akan Prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2008

menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih masih akan menghadapi beberapa risiko yang bersumber

rendah yang selanjutnya akan mendorong penurunan dari gejolak eksternal maupun kondisi domestik, serta

volume perdagangan dunia. Akibatnya, pertumbuhan tantangan berupa masih tingginya level komponen

ekspor Indonesia juga berpotensi tumbuh lebih rendah permanen pembentuk inflasi. Risiko dari eksternal berupa

dari yang diprakirakan.

potensi perlambatan ekonomi dunia yang lebih dalam, harga komoditas internasional yang lebih tinggi dari

Sementara itu, instabilitas pasar keuangan global yang prakiraan, serta kondisi pasar keuangan yang belum

berlangsung lebih lama dapat berpotensi menurunkan stabil. Sementara itu, risiko dari dalam negeri berupa

aliran masuk modal portofolio ke emerging markets kemungkinan produksi minyak dalam negeri yang

termasuk Indonesia. Hal itu berpotensi menurunkan kinerja lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan semula,

transaksi modal dan finansial. Dampak lanjutan krisis terhambatnya kelanjutan dari implementasi proyek

subprime mortgage di AS diprakirakan dapat memberikan infrastruktur, serta kondisi distribusi barang kebutuhan

pengaruh negatif terhadap arus masuk modal asing ke pokok yang belum sepenuhnya lancar.

Indonesia. Selain itu, struktur arus masuk modal asing ke Indonesia yang masih didominasi oleh arus masuk modal

Faktor Risiko Eksternal

jangka pendek (investasi portofolio) dan kondisi pasar Perkembangan harga komoditas internasional baik

keuangan domestik yang masih dangkal menyebabkan minyak mentah maupun nonmigas yang lebih tinggi dari

pasar keuangan Indonesia relatif lebih rentan terhadap prakiraan merupakan faktor risiko terberat yang patut

risiko global dibandingkan dengan negara-negara dicermati. Dampak kenaikan harga minyak dunia dapat

kawasan, sehingga berpengaruh pada fluktuasi nilai tukar. dilihat melalui kinerja neraca pembayaran. Harga minyak

Faktor Risiko Domestik

difokuskan pada upaya pencapaian sasaran inflasi yang Mempertimbangkan realisasi lifting minyak pada tahun

ditetapkan Pemerintah. Komitmen dan konsistensi 2007 yang hanya mencapai 899 ribu barel per hari

kebijakan moneter itu diharapkan dapat mengarahkan serta dampak insentif perpajakan di sektor migas yang

persepsi dan ekspektasi pelaku ekonomi untuk lebih memiliki lag, terdapat potensi produksi minyak tahun

menjangkarkan ekspektasi inflasi kepada sasaran inflasi 2008 berada di bawah asumsi. Produksi minyak dalam

(forward looking). Namun, pencapaian sasaran inflasi negeri yang lebih rendah menyebabkan kenaikan impor

dihadapkan pada tantangan berupa level komponen migas sehingga dapat memengaruhi kinerja NPI (Boks :

permanen pembentuk inflasi yang cukup tinggi. Oleh Sensitivitas Neraca Pembayaran Indonesia 2008 terhadap

karena itu, koordinasi kebijakan akan terus dilakukan, Perubahan Harga dan Produksi Minyak).

baik dari sisi moneter, fiskal, maupun sektor riil untuk menurunkan level komponen permanen tersebut.

Terhambatnya implementasi proyek infrastruktur juga menjadi faktor risiko dari sisi domestik. Potensi

Terkait dengan upaya pencapaian sasaran inflasi tersebut, terhambatnya implementasi proyek infrastruktur terkait

kebijakan di bidang moneter akan diarahkan pada upaya dengan masih terbatasnya kerangka hukum dan peraturan

untuk memperdalam pasar keuangan domestik. Pasar yang transparan dan efektif, baik di tingkat sektor maupun

keuangan domestik yang lebih dalam, kuat dan likuid akan di lintas sektor. Kondisi itu antara lain tercermin pada

meningkatkan daya tahan dan stabilitas sistem keuangan, ketidakjelasan peraturan tentang pembebasan tanah,

yang pada akhirnya dapat meminimalkan dampak serta masih lemahnya sinkronisasi antara kebijakan

negatif dari gejolak di pasar keuangan global terhadap Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain itu, sumber daya

perekonomian domestik. Oleh karena itu, revitalisasi dan yang terbatas dalam hal perencanaan dan manajemen

pengayaan instrumen moneter sangat diperlukan. Salah risiko proyek serta pembiayaan domestik, dan mekanisme

satunya melalui penerbitan SBI dengan jangka waktu cost recovery yang belum jelas juga memengaruhi

yang lebih panjang, yaitu 6 dan 9 bulan dan pengaktifkan kelancaran implementasi proyek infrastruktur tersebut.

transaksi repurchase agreement (repo) dengan underlying SUN dalam pelaksanaan manajemen likuiditas.

