Instrumen Pembayaran Nontunai
Instrumen Pembayaran Nontunai
Aktivitas transaksi pembayaran selama tahun 2007 secara umum mengalami peningkatan, baik dari sisi volume maupun nilai. Pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan dan kondisi perekonomian yang kondusif merupakan faktor utama yang mendorong peningkatan aktivitas transaksi. Selain itu, meningkatnya perdagangan pada pasar keuangan, pergeseran preferensi cara pembayaran, dan inovasi teknologi sistem pembayaran turut memberikan kontribusi positif pada perkembangan transaksi pembayaran.
Peningkatan aktivitas perdagangan di pasar keuangan telah mendorong peningkatan transaksi pembayaran bernilai besar (Rp100 juta ke atas). Meningkatnya transaksi perdagangan saham yang dan meningkatnya aktivitas perdagangan obligasi serta berbagai produk derivatifnya di pasar modal telah berkontribusi cukup besar pada peningkatan aktivitas transaksi pembayaran bernilai besar. Selain itu, aktivitas transaksi industri perbankan, korporasi besar, lembaga pemerintah, dan transaksi Bank Indonesia untuk pengelolaan moneter juga turut mendorong peningkatan transaksi pembayaran bernilai besar.
Pergeseran cara pembayaran serta inovasi teknologi sistem pembayaran mendorong peningkatan transaksi pembayaran ritel (di bawah Rp100 juta). Dalam beberapa tahun terakhir terdapat kecenderungan masyarakat mulai beralih dari cara pembayaran dari tunai ke metode pembayaran nontunai. Berdasarkan hasil survei yang
Grafik 10.6 Perkembangan Net Flow KP dan KBI
triliun Rp
2004 2005
2007
Net Flow KP Net Flow KBI
2006
ribu transaksi triliun Rp 54
Des Nominal
Tren Nominal
Volume
Tren Volume
Grafik 10.7 Transaksi BI-RTGS Periode 2007
pembayaran korporasi dan lembaga pemerintah pada instrumen pembayaran mulai terjadi, dari alat pembayaran
dilakukan tahun 2006 dan 2007 3 , pergeseran penggunaan
akhir tahun.
berbasis kertas (paper based) seperti uang kertas, cek, dan bilyet giro, ke instrumen pembayaran berbasis
Pelaku utama aktivitas transaksi pembayaran pada kartu (card based) seperti kartu ATM/kartu debet, kartu
sistem BI-RTGS adalah industri perbankan dengan kredit, dan electronic money (e-money), terutama pada
pangsa sebesar 92,8% dari volume dan 58,2% dari nilai. masyarakat perkotaan. Selain pergeseran preferensi,
Peningkatan aktivitas transaksi perbankan terbesar berasal berbagai inovasi teknologi di bidang sistem pembayaran
dari jenis transaksi untuk transfer nasabah dengan pangsa juga berkontribusi positif atas peningkatan penggunaan
sebesar 50%. Hal tersebut mengindikasikan sebagian alat pembayaran nontunai. Di pasar ritel, sudah banyak
besar nasabah bank telah mulai terbiasa memanfaatkan lembaga keuangan yang memanfaatkan teknologi internet
mekanisme transfer dan penyelesaian transaksi melalui banking, mobile banking dan phone banking sebagai
sistem RTGS. Kelompok Bank Umum Swasta Nasional sarana transfer dana.
(BUSN) merupakan peserta terbesar karena adanya
Perkembangan Transaksi RTGS
Total transaksi pembayaran yang settlement-nya dilakukan melalui sistem BI-RTGS tahun 2007 menunjukkan
persen
peningkatan, baik secara nilai maupun volume. Total
nilai transaksi BI-RTGS mencapai 42,4 ribu triliun atau 90 naik 45,6% dari posisi tahun sebelumnya (Rp29,1 ribu 80
triliun). Sementara itu, volume transaksi mencapai 8,5
juta transaksi atau meningkat 22,5% dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (6,9 juta transaksi), sehingga
rata-rata harian (RRH) transaksi RTGS secara nilai dan
volume mencapai Rp170 triliun dan 34 ribu transaksi.
10 Peningkatan aktivitas transaksi tertinggi terjadi pada 3,74 9,48
triwulan terakhir yang merupakan periode high season
0 Nilai
Volume
karena banyaknya transaksi pembayaran untuk kebutuhan perayaan beberapa hari besar keagamaan dan kebutuhan
Bank Asing
Bank Pemerintah BUSN
Bank Campuran
BPD
3 Survey terkait inisiatif ‘Less Cash Society” yang terdiri dari Survey Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia
Grafik 10.8
Jasa terhadap Sistem Pembayaran Nontunai (tahun 2006) dan Survei
Aktivitas Transaksi Berdasarkan Kelompok Bank
Komposisi Tabungan yang Digunakan untuk Aktivitas Pembayaran (tahun 2007).
Tabel 10.2 Transaksi BI-RTGS Berdasarkan Jenis Transaksi
Nilai (triliun Rp)
Volume
Jenis Transaksi 2006
% Naik/Turun
Jenis Transaksi
2007 % Naik/Turun
6.776.777 26,37% Transaksi Valas
176.944 14,84% Settlement Pasar Modal
Transaksi Valas
Settlement Pasar Modal
243.900 37,82% Pengelolaan Moneter
46.497 -14,59% Settlement Kliring
Pengelolaan Moneter
365.033 -22,37% Lainnya
Settlement Kliring
keunggulan fasilitas pembayaran yang ditawarkan yaitu Hal tersebut sejalan dengan peningkatan perputaran keragaman dan kemudahan. Kontribusi transaksi dari
transaksi yang tercatat pada lembaga Kliring Penjaminan kelompok bank ini mencapai 39,2% (nominal) dan 50%
Efek Indonesia (KPEI) yaitu sebesar 94% untuk nilai dan (volume). Selanjutnya, adalah kelompok bank pemerintah
89,5% untuk volume.
yang terdiri dari empat bank, tetapi dari sisi pangsa cukup signifikan karena mencapai 21,6% (nominal) dan 28,9%
Penyumbang utama peningkatan nilai transaksi RTGS (volume) seperti terlihat pada Grafik 10.8.
adalah transaksi dalam rangka pengelolaan moneter oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas moneter
Berdasarkan jenis transaksi yang dilakukan oleh dan sistem keuangan. Dibandingkan dengan tahun perbankan, aktivitas yang terkait langsung dengan
sebelumnya, transaksi terkait pengelolaan moneter ekonomi masyarakat adalah settlement pasar modal,
meningkat sebesar 48,9%. Komposisi transaksi ini valas, dan transfer untuk nasabah. Prosentase
mencapai 60%, yang umumnya berasal dari jenis transaksi peningkatan tertinggi terjadi pada transaksi pasar modal
intervensi rupiah, pembelian SBI, SWBI, dan SUN serta dengan kenaikan sebesar 104,29% dan 71,8% untuk
transaksi lain terkait pengelolaan moneter. Sementara nilai dan volume transaksi (Grafik 10.9). Peningkatan di
itu, aktivitas transaksi pemerintah juga mengalami luar pola ini tampaknya merefleksikan semakin maraknya
peningkatan sejalan dengan meningkatnya pengeluaran aktivitas transaksi saham dan obligasi selama tahun 2007.
Pemerintah (Grafik 10.10).
miliar Rp
juta 450
miliar Rp
Agu Sep Okt Nov Des 2006 (LHS)
Grafik 10.9 Perputaran Transaksi Pasar Modal pada Sistem BI-RTGS
60 15 Actual 10 Throughput
Nominal Volume (RHS)
Grafik 10.10 Grafik 10.11 Aktivitas Transaksi Pemerintah
Throughput BI-RTGS
Pengelolaan Likuiditas Sistem BI-RTGS
WIB, terutama dalam rangka menalangi kewajiban bagi Kepedulian Bank Indonesia untuk tetap menjamin
peserta pada sistem kliring. Dari sisi aktivitas transaksi, kelancaran transaksi pembayaran peserta RTGS
volume terbanyak terjadi pada siang hari, yaitu pada tercermin dari adanya sistem pemantauan likuiditas
rentang waktu pukul 14.00-15.00 WIB. Volume tersebut peserta RTGS. Selama tahun laporan likuiditas di pasar
mencapai 14,98 % dari seluruh volume transaksi selama uang tercatat cukup baik, tercermin dari tidak adanya
satu hari. Pada rentang itu transaksi terbanyak berasal kondisi gridlock 4 . Agar potensi terjadinya gridlock dapat
dari jenis transaksi transfer dana nasabah yang mencapai dihindari, Bank Indonesia memantau likuiditas untuk
83,6%, sementara sisanya transaksi PUAB dan transaksi mendeteksi secara dini kemampuan peserta RTGS untuk
pasar modal.
memenuhi kewajiban pembayaran pada penggalan waktu terakhir. Indikator throughput juga menggambarkan
Perkembangan Transaksi Kliring
proporsi waktu settlement terjaga cukup baik, yaitu Sejalan dengan transaksi RTGS, aktivitas transaksi kliring mencapai 66,8% pada penggalan waktu settlement di
yang mencerminkan aktivitas transaksi ritel di masyarakat awal dan pertengahan hari (Grafik 10.11). Hal tersebut mengindikasikan kebutuhan likuiditas pada operasional sistem BI-RTGS sampai akhir hari tidak terlalu ketat dan tersebar secara merata.
M [>6 PM] L [5-6 PM]
Dilihat dari waktu operasional RTGS, nilai settlement K [4-5 PM]
J [3-4 PM]
transaksi tertinggi terjadi di pagi hari, yaitu sebelum pukul
I [2-3 PM]
07.00 WIB (Grafik 10.12). Nilai tersebut mencapai 21,4% H [1-2 PM]
G [12-1 PM]
dari seluruh nilai transaksi yang di-settle selama satu hari.
F [11 AM-12 PM
Transaksi pembayaran yang mendominasi pada rentang E [10-11 AM]
D [9-10 AM]
waktu tersebut adalah transaksi intervensi rupiah (45%),
C [8-9 AM]
Volume
B [7-8 AM]
Nilai
kemudian transaksi pelunasan SBI dan SBI (30,6%),
A [<7 AM]
transaksi prefund kliring (17,7%). Transaksi pelunasan SBI
dan SWBI sangat efektif dalam membantu melikuidkan
pasar keuangan sehingga kebutuhan likuiditas peserta
A [<7
B [7-8
C [8-9
D [9-10
AM-12 PM
E [10-11
G [12-1 PM] H [1-2 PM] J [3-4 PM] I [2-3 PM] K [4-5 PM] L [5-6 PM] M [>6 PM]
RTGS untuk melakukan transaksi sepanjang hari dapat
F [11
2,28 1,69 4,37 9,31 12,16 14,39 13,69 14,44 14,98 9,34 2,89 0,31 terpenuhi. Rentang waktu lainnya yang cukup tinggi 0,16
penyelesaian transaksinya adalah pada pukul 16.00-17.00
Grafik 10.12 Transaksi RTGS Berdasarkan Waktu
4 Gridlock adalah terhentinya sistem settlement karena adanya bank yang tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran.
volume
triliun Rp
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2006
Mar Mei
Jul Sep Nov
2007 Nilai (Rp Juta)
Tren Bulanan Volume Transaksi Kliring
Jakarta
Volume (Transaksi) (RHS)
Tren Bulanan Nominal Transaksi Kliring
Luar Jakarta
Grafik 10.13 Perkembangan Aktivitas Perputaran Kliring
Grafik 10.14 secara Nasional
Nilai Kliring Penyerahan Berdasarkan Wilayah
juga menunjukkan kenaikan. Nilai transaksi selama 52% (Rp718,9 triliun) dan 60% (47,8 juta transaksi) untuk periode laporan meningkat sebesar 13,1% menjadi
nilai dan volume (Grafik 10.14 dan Grafik 10.15). sebesar Rp1.389 triliun dengan RRH Kliring Rp5,6 triliun (Grafik 10.13). Dari sisi volume, jumlah transaksi meningkat
Perkembangan Alat Pembayaran Menggunakan
sebesar 7,12% menjadi 79,5 juta transaksi dengan RRH
Kartu (APMK)
sebesar 319 ribu transaksi. Dari total transaksi di atas, Sejalan dengan inovasi produk APMK, aktivitas industri proporsi aktivitas transfer kredit dan kliring warkat debet
APMK mengalami peningkatan yang signifikan, baik dari relatif berimbang. Volume transfer kredit tercatat sebesar
segi jumlah kartu yang beredar, volume ataupun nominal 37,6 juta transaksi sementara kliring warkat debet sebesar
transaksi. Selama tahun 2007 jumlah APMK yang beredar 40,1 juta transaksi. Secara nilai, transaksi transfer kredit
tercatat 44,6 juta kartu dengan nilai transaksi mencapai mencapai Rp365 triliun dan kliring warkat debet mencapai
Rp1.700 triliun dan volume sebanyak 1,2 miliar transaksi Rp994 triliun. Dari sisi wilayah pemrosesan, aktivitas kliring
(Grafik 10.16 dan Grafik 10.17). Pertumbuhan industri di Jakarta masih mendominasi dengan pangsa mencapai
APMK terutama didorong oleh pertumbuhan kartu account based (ATM dan ATM+Debit) 5 yang memiliki pangsa terbesar baik dari jumlah kartu (77,4%), nilai transaksi (96%) dan volume transaksi (95,8%). Industri
ribu transaksi
kartu kredit juga mengalami pertumbuhan yang pesat,
meskipun dari sisi kualitas sedikit menurun. Jumlah kartu
kredit yang beredar meningkat 11,7% menjadi 9,2 juta
kartu. Sementara itu nilai transaksi meningkat 26,9%s
(Rp 72,8 triliun) dan volume transaksi 13,7% (129,5 juta).
Meskipun demikian perkembangan NPL kartu kredit
mengalami peningkatan sebagaimana digambarkan dalam
Guna memperbaiki kualitas kartu kredit, Bank Indonesia
bersama asosiasi penerbit tengah melakukan evaluasi
terhadap industri kartu kredit secara keseluruhan dan juga
Jakarta
memfasilitasi pembentukan self regulatory organization
Luar Jakarta
5 Pencatatan transaksi Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)
Grafik 10.15
khusus yang bersifat account based sejak tahun 2006 tidak lagi
Volume Kliring Penyerahan Berdasarkan Wilayah
didasarkan atas jenis kartu (ATM, Debet dan ATM+Debit), tapi lebih dikategorisasikan berdasarkan fungsi transaksi. Hal tersebut mengingat fungsi produk APMK khususnya yang account based saat ini sangat bervariasi dan sangat cepat berubah.
dalam satuan
juta Rp 50
Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov 2006
Volume Nominal (RHS)
Grafik 10.16 Grafik 10.17 Jumlah APMK
Nilai dan Volume APMK
(SRO). Berbagai upaya ini diharapkan dapat mendorong Selama tahun 2007, terdapat 10 institusi yang telah terbentuknya industri kartu kredit yang sehat, mandiri dan
mengajukan permohonan untuk menjadi penyelenggara berkualitas. Melalui SRO tersebut nantinya para penerbit
e-money. Penggunaan e-money umumnya adalah dapat secara bersama menyepakati adanya standar
untuk transaksi pembayaran eceran dengan frekuensi dan rambu-rambu operasional kartu kredit di antaranya:
pemakaian tinggi dan proses yang cepat, misalnya kualifikasi minimum calon pemegang kartu, intermediasi,
pembayaran transportasi, pembayaran jalan tol, dan fairness competition, dan penetapan besarnya minimum
pembelian bensin.
pembayaran. Untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan APMK, Aktivitas industri APMK pada tahun 2007 juga diwarnai
Bank Indonesia telah memfasilitasi penyusunan dengan penerbitan instrumen pembayaran baru yaitu
standarisasi instrumen nontunai untuk mendorong e-money. Kecenderungan dan minat industri untuk
penggunaan satu kartu di berbagai jaringan penyelenggara menerbitkan e-money diperkirakan akan terus meningkat.
jasa pembayaran (interoperability). Khusus untuk kartu ATM dan kartu debit telah dilakukan nota kesepahaman untuk merumuskan standarisasi teknis teknologi chip bagi kartu ATM dan kartu debit. Sementara itu, untuk
nominal (juta Rp)
persentase
mendorong interoperability e-money, Bank Indonesia
14 memfasilitasi pertemuan dengan penerbit maupun
12 calon penerbit e-money agar fitur-fitur e-money dapat
8 Kebijakan Sistem Pembayaran
4 Pengedaran Uang
Kebijakan pengedaran uang sepanjang tahun 2007
2 senantiasa memperhatikan dinamika lingkungan
internal ataupun eksternal. Secara internal, faktor yang
dipertimbangkan antara lain pertumbuhan ekonomi,
Nominal NPL Kartu Kredit
jumlah penduduk, dan budaya masyarakat untuk
% NPL Kartu Kredit (RHS)
memegang fisik uang dalam kegiatan transaksi. Secara
eksternal, faktor yang dipertimbangkan antara lain
Grafik 10.18
Pertumbuhan NPL Kartu Kredit Nasional
common practices manajemen pengedaran uang di beberapa negara di dunia yang cenderung lebih
atas tercermin dari peningkatan angka indeks dari survei pengolahan uang dilakukan oleh berbagai pihak di luar
kepuasan layanan kas Bank Indonesia dari 5,11 tahun bank sentral.
2006 menjadi 5,16 tahun 2007.
Dengan memperhatikan berbagai dinamika di atas dan
Uang Rupiah yang Berkualitas
misi Bank Indonesia di bidang pengedaran uang yaitu Kebijakan Bank Indonesia untuk meningkatkan kualitas memenuhi kebutuhan uang di masyarakat dalam jumlah
uang rupiah diarahkan pada upaya menanggulangi yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu,
penyebaran uang palsu, serta peningkatan unsur dan dalam kondisi yang layak edar, Bank Indonesia
pengaman dan kualitas bahan uang. Strategi kebijakan menempuh berbagai kebijakan yang mengacu pada tiga
penanggulangan penyebaran dan pengedaran uang palsu pilar utama. Ketiga pilar tersebut adalah pengedaran uang
antara lain melanjutkan sosialisasi dan edukasi ciri-ciri yang aman, andal, dan efisien; peningkatan layanan kas
keaslian uang rupiah serta meningkatkan kerjasama prima; serta peningkatan kualitas uang.
dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL), POLRI dan pihak terkait lainnya. Upaya
Pengedaran Uang yang Aman, Andal, dan Efisien lainnya yang dilakukan adalah melanjutkan kerjasama Bank Indonesia berupaya untuk mendorong pengedaran
dengan bank sentral negara lain dalam pembentukan uang yang aman, andal, dan efisien, melalui optimalisasi
Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC) pengadaan dan distribusi uang dalam jumlah cukup
untuk mempelajari strategi penanggulangan uang palsu. dan pecahan yang sesuai ke seluruh wilayah secara
Berbagai kemajuan tersebut tercermin dari kenaikan aman dan tepat waktu. Dari sisi pelaksanaan kebijakan,
angka indeks hasil survei dari 4,79 tahun 2006 menjadi upaya memenuhi kebutuhan uang masyarakat dilakukan
5,00. Selanjutnya, Bank Indonesia juga melakukan kajian dengan meningkatkan pengadaan uang sebesar 4,29%
mengenai bahan uang pecahan Rp1.000,00 dengan dan merealisasikan distribusi uang melebihi target yang
mempertimbangkan perbandingan biaya, perlindungan direncanakan (123,3%). Selain itu, Bank Indonesia juga
terhadap pemalsuan, visual/penampilan, profil menerapkan kebijakan kas besar titipan di 13 KBI untuk
penggunaan, dan kebiasaan/tradisi. memenuhi pengiriman uang secara cepat dan tepat waktu. Berbagai kemajuan di atas tercermin dari kenaikan
Sistem Pembayaran
angka indeks hasil survei ketersediaan uang rupiah dari Kebijakan yang ditempuh selama tahun 2007 tetap 4,74 menjadi 4,90. Selain berbagai pelaksanaan kebijakan
diarahkan pada peningkatan keamanan dan efisiensi tersebut, Bank Indonesia juga menerbitkan ketentuan
terhadap penyelenggaraan dan instrumen sistem yang dapat menjamin kepastian hukum, antara lain
pembayaran, penurunan risiko, dan perlindungan ketentuan mengenai penyetoran dan penarikan uang
konsumen.
rupiah oleh bank umum di Indonesia. Mitigasi Risiko Sistem Pembayaran Layanan Kas Prima
Mitigasi risiko yang telah dilaksanakan sepanjang Implementasi kebijakan Bank Indonesia dalam mendukung
tahun laporan dilakukan melalui penjagaan kehandalan layanan kas prima antara lain dengan mempersiapkan
operasional, baik pada sistem pembayaran yang penerapan strategi pengolahan uang oleh pihak ketiga
dilaksanakan oleh Bank Indonesia ataupun di luar Bank dengan melanjutkan kebijakan uji coba setoran bayaran.
Indonesia. Untuk sistem yang dilaksanakan di Bank Penerapan strategi tersebut berdampak terhadap
Indonesia, penjagaan ini dilakukan secara rutin melalui penurunan jumlah setoran dan bayaran bank secara
uji coba kesiapan sistem utama maupun back up dalam signifikan sehingga berpengaruh terhadap efisiensi dan
menghadapi kondisi tertentu yang menyebabkan tidak efektivitas pengolahan uang kartal di Bank Indonesia dan
dapat beroperasinya kedua sistem tersebut. Khusus perbankan. Persiapan implementasi cash centre dilakukan
sistem kliring, diimplementasikannya Sistem Kliring dengan menyusun kajian yang mempertimbangkan
Nasional Bank Indonesia (SKNBI) berarti mitigasi risiko aspek efektivitas, representasi kebutuhan masing-
kredit untuk transfer dana melalui kliring saat ini telah masing institusi, kondisi geografis, organisasi, serta
dilakukan dengan penerapan mekanisme failure to infrastruktur dan fungsi pengawasan yang telah dimiliki.
settle (FtS). Untuk sistem yang diselenggarakan di luar Langkah kebijakan lainnya adalah memperluas wilayah
Bank Indonesia seperti penyelenggaraan APMK, upaya kerjasama layanan kas dengan PT Posindo di 7 wilayah
persuasif dilakukan melalui Forum Komunikasi Sistem yaitu Makassar, Mataram, Bengkulu, Medan, Jambi,
Pembayaran Nasional (FKSPN) atau asosiasi industri. Sibolga, dan Manado untuk memenuhi kebutuhan uang di
159
Pengawasan (Oversight) Sistem Pembayaran Dalam menjalankan tugas di bidang oversight tersebut, Bank Indonesia telah memprioritaskan oversight terhadap Sistem BI-RTGS yang dikategorikan sebagai Sistemically Important Payment System (SIPS) dan sistem kliring. Berbeda dengan konsep pengawasan bank yang difokuskan kepada tingkat kesehatan dan kinerja individual bank, pengawasan sistem pembayaran difokuskan kepada pengawasan penyelenggaraan sistem pembayaran secara keseluruhan, mulai dari proses perijinan, fasilitasi, dan konsultasi pada saat pengembangan sistem sampai pada tahap ketaatan peserta sistem pembayaran terhadap aturan-aturan yang telah disepakati. Oversight dilakukan dalam bentuk asesmen untuk menguji tingkat kepatuhan operasional kedua sistem tersebut agar sesuai dengan standar internasional (BIS-Core Principle on Systemically Important Payment System).
Kebijakan Meningkatkan Disiplin Pengguna Instrumen Cek dan Bilyet Giro Terkait dengan upaya meningkatkan disiplin pengguna instrumen Cek dan Bilyet Giro, pertengahan tahun 2007, Bank Indonesia kembali menerbitkan ketentuan baru terkait Daftar Hitam Nasional (DHN). Ketentuan ini selain melengkapi ketentuan DHN terdahulu, juga menjadi pedoman dalam penatausahaan DHN. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam ketentuan tersebut adalah prinsip kehati-hatian (prudential) khususnya bagi nasabah yang akan menggunakan instrumen cek atau bilyet gironya dalam melakukan pembayaran. Dengan penatausahan daftar hitam yang terintegrasi secara nasional dan dapat diakses oleh seluruh bank di manapun, nasabah tidak lagi dapat melakukan beberapa kali penarikan cek kosong di berbagai wilayah yang berbeda.
Pelaksanaan Kebijakan Pengaturan Kegiatan Money Remittances Sejak diberlakukan pada akhir tahun 2006, ketentuan mengenai Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) telah mendapat tanggapan positif dari berbagai otoritas terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Departemen Luar Negeri, serta pihak peneliti dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia. Hal tersebut terutama dikaitkan dengan upaya Bank Indonesia untuk membantu pencegahan money laundering dan pembiayaan teroris melalui remitansi. Selain itu, ketentuan ini merupakan bagian dari upaya untuk memberikan layanan yang mudah, aman, dan murah sekaligus perlindungan hukum bagi para pekerja luar negeri yang akan mengirimkan uang kepada keluarganya di Indonesia.
Efisiensi Pengelolaan Rekening Pemerintah Dalam rangka meningkatkan efisiensi pelayanan jasa pembayaran kepada Pemerintah, Bank Indonesia telah mengembangkan aplikasi untuk memudahkan Pemerintah mengelola rekeningnya. Aplikasi yang diberi nama Bank Indonesia Government-eBanking (BIG-eB) ini mencakup penatausahaan penerimaan, pengeluaran dan penyelesaian transaksi yang terkait dengan mutasi rekening Pemerintah. Beroperasinya BIG-eB juga merupakan implementasi UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Selain itu, BIG-eB juga diupayakan untuk mendukung penerapan TSA secara menyeluruh sekaligus mendukung koordinasi antara otoritas fiskal dan otoritas moneter.
Upaya Meningkatkan Kualitas Pembayaran Nontunai Tahun 2007 upaya peningkatan pembayaran ritel berbasis kartu difokuskan pada sosialisasi mengenai cara penggunaan kartu kredit dan kartu debet secara bijaksana. Upaya tersebut merupakan salah satu bentuk upaya Bank Indonesia untuk mengembangkan sistem pembayaran eceran berbasis kartu yang mengacu pada aspek perlindungan konsumen. Berbagai kegiatan sosialisasi telah dilakukan pada beberapa media massa, antara lain dalam bentuk iklan layanan masyarakat di media cetak dan elektronik.
Bab 11