Perkembangan infrastruktur yang belum kondusif dan Penggunaan SUN dalam transaksi repo diharapkan juga kondisi berbagai daerah di Indonesia yang rawan bencana

akan meningkatkan aktivitas dan likuiditas pasar SUN alam merupakan faktor yang berpotensi menyebabkan

sehingga pasar SUN menjadi lebih efisien dan memiliki gangguan dalam distribusi barang, terutama barang

daya tahan dalam menghadapi potensi gejolak yang kebutuhan pokok. Terganggunya kelancaran

akan terjadi. Pengaturan likuiditas juga akan didukung distribusi barang kebutuhan pokok akan mendorong

oleh penggunaan foreign exchange swap (FX swap). kenaikan harga barang tersebut, yang juga berpotensi

Dengan kebijakan itu, para pelaku pasar diharapkan meningkatkan ekspektasi kenaikan harga yang dapat

dapat meningkatkan efektivitas manajemen likuiditas, memicu peningkatan inflasi.

mengoptimalkan penyebaran risiko penempatan dana, dan membentuk ekspektasi harga terhadap aset-aset

Seluruh faktor risiko tersebut, apabila tidak tertangani

keuangan.

dengan baik akan memperbesar potensi menurunnya kinerja perekonomian. Pertumbuhan ekonomi dapat

Kebijakan di bidang moneter juga diarahkan untuk lebih rendah dari pada yang diprakirakan. Tekanan harga

meningkatkan efektivitas penerapan ITF. Langkah-langkah dapat menggiring inflasi melampaui prakiraan. (Boks:

penyempurnaan penerapan ITF yang akan dilakukan Menuju Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas dan

meliputi upaya untuk menjaga stabilitas suku bunga Berkesinambungan: Peluang dan Tantangan).

PUAB O/N sebagai alat transmisi kebijakan moneter serta sebagai mekanisme untuk membentuk struktur

Arah Kebijakan kurva imbal hasil jangka pendek (short-term yield curve) yang lebih wajar (Boks: Penyempurnaan Kerangka

Arah Kebijakan Moneter

Operasional kebijakan Moneter). Upaya ini dilakukan untuk Kebijakan moneter Bank Indonesia akan terus diarahkan

meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk menciptakan stabilitas makroekonomi guna

dalam mengelola ekspektasi masyarakat dan mendorong mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi

peningkatan peran pasar keuangan dalam mendukung melalui penerapan Inflation Targeting Framework (ITF).

perekonomian. Untuk itu, kondisi likuiditas dan suku Dengan mempertimbangkan prakiraan ekonomi dan

bunga PUAB O/N di pasar uang akan dimonitor secara berbagai risiko yang dihadapi, arah kebijakan moneter

harian sehingga apabila terjadi gangguan dapat segera

194

195

direspons melalui mekanisme Fine Tuning Operation (FTO), transaksi repo, dengan menggunakan SBI atau SUN, dan transaksi FX swap.

Arah kebijakan moneter juga akan didukung dengan kebijakan nilai tukar. Bank Indonesia akan tetap konsisten menerapkan kebijakan nilai tukar fleksibel sehingga pergerakan nilai tukar sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi. Guna menjaga volatilitas nilai tukar rupiah, Bank Indonesia juga melakukan intervensi di pasar valuta asing. Berbagai langkah di sisi nilai tukar tersebut diharapkan dapat mendukung upaya mengurangi tekanan inflasi dari sisi nilai tukar serta mengarahkan ekspektasi inflasi pelaku ekonomi kepada sasaran inflasi (forward looking). Di samping itu, sebagai upaya berjaga-jaga, selain melalui kerjasama ASEAN+3 dalam kerangka Chiang May Initiatives, Bank Indonesia juga memperluas kesepakatan Bilateral Swap Arrangement dengan Jepang, Korea, dan China. Langkah regional self help itu cukup strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan kawasan di waktu mendatang.

Upaya untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter juga akan diperkuat dengan strategi komunikasi dan diseminasi. Pelaksanaan komunikasi dan diseminasi melalui siaran pers dan penerbitan laporan perekomian secara bulanan, triwulanan, dan tahunan akan terus dilanjutkan. Selain itu, pelaksanaan seminar, diskusi, dan berbagai langkah lainnya dalam rangka mensosialisasikan kebijakan moneter dan perkembangan perekonomian secara konsisten akan terus dilakukan. Dengan pelaksanaan berbagai langkah tersebut, diharapkan kebijakan moneter akan semakin transparan di mata masyarakat sehingga dapat mendukung upaya mengarahkan ekspektasi masyarakat sesuai sasaran inflasi yang ditetapkan.

Upaya untuk mendukung pencapaian sasaran inflasi dan menjaga stabilitas makroekonomi juga ditempuh melalui koordinasi kebijakan dan kemitraan strategis dengan Pemerintah dan elemen pelaku ekonomi lainnya. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang moneter, fiskal dan sektor sektoral telah diwujudkan melalui berbagai rapat kooordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Selain itu, upaya koordinasi kebijakan dalam rangka mengarahkan inflasi menuju sasarannya juga ditempuh melalui pembentukan Forum Koordinasi Pengendalian Inflasi yang ditujukan untuk memantau pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan pengendalian inflasi secara reguler. Di level teknis, tugas-tugas Tim Pengendalian Inflasi untuk mendukung upaya menjaga pasokan dan kelancaran distribusi barang, terutama kebutuhan pokok akan diintensifkan

melalui implementasi kebijakan (road map) pengendalian inflasi. Sementara itu, di tingkat daerah, peran KBI akan terus diperkuat bagi pemberdayaan dan percepatan pembangunan ekonomi di daerah, serta upaya pengendalian inflasi di daerah. Salah satunya melalui pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang merupakan koordinasi antara KBI dan instansi terkait. Upaya koordinasi pengendalian harga yang komprehensif, baik di tingkat pusat maupun daerah, diharapkan dapat menjaga perkembangan inflasi sehingga dapat mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi yang ditetapkan.

Di sisi sistem keuangan, koordinasi antara Bank Indonesia dengan lembaga lainnya ditempuh melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan (FSSK). Pembentukan FSSK ditujukan untuk memperkuat dan memelihara

stabilitas sistem keuangan 3 melalui berbagai pertemuan yang dilakukan secara reguler. Untuk tahun 2008, FSSK berencana untuk melakukan finalisasi Crisis Management Protocol dan Macro Early Warning System (EWS), serta melanjutkan program-program dalam inisiatif Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI).