Study of mangium for mechanical laminated timber and double shear connection using shear connector

(1)

KAJIAN BALOK SUSUN DAN SAMBUNGAN PASAK GESER

TAMPANG DUA KAYU MANGIUM

F. DWI JOKO PRIYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Balok Susun dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium adalah karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

F. Dwi Joko Priyono NIM E016010051/IPK


(3)

iii

ABSTRACT

F. DWI JOKO PRIYONO. Study of Mangium for Mechanical Laminated Timber and Double Shear Connection Using Shear Connector. Under the supervision of SURJONO SURJOKUSUMO, YUSUF S. HADI and NARESWORO NUGROHO.

Mangium wood from the timber estate have been developed continuously in an effort to reach the fulfilling of wood fiber and construction material needs to replace role of timber from the natural forests which has decrease. Timber connection requires a connector such as bolt that can distribute the load of wood to wood both the compression or tensile stress through all the connections. Bearing slip connector is a connector that is inserted into the hole in the wood, and burdened pressure and shear. Connection with the bolts most commonly used because making easier, however, the connection type is less efficient due to shear forces in the event it will be retained by the bolts and wood with only a cross-sectional area of the bolt. The research trying to find the 17 years old mangium properties as a building material and its engineered wood properties especially as double shear connection timber and mechanical laminated timber which using shear connector. The connector made of different materials, consists of similar mangium, mangium compressed, ironwood and steel. The bearing slip connector consist of two forms (dowel and rectangular) and arranged on one until three pairs of connector. The double shear component size and placement based on R-SNI(2002), each form of the sample was made in 4 replications and all of them have tested using a 35-ton Baldwin UTM.

Mangium wood is classified in the III strength grade according to PKKI (1961), meanwhile if using modulus of elasticity results as a determination of quality grade based on RSNI (2002), the mangium includes in the quality code of E-11. The result of research also found that the rectangular steel bearing slip connector has the highest equations meanwhile the lowest equation was the ironwood materials. All of equations give high correlations ( R2 between 0.743 to 0.947). Bearing slip connector can improve the ability of the connection in load-bearing. Densified of mangium able to raise the connection system's ability however not significantly, both in strength and displacement. Ironwood connector are not well used as a retaining shear pin because of easy to sliding split and significantly much below capacity than mangium wood. Steel connector result the load-bearing above significantly than mangium and ironwood. Dowel do not differ in terms of strength as compared with rectangle in proportional limit, and each additional number of connector producing an increase in load-bearing ability significantly. Observation on the displacement value shows that for the value which applied usually in Indonesia reach the strength ratio (SR) as 92.21% to the proportion limit and 44.91% to the maximum load. This value was in below position of the US standard (24.17 and 11.77%) and of the Australian standard (51.46% and 25.06%

Key words: 17 years old mangium, displacement, double shear connection, shear connector, wood properties.

) to the proportional limit and maximum load respectively. Displacement achievement at the proportional limit varies from 1.1 mm to 2.2 mm, so that the minimum requirement of 1.5 mm displacement is not fulfilled by some treatments, however all of the connection system have passing the 1 mm displacement. Mangium mechanical laminated timber using steel shear connector has increased the MoR and MoE as much as 52 and 28,5% respectively comparing to the mangium solid beam.


(4)

iv

RINGKASAN

F. DWI JOKO PRIYONO. Kajian Balok Susun dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium. Dibimbing oleh SURJONO SURJOKUSUMO, YUSUF S. HADI dan NARESWORO NUGROHO.

Upaya memperbesar dimensi kayu yang bermanfaat bagi tujuan struktural inilah yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini, sehingga diperoleh pengetahuan baru tentang sifat yang dimilikinya guna memenuhi kepentingan kayu struktural. Percobaan dilakukan terhadap model sambungan kayu dengan pasak berpenahan geser (shear connector) sehingga keberhasilan penelitian ini akan memberi peluang baik pada sambungan kayu maupun pada kayu lamina mekanis. Sambungan dengan baut adalah jenis sambungan yang paling sering digunakan karena faktor kemudahan dalam pengerjaan. Namun demikian, jenis sambungan tersebut kurang efisien karena bila terjadi gaya geser maka akan ditahan oleh baut dan kayu dengan hanya seluas penampang baut. Disamping itu, kuat tekan kayunya adalah seluas lubang baut, yaitu diameter lubang baut dikalikan tebal kayu. Hal tersebut akan berbeda kalau digunakan sambungan pasak, dimana yang akan menahan gaya aksial adalah pasak dan kayu, yaitu untuk geser pasak adalah luas penampang pasak dikalikan panjang pasak, sedang untuk kuat tekan kayu adalah sebesar setengah luas penampang lubang pasak dikalikan dengan panjang lubang pasak. Untuk itu penelitian ini diharapkan mampu menjawab awal tantangan kebutuhan data teknologi rekayasa kayu tersebut khususnya bagi jenis mangium sebagai salah satu jenis kayu budidaya yang diunggulkan.

Tujuan umum penelitian yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan peran kayu hasil budidaya hutan tanaman khususnya kayu mangium sebagai kayu konstruksi, sedangkan tujuan khusus penelitian antara lain data sifat fisis dan mekanis kayu mangium umur 17 tahun melalui pengujian contoh kecil bebas cacat (small clear specimen) guna diketahui sifat dasarnya, melihat kelayakan kayu mangium pada kisaran umur 17 tahun sebagai bahan kayu konstruksi melalui pemilahan kayu ukuran full-scale (baik secara visual maupun masinal) dan penentuan tegangan ijin. Selain itu mengembangkan teknologi pasak penahan geser pada sambungan kayu tampang dua dengan menggunakan dua bentuk pasak yakni pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat, tiga jenis bahan pasak yakni pasak sejenis tanpa perlakuan, pasak sejenis yang dipadatkan (densifikasi) dan pasak baja, serta menggunakan dua jenis alat pengencang yaitu baut dan pelekap bambu berbaji, dan mencoba suatu bentuk sambungan tampang dua dengan variasi jumlah dan ukuran jarak peletakan pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat terhadap ujung, sisi dan spasi antar pasak dalam suatu susunan pasak dan arah pembebanannya.

Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan status pengetahuan (state of the art) sambungan kayu dengan pasak penahan geser dan mengandung nilai kebaruan dalam beberapa aspek antara lain sambungan dengan berbagai variasi pasak, variasi sistem sambungan, variasi bahan pasak dan upaya pemadatan kayu sebagai bahan pasak geser. Bahan penelitian berupa kayu mangium diperoleh dari areal HTI PT ITCI-Hutani Manunggal di Kenangan, Balikpapan Seberang, Kalimantan Timur. Pengujian dilakukan di laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Pustekolah Bogor sejak Desember 2009-Agustus 2011.

Pengujian sifat dasar kayu dalam ukuran contoh kecil bebas cacat (ckbc) mengikuti ASTM D-143 (2008) untuk semua sifat fisis dan mekanisnya. Untuk pengujian sifat dasar


(5)

v balok menggunakan dua metoda, yaitu menentukan tegangan ijin lentur melalui pemilahan secara visual dan penentuan tegangan ijin lentur secara masinal. Secara visual dilakukan dengan pengukuran dimensi, pengamatan cacat kayu, pengukuran kadar air dan penimbangan kayu, lalu ditentukan kelas mutunya berdasarkan NI-5 PKKI 1961. Pengujian secara masinal menggunakan mesin pemilah Panter MPK-5 dengan cara meletakkan kayu di atas mesin tersebut. Untuk lebih membuktikan nilai sifat mekanisnya, setelah diuji dengan mesin Panter MPK-5, kayu kemudian diuji sifat mekanisnya berdasarkan Standar ASTM D-198 (2008) pada mesin UTM Shimadzu dengan jarak sangga 240 cm dan dengan metoda third point loading. Penentuan kekuatan kayu mangium sebagai kayu konstruksi dalam format LRFD dihitung dengan prosedur realibility normalization dengan standar ASTM D-5457 (2008). Dari beberapa perhitungan yang dilakukan di atas akan diperoleh kekuatan karakteristik, tegangan ijin lentur, kelas mutu, tahanan referensi dan nilai ataupun kelas kekuatan lainnya sesuai dengan pedoman yang dipergunakan. Untuk pengujian non destruktif ckbc dan balok menggunakan alat NDT Sylvatest-Duo (f = 22 kHz). Alat tersebut mempunyai dua transducer gelombang ultrasonik yang masing-masing ditancapkan di kedua ujung kayu yang diuji sampai kecepatan gelombang dapat terbaca pada panel alat (dalam mikrodetik).

Pengujian sambungan kayu dilakukan atas dua bagian yakni pengujian atas 13 sistem sambungan yang ukurannya sama namun berbeda dalam penggunaan pasak, pasak geser serta pengencangnya. Bagian kedua merupakan pengujian faktorial sambungan atas perlakuan 3 faktor yakni jenis pasak geser (bulat dan segi empat), jumlah pasak (sepasang, dua dan tiga pasang), serta bahan pasak (pasak mangium yang sejenis dengan komponen sambungan, pasak mangium yang dipadatkan, pasak ulin serta pasak baja).

Metoda analisis data atas 13 sistem sambungan disusun dalam ANOVA melalui Desain Eksperimen Satu Faktor dalam Program Minitab versi 14, baik bagi kemampuan sistem sambungan maupun sesaran yang terjadi pada titik beban maksimum maupun kemampuan pada batas proporsi. Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan dalam pola faktorial menggunakan rancangan percobaan faktorial 2 x 3 x 4 dalam RCBD yang terdiri atas faktor A (bentuk pasak penahan geser) yang terdiri atas 2 level perekat yaitu a1 (pasak penahan geser bentuk bulat), a2 (pasak penahan beser bentuk segi empat), faktor B

(jumlah pasangan pasak) yang terdiri atas tiga level lapisan yaitu b1 (sepasang pasak penahan

geser), b2 (dua pasang pasak penahan geser) dan b3 (tiga pasang pasak penahan geser) dan

faktor C (jenis bahan pasak penahan geser) yang terdiri atas empat level yaitu c1 (pasak

mangium sejenis dengan komponen sambungan), c2 (pasak mangium dipadatkan), d3 (pasak

ulin) dan d4 (pasak baja). Uji lanjut dengan HSD.

Hasil penelitian membuktikan bahwa kayu mangium 17 tahun masih memiliki nilai rataan sifat fisik dan mekanik yang tidak jauh berbeda dari kayu mangium umur muda (8-12 tahun) namun lebih nyata dalam tampilan dekoratif, sementara sifat kayu ini cenderung menurun seiring dengan posisi ketinggian pada batang meski beberapa sifat tidak signifikan. Kayu mangium yang diuji 73% termasuk kayu bermutu A dan dalam kelas kuat III menurut PKKI (1961). Jika modulus elastisitas CKBC digunakan sebagai penentuan kode mutu berdasarkan RSNI (2002), mangium termasuk kayu dalam kode mutu E

Selanjutnya kayu mangium umur 17 tahun memiliki sifat mekanis yang sangat erat hubungannya dengan berat jenis dengan koefisien korelasi 0,66 – 0,81, dan formula MoE (MPa) = 16.000G

11, namun bila ditinjau dari pengamatan visual (visual grading) balok berada pada kode mutu <E10.


(6)

vi prediktor kekakuan dinamis (MoEd) dapat digunakan untuk memperoleh nilai kekakuan dan

keteguhan lentur statis (MoEs dan MoRs) serta prediktor MoEs untuk memperoleh MoRs

Penelitian juga memperoleh hasil bahwa melalui pengujian CKBC yang dihitung dengan format LRFD membuktikan bahwa mangium yang diteliti memberikan keunggulan nilai kuat lentur dan tarik sejajar serat karena kode mutu mencapai E24->E26, kuat tekan sejajar serat pada E13-E14, namun sebaliknya mangium memiliki kelemahan pada kuat geser sejajar serat dan tekan tegaklurus serat karena hanya berada pada kelas kode mutu <E10 menurut tabel kuat acuan RSNI (2002). Nilai kuat acuan untuk sifat selain MoE pada Tabel RSNI (2002) memiliki selisih yang sangat besar bila dibanding dengan nilai mangium yang diperoleh, dan hal tersebut di satu sisi berarti keuntungan bagi jenis mangium, atau bahan pembanding bagi Tabel RSNI (2002). Sementara itu pengujian balok mangium dengan menggunakan format conversion (ASD ke LRFD) dan realibility normalization (langsung dengan LRFD) menghasilkan kode mutu E16 dan E14, namun dalam bentuk balok hanya menghasilkan kode mutu <E10 atas nilai MoE, sehingga balok mangium memiliki kelebihan pada kuat lentur.

dengan koefisien korelasi sebesar masing-masing 0,76; 0,75 dan 0,86.

Dalam hal hasil pemadatan kayu mangium, proses ini hanya mampu meningkatkan kepadatan 11%, namun menaikkan keteguhan lentur sampai dengan 42%, berat jenis dan kekerasan radial sampai 9%, serta 4% pada nilai modulus elastisitas lenturnya, dan kenampakan permukaan mangium yang dipadatkan menjadi lebih gelap dan berkilap.

Untuk hasil penelitian tentang sambungan kayu, setiap penambahan jumlah pasak menghasilkan kenaikan kemampuan menahan beban secara signifikan, dan setiap bahan pasak memiliki karakter hubungan masing-masing terhadap kemampuan sistem sambungannya dengan nilai koefisien korelasi > 0.7. Pasak bulat tidak berbeda kemampuannya dibandingkan dengan pasak segi empat pada batas proporsi, namun berbeda sangat signifikan pada saat proses kerja pasak (sesaran 1 mm) dan pada capaian kemampuan maksimum. Pemadatan pasak mangium tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan menahan beban maksimum sambungan. Pasak kayu ulin ternyata hanya kuat pada saat awal proses kerja pembebanan, namun secara signifikan jauh berada dibawah kemampuan kayu mangium saat mencapai kemampuan sambungan pada batas proporsi dan maksimumnya, sedangkan untuk pasak baja mampu menahan beban secara signifikan jauh berada di atas pasak mangium maupun ulin.

Kemampuan ijin sistem sambungan berada pada 89% dan 43% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya, sementara bila digunakan nilai sesaran maksimum (1,5 mm) maka kemampuan ijin sistem sambungan tersebut berada pada 92% dan 44% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya.

Pada sistem sambungan yang berbeda, nilai kemampuan terendah dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser bulat yang dibuat dari mangium tanpa perlakuan dan pengencang plat klam, dan kemampuan tertinggi dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser baja segiempat, sedangkan sambungan dengan pasak bambu memiliki sesaran yang sangat tinggi (11,6 mm), sementara sambungan perekat menghasilkan keruntuhan yang tiba-tiba pada sesaran hanya 1 mm. Pencapaian sesaran pada batas proporsi bervariasi dari 1,1 mm sampai dengan 2,2 mm, sehingga syarat sebesar 1,5 mm tidak terpenuhi pada beberapa jenis sistem sambungan meski semua mampu melewati batas 1 mm. Untuk itu ketentuan batas 1,5 mm disarankan untuk dinaikkan menjadi 1 mm sehingga lebih aman.


(7)

vii Kata kunci: kayu mangium umur 17 tahun, pasak geser, sambungan tampang dua, sesaran,

sifat mekanis kayu

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(8)

viii

KAJIAN BALOK SUSUN DAN SAMBUNGAN PASAK GESER

TAMPANG DUA KAYU MANGIUM

F. DWI JOKO PRIYONO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

ix Judul Disertasi : Kajian Balok Susun Dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua

Kayu Mangium Nama : F. Dwi Joko Priyono NIM : NIM E016010051/IPK

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Prof (Em.) Ir. HM. Surjono Surjokusumo, MSF, PhD

Prof. Dr. Ir. Yusuf S. Hadi, M.Agr

Anggota Anggota

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS

Disahkan Oleh,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr


(10)

x

Penguji Luar Komisi:

Ujian Tertutup: Senin, 19 Desember 2011 1. Dr. Ir. Johannes Adhijoso Tjondro, M.Eng.

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Parahyangan, Bandung 2. Dr. Ir. Sucahyo, MS

Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Ujian Terbuka: Kamis, 26 Januari 2012 1. Dr. Ir. Indah Sulistyawati, MT

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Trisakti, Jakarta

2. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc


(11)

xi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan berkatNya sehingga penulisan disertasi dapat terselesaikan. Disertasi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis menghaturkan terimakasih kepada yang terhormat Prof(Em.) Ir. HM. Surjono Surjokusumo, MSF, Ph.D, Prof.Dr.Ir. Yusuf S. Hadi, M.Agr dan Dr. Ir. Naresworo Nugroho, MS sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah mengarahkan, memberi kritik dan saran serta memberikan dorongan semangat kepada penulis sejak mengikuti perkuliahan sampai dengan proses penyelesaian dalam mengikuti pendidikan.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada yang terhormat Dekan dan segenap jajaran pimpinan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan dan segenap pimpinan Fakultas Kehutanan IPB, Ketua dan staff Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB atas kegiatan studi yang diselenggarakan dan penulis telah ikuti. Penulis juga menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada Ketua dan segenap pimpinan serta Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan IPB yang telah banyak memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan proses pendidikan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda yang telah memberi kesempatan guna mengikuti program studi doktor tersebut.

Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan pula kepada yang terhormat Dr. Ir. Johannes Adhijoso Tjondro, M. Eng dan Dr. Ir. Sucahyo, MS selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian tertutup serta Dr. Ir. Indah Sulistyawati, MT dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian terbuka atas masukan yang sangat berharga demi penyempurnaan disertasi ini.

Terimakasih kepada Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, MSi dan Dr. Sulistyono,S.Hut, M.Si atas bantuan pencerahan dalam pengolahan data dan sahabat dalam perjuangan bersama. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada para teknisi dan laboran di bengkel kerja dan laboratorium di lingkungan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Fakultas Kehutanan IPB dan Pustekolah Puslitbang Kehutanan Bogor atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada pimpinan dan staff PT ITCI-Hutani Manunggal di Kalimantan Timur yang telah memberikan bantuan tegakan Acacia mangium sebagai bahan penelitian dan pimpinan PT Era Sumpindo Sejati di Tangerang yang telah membantu proses pembuatan pasak bulat.

Tidak lupa penulis juga menghaturkan kepada para pimpinan dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan finansial selama proses pendidikan, diantaranya program


(12)

xii APBD Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, program DIKTI untuk beasiswa BPPS dan Hibah Penelitian Disertasi, program Yayasan Miserior/APTIK-Univ. Atma Jaya Jakarta dan program Beasiswa Kaltim Cemerlang. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada beberapa pribadi yang secara sukarela telah memberikan bantuan. Terakhir, ungkapan terimakasih yang paling dalam disampaikan kepada kedua orangtua (almarhum), mertua, seluruh keluarga besar Widyosuparto, isteri tercinta dan kedua anak tersayang atas segala doa, kesabaran, kerelaan, dorongan dan kasih sayangnya.

Semoga Tuhan Yang Maha Baik mencurahkan balasan kebaikan yang telah diberikan. Penulis juga berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi rekayasa kayu.

Bogor, Januari 2012 Penulis


(13)

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 17 Oktober 1958 dari ayah Yohanes Widyosuparto dan ibu Evipania Wagiyati (keduanya almarhum). Penulis merupakan anak ke delapan dari sepuluh bersaudara.

Tahun 1980 penulis memasuki dunia perguruan tinggi pada Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, lulus pada tahun 1985 sebagai Sarjana Kehutanan pada program studi Teknologi Hasil Hutan. Pada tahun 1986 penulis mengikuti pendidikan pada program PEDCA (Polytechnic Education Development Center for Agriculture) di Institut Pertanian Bogor dan lulus sebagai instruktur pada tahun 1987. Program magister ditempuh penulis di Pascasarjana Universitas Mulawarman pada tahun 1995 dalam Program Studi Magister Ilmu Kehutanan dan lulus pada tahun 1999. Selanjutnya penulis menempuh studi program doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2001.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Teknologi Hasil Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda sejak tahun 1987 sampai sekarang.

Selama mengikuti program doktor, penulis telah mengikuti dan menjadi pemakalah antara lain Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) VII pada tanggal 5 – 6 Agustus 2004 di Makassar, Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) XIII pada tanggal 10-11 Nopember 2010 di Sanur, Bali dan Seminar Nasional Masyarakat Peneliti kayu Indonesia (MAPEKI) XIV pada tanggal 2 Nopember 2011 di Yogyakarta. Disamping itu, penulis juga telah mengikuti dan penjadi pemakalah pada The 2nd International Symposium of Indonesian Wood Research Society (IWoRS) pada tanggal 12-13 Nopember 2010 di Sanur, Bali dan The 3rd

Selama mengikuti program doktor, penulis juga telah menulis pada beberapa jurnal antara lain Jurnal Poltanesa dan Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis (Akreditasi A LIPI).

International Symposium of Indonesian Wood Research Society (IWoRS) pada tanggal 3-4 Nopember 2011 di Yogyakarta.

Penulis menikah dengan V. Herti Widiyani, S.Pd., pada tahun 1993 dan telah dikaruniai satu orang putra dan satu orang putri bernama A. Fajar Agung Widiyanto (15 tahun) dan F. Natalia Widyaningrum (12 tahun).


(14)

xiv

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……… xvii

DAFTAR GAMBAR ……… xx

DAFTAR ISTILAH DAN NOTASI ……… xxiii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xxv

I. PENDAHULUAN ………. 1

1. Latar Belakang ………... 1

2. Perumusan Masalah ………... 9

3. Tujuan Penelitian ………... 9

4. Luaran yang Diharapkan ……… 10

5. Alur Pikir Penelitian ………... 11

6. Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan ………... 12

a. Ruang Lingkup Penelitian ………. 12

b. Sasaran Kegiatan ………... 7. Kebaruan (Novelty) ……… 12 12 II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 15

1. Risalah Jenis Mangium (Acacia mangium Willd.) ……… 15

2. Sifat Dasar Kayu Mangium ………... 17

a. Sifat Anatomis ………... 17

b. Sifat Fisis-Mekanis ………... 18

c. Sifat Kimia ……… 19

d. Keawetan dan Keterawetan ……….. 19

3. Keteknikan Kayu Untuk Tujuan Bahan Konstruksi ………….. 20

a. Kayu Konstruksi dan Tegangan Ijin ………. 20

b. Pemilahan dan Pendugaan Kekuatan Kayu Konstruksi …… 22

1) Pemilahan Visual ……….. 23

2). Pemilahan Masinal ……… 24

3). Format untuk Menghitung Kekuatan Kayu …………... 24

a). ASD (Allowable Stress Design) ………... 25

b). LRFD (Load and ResistantFactor Design) ……… 25

c. Kayu Rekayasa Struktural (StructuralEngineered Wood) … 26

4. Sambungan Kayu dengan Pasak ……… 27

5. Kayu Glulam (Glued Laminated Timber) dan Penggunaan Perekat pada Kayu ………. 31

a. Balok Glulam ……… 31

b. Penggunaan Perekat pada Kayu ……… 34

6. Pemadatan Kayu ……… 37


(15)

xv

1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 39

2. Alat dan Bahan ………... 39

DAFTAR ISI

3. Jenis dan Sumber Data ………... 40

4. Teknik Pembuatan Sampel Penelitian ………... 41

a. Proses Penebangan ………. 41

b. Pembuatan Sampel Sifat Dasar ……….. 43

c. Pembuatan Pasak dan Contoh Uji Sambungan Kayu ……… 44

5. Metoda Analisis Data ……….. 47

a. Metoda Uji Sample ………. 47

1). Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Contoh Kecil Bebas Cacat ………. 47

2). Pengujian Sifat Rekayasa ……….. 50

3). Pengujian Sambungan Kayu ……….. 52

b. Metoda Analisis Data ……….. 53

1). Analisis Sifat Dasar Kayu Mangium ……….. 53

2). Sifat Rekayasa Kayu Utuh ………. 54

3). Pendugaan Hubungan Sifat dan Kekuatan Mangium …… 54

4). Analisis Sambungan Kayu Berpasak Penahan Geser ……. 55

a). Analisis terhadap perlakuan 13 sistem sambungan yang berbeda ……… 55

b). Analisis statistik kemampuan sistem sambungan berdasar bentuk, jumlah dan bahan pasak penahan geser ………. 56

c). Regresi kurva beban-sesaran, kemampuan ijin pasak dan kerusakan pasak ……… 57

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SIFAT FISIK DAN MEKANIK KAYU MANGIUM 17 TAHUN ... 59

1. Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Mangium ………... 59

a. Sifat Fisik Kayu Mangium ………. 59

b. Sifat Mekanik Kayu Mangium ……….. 59

c. Signifikansi Sifat Fisik Berdasar Letak Bagian Batang ……. 60

d. Signfikansi Sifat Mekanik Berdasar Letak Bagian Batang ………... 61

e. Hubungan Berat Jenis Terhadap Sifat Mekanik Kayu Mangium ………... 62

2. Strength Ratio dan Kuat Acuan Berdasar Kenampakan Visual Balok Mangium ……… 66

3. Nilai Kekakuan CKBC dan Balok Mangium Melalui Beberapa Jenis Alat Uji ………. 68

4. Hubungan Kecepatan Gelombang Ultrasonik Terhadap Kekakuan CKBC dan Balok ……… 69


(16)

xvi 6. Kelas Kualita Kayu Mangium Berdasar PKKI 1961 dan RSNI

2002 ………... 77

DAFTAR ISI

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN: SAMBUNGAN KAYU MANGIUM 17 TAHUN DAN APLIKASI PADA BALOK SUSUN ... 81

1. Hasil Densifikasi Mangium ……….. 81

2. Data Identifikasi Pasak yang Digunakan ……….. 81

3. Kemampuan 13 Sistem Sambungan pada Ukuran Komponen yang Sama ………. 82

4. Kemampuan Sistem Sambungan pada Variasi Bentuk, Jumlah dan Bahan Pasak penahan Geser ……….. 88

a. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Beban Maksimum ……… 88

1). Pengaruh Faktor Tunggal pada P Maksimum ………… 93

2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada P Maksimum ... 94

b. Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran pada Batas Proporsi ………. 95

1). Pengaruh Faktor Tunggal pada Batas Proporsi ………. 98

2). Pengaruh Interaksi Antar Faktor pada Batas Proporsi 99

c. Kemampuan Sistem Sambungan pada Sesaran yang Sama.. 100

5. Kemampuan Sambungan pada Beberapa Standar yang Berlaku ………... 104

6. Kemampuan Tiap Pasak Penahan Geser ……… 105

7. Kerusakan Pasak Geser ………... 107

8. Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Geser Gelinding ……… 110

9. Kemampuan Sambungan Ditinjau dari Kekuatan Tekan Sejajar Serat ………... 111

10. Penerapan Pasak Geser pada Balok Susun ……… 112

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 115

1. Kesimpulan ………. 115

2. Saran ………... 116

DAFTAR PUSTAKA ……… 119


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Profil Produksi dan Jenis Kayu pada Tiga Tipe Hutan Indonesia …... 2

2. Perbandingan Sifat Dasar dan Karakter Pengerjaan Beberapa Jenis Kayu ... 3

3. Sasaran dan Jenis Kegiatan Penelitian ………. 12

4. Sifat Anatomis, Fisis dan Mekanis Mangium (A. mangium Willd) …. 16

5. Nilai Dimensi dan Turunan Serat Pulp Mangium (A. mangium Willd) ………... 18

6. Tegangan Ijin yang Diperkenankan untuk Mutu Kayu A menurut NI-5 PKKI 1961 ... 21

7. Kelas Kuat Kayu Indonesia ……… 21

8. Tegangan yang Diijinkan bagi Setiap Kelas Mutu menurut SKI C-bo-010:1987 ... 21

9. Kuat Acuan bagi Setiap Kelas Mutu Kayu Konstruksi menurut Konsensus Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (Pra-SNI) ... 22

10. Jarak Tepi, Ujung dan Spasi Pasak dalam Arah Gaya Sejajar dan Tegaklurus Serat menurut PKKI (1961) dan SNI (2002) …………... 30

11. Hasil Pengujian Sifat Mekanis Kayu Lamina Meranti (Shorea leprosula Miq.) ………... 34

12. Alat, Bahan dan Wujud Sampel Penelitian ……….. 39

13. Jenis dan Sumber Data Penelitian ………... 40

14. Jenis Perlakuan 13 Sistem Sambungan yang Berbeda Berdasar Bentuk Pasak dan Jenis Pengencang ………... 55

15. Sifat Fisik Mangium Umur 17 Tahun ………. 59

16. Sifat Mekanis Mangium Umur 17 Tahun ………... 60

17. Sifat Fisik pada Tiga Bagian Batang ………... 61

18. Sifat Mekanis pada Tiga Bagian Batang ……….. 62

19. Nilai Rataan Sifat Fisik dan Mekanik Mangium 17 Tahun …………. 63

20. Hubungan Berat Jenis dengan Sifat Mekanis Kayu Mangium 17 Tahun…... 63

21. Regresi Nonlinear dan Nilai Sifat Mekanis yang Diperoleh ………... 65

22. Nilai Strength Ratio (SR) 30 Balok Mangium ………. 67

23. Tegangan Ijin 30 Balok Mangium Berdasar Nilai CKBC ASTM D-245 (2008)………. 67

24. Jumlah Balok (Ukuran 5x12cm), Kelas Mutu dan Kuat Acuan (MoE) Berdasar Pemilahan Secara Visual RSNI (2002) ………. 68

25. Kadar Air, Kerapatan, MoE dan MoR Sortimen CKBC dan Balok ... 69

26. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen CKBC …... 70

27. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana pada Sortimen Balok ……. 70

28. Persamaan Hubungan Regresi Sederhana Pendugaan CKBC ke Balok ……….... 72


(18)

xviii 29.

DAFTAR TABEL

Mutu Kayu Mangium Melalui Format Conversion Berdasar Data

Tegangan Ijin ……….. 73 30. Mutu Kayu Mangium Melalui Data CKBC Format Realibility

Normalization ………...……….. 74

31. Mutu Kayu Balok Mangium Melalui ASD/LRFD (Format

Conversion) dan LRFD (Realibility Normalization)……….. 76 32. Mutu Kayu Mangium Ditinjau dari Data MoE CKBC dan Balok

Melalui Pengujian NDT Dinamis dan NDT Panter MPK5 pada RSNI

(2002)……… 76

33. Kelas Kuat Kayu Mangium Hasil Penelitian Berdasar PKKI (1961) .. 77 34. Kode Mutu Mangium Berdasar Kuat Acuan Sesuai RSNI (2002) ….. 78 35. Perubahan Sifat Akibat Pemadatan dan Sifat Ulin Bahan Pasak ……. 81 36. Rekapitulasi Data Pasak yang Digunakan ………... 82 37. Kadar Air dan Berat Jenis Komponen Sambungan ………. 82 38. Nilai Kemampuan Sistem Sambungan dan Sesaran 13 Jenis Sistem

Sambungan pada Titik Maksimum dan Batas Proporsi ………... 83 39. a. ANOVA P Maksimum (kgf) Vs. Jenis Sambungan ……….

b. ANOVA P pada Batas Proporsi (PL) (kgf) Vs Jenis Sambungan ..

84 84 40. Signifikansi Antar Perlakuan pada Kemampuan (P) Maksimum

Sambungan (Bag Atas) dan pada P Batas Proporsi (Bag. Bawah) … 85 41. Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada P Maksimum dan

Batas Proporsi ……….. 86 42. a. ANOVA Sesaran Maksimum pada Sambungan (mm) Vs jenis

Sambungan ……….. 86 b. ANOVA Sesaran pada Batas Proporsi (PL) (mm) Vs Jenis

Sambungan ……….. 87 43. Signifikansi Antar Perlakuan pada Sesaran (S) Maksimum

Sambungan (Bag. Atas) dan pada S Batas Proporsi (Bag. Bawah) ... 87 44. Kelompok Perlakuan yang Bernilai Sama pada Sesaran Maksimum

dan Batas Proporsi ………... 88 45. Rataan Kemampuan Menahan Beban Maksimum dan Sesaran

Sambungan ………... 89 46. Rataan Kemampuan Maksimum Sambungan Menurut Faktor dan

Level ……… 90

47. Persamaan Hubungan Eksponensial Jumlah Pasak Terhadap

Kemampuan MaksimumSambungan Pada Beberapa Faktor Pasak ... 91 48. Persamaan Hubungan Regresi Linear Jumlah Pasak Terhadap

Kemampuan MaksimumSambungan Pada Beberapa Faktor Pasak ... 92 49. ANOVA Nilai P Maksimum Sambungan ……… 93 50. Signifikansi Pengaruh Faktor A (Bentuk Pasak), B (Jumlah Pasak)

dan Faktor C (Bahan Pasak) pada P Maksimum ……… 94 51. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B ……….. 95 52. Rataan Kemampuan Beban pada Batas Proporsi dan Sesaran


(19)

xix Sambungan ………... 95

53.

DAFTAR TABEL

Nilai Rataan P Pada Batas Proporsi Berdasar Faktor dan Level …… 97 54. ANOVA Kemampuan Sistem Sambungan dalam Mencapai Batas

Proporsi ……… 97

55. Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C

(Bahan Pasak) pada Batas Proporsi ……… 98 56. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor B pada Batas Proporsi ……. 99 57. Pengaruh Interaksi Faktor A dan Faktor C pada Batas Proporsi ……. 99 58. Nilai Rataan Kemampuan Sambungan (x103 kgf) pada Sesaran 1

mm ………... 100

59. Nilai Rataan P (kgf) Sambungan pada Sesaran 1mm Berdasar Faktor

yang Digunakan ………... 101 60. ANOVA Nilai P Sambungan pada Sesaran 1mm ………... 103 61. Tabel Signifikansi Pengaruh Faktor A (Bentuk Pasak), B (Jumlah

Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Sesaran 1 mm ……….... 103 62 Rekapitulasi Kemampuan Ijin Sambungan pada Beberapa Standar

Sesaran yang Berlaku ………... 104 63. Kemampuan yang Diijinkan Pada Sistem Sambungan Sesuai

Penelitian……….. 105 64. Kemampuan Tiap Pasak Sesuai Perlakuan ……….. 106 65. Regresi Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada Penambahan

Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan dengan Bentuk dan Bahan

Pasak Berbeda ……… 107 66. Nilai Geser Gelinding pada Kemampuan Maksimum Sistem

Sambungan ………... 110 67. Nilai Tekan Sejajar pada Kemampuan Maksimum Sistem

Sambungan……… 111


(20)

xx

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Peringkat Pertumbuhan Volume Jenis Kayu dari Hutan Alam

Dibanding dengan Kayu dari Hutan Tanaman ………. 3 2. Profil Sambungan Tampang Dua dan Mekanisme Kerja Pasak

Penahan Geser ………... 6 3. Rolling Shear dan Kerusakan pada Komponen Glulam

Struktural (Fellmoser dan Blaß, 2004) ……..……… 6 4. Bagan Alir Rencana Penelitian ………. 11 5. Peletakan Baut untuk Arah Gaya Sejajar Arah Serat Kayu

menurut PKKI (1961) ………... 29 6. a. Penyiapan Sampel Dari Pohon Berdiri untuk Penelitian

Pendukung (Small Clear Specimen dan Full Scale) …………. 41 b. Penyiapan Sampel dari Pohon Berdiri untuk Sasaran

Penelitian (Sambungan Tampang Dua dengan Berbagai Jenis

dan Perlakuan Pasak) ……… 42 7. a-f: Contoh Kecil Bebas Cacat ASTM D 143-94 (Secondary

Method) ………... 43 8. a. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan Dua

Pasak Dua Pengencang ………. 45 b. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan

Empat Pasak Tiga Pengencang ………. 45 c. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan

Enam Pasak Empat Pengencang ………... 46 d. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan dengan

Enam Pasak Segi Empat dengan Empat Pengencang ………... 46 e. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan Berperekat 47 f. Model dan Ukuran Komponen (mm) Sambungan hanya

dengan Pengencang ………..……. 47 9. Peletakan Beban dalam Pengujian Third Point Loading ……….. 51 10. Pengujian Sambungan Kayu ………. 52 11. Monitor Pencatatan Alat Uji Baldwin dan Kurva yang Terjadi

Akibat Pembebanan pada Sambungan ……….. 53 12. Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Lentur (kiri) dan

Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Geser Sejajar Serat

(kanan) ... 64 13. Hubungan Berat Jenis dengan Keteguhan Tarik Tegaklurus Serat

(kiri) dan Hubungan Berat Jenis dengan Kekerasan Bidang

Tangensial dan Radial (kanan) ……….. 64 14. Perbedaan Warna Kayu Mangium Umur 17 dan 10 Tahun ……. 66 15. Hubungan MoEd dengan MoEs (kiri) dan MoEd dengan MoRs


(21)

xxi

DAFTAR GAMBAR

16. Hubungan MoEs dengan MoRs (kiri) dan V dengan MoEd

(kanan) ………... 71 17. Hubungan V dengan MoEs (kiri) dan V dengan MoEp (kanan)

....

71 18. Hubungan MoEd dengan MoRs (kiri) dan MoEd dengan MoRp

(kanan) ………... 71 19. Pengepasan Distribusi Keteguhan Geser Sejajar Serat Amatan

dengan Distribusi Normal dan Weibull pada Semua Data

(Gambar 19a.) dan pada 5% Data (Gambar 19b.) ………. 75 20. Histogram Nilai Kemampuan Sambungan (P, kgf) Maksimum

dan pada Batas Proporsi ( Gambar 20a), dan Sesaran (Slip, mm) Maksimum dan pada Batas Proporsi (Gambar 20b) pada 13

Macam Sistem Sambungan ………... 84 21. Rataan Kemampuan Menahan Beban (kg) Maksimum (Gambar

21a) dan Sesaran (mm) pada Beban Maksimum (Gambar 21b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Variasi Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak

yang Berbeda ……… 89 22. Beban Maksimum (kgf) yang Mampu Ditahan Oleh Sambungan

Berdasar (a). Bentuk, (b). Jumlah Pasang dan (c). Bahan Pasak 90 23. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pasang) Terhadap Kemampuan

Maksimum Sambungan (kgf) pada Beberapa Faktor Pasak ……. 91 24. Grafik hubungan Jumlah Pasak (pcs) Terhadap Kemampuan

Maksimum Sambungan (kgf) pada Bentuk dan Bahan Pasak … 92 25. Rataan Kemampuan Menahan Beban (kgf) pada Batas Proporsi

(Gambar 25a) dan Sesaran (mm) pada Batas Proporsi (Gambar 25b) bagi Tiap Perlakuan Sambungan Tampang Dua Berpasak Penahan Geser dengan Bentuk, Jenis dan Jumlah Pasak yang

Berbeda ………. 96

26. Nilai Rataan P (kgf) pada Batas Proporsi Berdasar Faktor yang Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.Bahan

Pasak ………. 97

27. Histogram Kemampuan Sambungan pada Sesaran 1 mm ……… 101 28. Nilai Rataan P (kgf) pada Sesaran 1 mm Berdasar Faktor yang

Digunakan: a. Bentuk Pasak, b. Jumlah Pasak dan c.Bahan

Pasak ………. 102

29. Kemampuan Tiap Pasak Sesuai Perlakuan ………... 106 30. Regresi Eksponensial Penurunan Kemampuan Tiap Pasak pada

Penambahan Jumlah Pasak pada Sistem Sambungan …………... 107 31a. Kerusakan pada Komponen Sambungan Bila Digunakan Pasak

Baja ………... 108

31b. Pelonjongan Pasak Bulat dan Rolling Shear pada Pasak Geser … 108 31c. Kerusakan Pasak Segi Empat dan Contoh Kerusakan Pasak


(22)

xxii

Geser ………. 109

DAFTAR GAMBAR

32a. Balok Susun Berpasak Beser baja bulat dan Segiempat ………... 112 32b. Pengujian Balok Susun Berpasak Geser dan Kerusakan Berupa

Retak Antar Pasak Geser ………... 113 33. Histogram Balok Utuh dan Balok Susun Berpasak Geser ……… 113


(23)

xxvi 27. Tabel Pengaruh Interaksi Faktor B dan Faktor C ………. 165

DAFTAR LAMPIRAN

28. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B (Jumlah Pasak) dan Faktor C(Bahan Pasak) Kemampuan Beban

pada Batas Proporsi ………... 166 29. Pengaruh Interaksi Faktor A, B dan C bagi Kemampuan Sistem

Sambungan pada Batas Proporsi ………..…. 167 30. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B

(Jumlah Pasak) dan Faktor C(Bahan Pasak) Kemampuan Beban

pada Sesaran 1 mm ………... 169 31. Nilai Geser Gelinding (Rolling Shear) Mangium 17 Tahun ……. 170 32. Shearing Force Diagram Balok Susun Berpasak Penahan Geser 171


(24)

xxiii

DAFTAR ISTILAH DAN NOTASI

=

tk// kekuatan tekan sejajar serat maksimum (kgf/cm2) s//

=

kekuatan geser sejajar serat maksimum (kgf/cm2)

=

tr kekuatan tarik sejajar serat atau tegak lurus serat (kgf/cm2

∆y

)

=

defleksi atau lenturan akibat beban standar (mm)

ρ

=

kerapatan(gr/cm3 b

)

=

tebal (jarak horizontal) penampang contoh uji (cm)

g

=

konstanta gravitasi (9,81 m/detik2 g

)

=

berat jenis (PKKI 1961)

h

=

tinggi (jarak vertikal) penampang contoh uji (cm) r

=

koefisien korelasi

lw

=

panjang sampel kondisi jenuh air (direndam dalam air 36 jam)

lo

=

panjang sampel kondisi kering tanur (mm)

ln

=

panjang sampel kondisi kering udara (mm)

fk

=

faktor koreksi (Panter)

Ω

=

data confident factor

∆P

=

selisih beban dalam daerah elastis (kgf) A

=

luas penampang (cm2

E

)

=

MoE = modulus elastisitas lentur (kgf/cm2, MPa; 1 MPa = 1,0197x10 kg/cm2

G

)

=

berat jenis (RSNI (2002) H

=

kekerasan sisi (kgf/cm2 L

)

=

jarak sangga (cm)

N

=

Newton (1 kgf/m2 = 9,80665 N/m2 P

)

=

Kemampuan menahan beban pada saat kayu rusak (kgf)

BKT

=

berat kering tanur BKU

=

berat kering udara

Berat Jenis

=

(BKT/VKU)/( WW/VW) dimana Ww/Vw = berat/volume air pada suhu 4,40

CoV

C =1.

=

koefisien variasi (%) KAKU

=

kadar air kering udara (%)

Kerapatannormal

=

berat kering udara / volume kering udara (g/cm3 Kerapatan ) absolu t

=

berat kering tanur / volume kering tanur (g/cm3 K

)

=

R reliability normalization factor MoEd

=

modulus elastisitas dinamis (kgf/cm2 MoR

)

=

kekuatan lentur patah (Kgf/cm2, MPa

MPa)


(25)

xxiv P maks

=

beban maksimum sampai terjadi kerusakan (kgf)

R2

=

koefisien determinasi

Rn

=

reference resistance (tahanan referensi)

Rp

=

nilai dugaan persentil ke-p dari distribusi material SD

=

standar deviasi

VKU

=

volume kering udara (cm3 V

) KT

=

volume kering tanur (cm3 Vus

)


(26)

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Daftar Makalah yang telah Dipublikasikan Terkait dengan

Penelitian Disertasi ………... 125 2. Status Pengetahuan (State of the Art) Penelitian Sambungan

Tampang Dua dengan Pasak Penahan Geser ……… 126 3. Kerapatan Kering Udara Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……. 127 4. Kerapatan Kering Mutlak Bagian Bawah, Tengah dan Atas …… 128 5. Berat Jenis Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……… 129 6. Kadar Air Bagian Bawah, Tengah dan Atas ………. 130 7. Susut Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas …………... 131 8. Susut Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……… 132 9. Pengembangan Arah Radial Bagian Bawah, Tengah dan Atas ... 133 10. Pengembangan Arah Tangensial Bagian Bawah, Tengah dan

Atas ………... 134 11. MOR Bagian Bawah, Tengah dan Atas ………... 135 12. MOE Bagian Bawah, Tengah dan Atas ……… 136 13. Kekuatan Tekan Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas .. 137 14. Kekuatan Tekan tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan

Atas ……… 138

15. Kekuatan Tarik Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas ... 139 16. Kekuatan Tarik Tegaklurus Serat Bagian Bawah, Tengah dan

Atas ……… 140

17. Kekuatan Geser Sejajar Serat Bagian Bawah, Tengah dan Atas .. 141 18. Kekerasan (kg/cm2) Arah Tangensial dan Radial Bagian Bawah,

Tengah dan Atas ……… 142 19. Strength Ratio 30 Balok Mangium dari Cacat Mata Kayu …….. 143 20. Besarnya Mata Kayu (cm) dan Kelas Mutu Berdasar PKKI

(1961) ……… 145

21. Fisher’s Test untuk P Maksimum pada Perbandingan 13 Sistem

Sambungan ………... 146 22. Fisher’s Test untuk P pada Batas Proporsi pada Perbandingan 13

Sistem Sambungan ……… 149 23. Fisher’s Test untuk Sesaran Maksimum pada Perbandingan 13

Sistem Sambungan ……… 152 24. Fisher’s Test untuk Sesaran Batas Proporsi pada Perbandingan

13 Sistem Sambungan ………... 155 25. Hasil Pengujian Sambungan ( P dalam kgf, S dalam mm) ……... 158 26. Nilai HSD (Honestly Significant Difference) Pengaruh Faktor B

(Jumlah Pasak) dan Faktor C (Bahan Pasak) pada Kemampuan


(27)

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Berdasarkan Keputusan Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan No. 151/Kpts/V/1991, jenis kayu mangium (Acacia mangium Willd.) termasuk 18 jenis tanaman yang ditetapkan sebagai tanaman pokok Hutan Tanaman Industri (HTI). Jenis mangium umum diketahui sebagai salah satu jenis andalan HTI disamping jati, pinus, mahoni, agathis, gmelina, eucalyptus, sengon, sungkai, sonokeling, jabon, dan bakau. Mangium dikenal memiliki keunggulan karena cepat tumbuh, mampu memiliki diameter batang yang besar, kualitas kayu cukup baik, mampu bertoleransi pada berbagai jenis tanah, pH dan lahan yang tidak subur, berfungsi mengendalikan erosi tanah dan mengatasi rumput alang-alang.

Meski demikian, kontribusi HTI untuk pasokan industri pengolahan kayu secara aktual baru tercatat sekitar 1,5 persen dari total pasokan legal. Diketahui pula bahwa bila program reboisasi berhasil, maka pada tahun 2000 telah terdapat sekitar 26 juta hektar hutan tanaman yang terdiri atas 6 juta ha HTI, 7 juta ha reboisasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan 13 juta ha penghijauan DAS (Anonim, 2001) meski pada kenyataannya total realisasi HTI sampai Pelita VI baru sebesar 2,7 juta ha. Hutan rakyat pada April 2001 menunjukkan luas 1,3 juta ha dengan potensi 43 juta m3

Data tahun 2003 menyebutkan bahwa hutan Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber produksi kayu yang berkelanjutan mencapai 1,3 juta ha HTI yang merupakan ± 30% target Departemen Kehutanan sebesar 5,8 juta ha, dan ± 1 juta ha hutan rakyat. Dengan produktivitas sebesar 20-26 juta m

dan terdiri atas lima jenis kayu cepat tumbuh termasuk mangium (Soedarsono, 2001).

3

/ha/tahun dari HTI dan 8,6 juta m3/ha/tahun dari hutan rakyat, dapat dihasilkan hampir 100 juta m3 kayu dari hutan buatan yang siap dipakai untuk berbagai keperluan setiap tahunnya. Jenis kayu yang dominan berasal dari ketiga macam hutan (yaitu hutan alam, HTI dan hutan rakyat), dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.


(28)

2

Tabel 1. Profil Produksi dan Jenis Kayu pada Tiga Tipe Hutan Indonesia

Profil Hutan Alam

Produksi

Hutan Tanaman Industri

Hutan Rakyat

Luas (juta ha) 71,7 5,8 1,0

Produksi per tahun (m3/ha) 1,0 20-26 -

Produksi tahunan berkelanjutan (juta m3) - 90 8,6

Jenis kayu Ulin

Merbau Meranti Kamper Keruing Damar Laut Bangkirai Kempas Sungkai Borneo, dsb Acacia mangium Gmelina arborea Agathis Pinus Jati Mahoni Karet, dsb Nangka Durian Mangga Kelapa Suren Sengon, dsb

Sumber: Surjokusumo et al. (2003).

Berdasarkan data sampai dengan Desember 2009, luas areal HTI seluruh Indonesia berdasarkan SK yang dikeluarkan adalah 9 juta ha bagi 206 pemegang IUPHHK-HT, sementara realisasi tanaman baru 4,3 juta ha oleh 140 perusahaan aktif. Sementara itu gambaran kinerja dapat dijelaskan bahwa tingkat produksi kayu bulat HIT tahun 2008 adalah 24,5 juta m3 dan selama lima tahun terakhir rata-rata produksi kayu bulat HTI sebesar 15,77 juta m3

Mangium merupakan salah satu jenis kayu HTI yang sangat menjanjikan. Dengan kemampuannya yang cukup baik dalam menahan beban (TS 12 – TS 27), kayu mangium layak diperhitungkan sebagai bahan struktural. Terlebih lagi pertumbuhannya sangat cepat dibandingkan kayu HTI lainnya, yaitu mencapai 40-45 m

. Nilai investasi HTI tahun 2008 sebesar Rp 12,05 trilyun, dan investasi tersebut merupakan pertumbuhan sektor riil kehutanan yang penting karena pembangunan hutan tanaman merupakan alternatif percepatan untuk: (1) perbaikan mutu lingkungan (pro-enviroment), (2) pemenuhan pasokan bahan baku industri (pro-growth), (3) peningkatan kesejahteraan masyarakat (pro-poor) dan (4) penyerapan tenaga kerja

(pro-job). Laju pertumbuhan HTI akan semakin besar, bahkan akan menjadi tulang

punggung pertumbuhan sektor kehutanan masa depan meninggalkan peran hutan alam, karena permintaan kayu yang terus naik seiring pertumbuhan ekonomi (Purwita, 2011).

3

/ha/tahun, hanya sedikit di bawah sengon, padahal kualitas mangium jauh lebih baik dibanding sengon, sebagaimana tampak pada Gambar 1. Ditambah hasil dari hutan produksi alam dan kebun rakyat di pemukiman dapat dibayangkan betapa melimpahnya kayu yang dihasilkan di Indonesia sepanjang tahun (Surjokusumo et al., 2003).


(29)

3

Gambar 1. Peringkat Pertumbuhan Volume Jenis Kayu dari Hutan Alam Dibandingkan dengan Jenis Kayu dari Hutan Tanaman (Surjokusumo et al., 2003)

Terdapat kesan umum bahwa kayu yang diperoleh dari hasil budidaya HTI memiliki sifat dan kondisi yang tidak sebaik kayu dari hutan alam, yakni lebih kecil dalam ukuran, kenampakan visual yang lebih jelek, lebih lemah kekuatannya sehingga kualitasnya lebih rendah. Namun demikian, sifat dasar dan karakter jenis mangium tidak menunjukkan nilai yang mengecewakan bila dibanding dengan jenis kayu dengan budidaya sejenis, bahkan dalam sifat pengerjaannya mampu sebaik kayu alam. Dibandingkan beberapa jenis lainnya, sifat dasar dan karakter pengerjaan jenis mangium terurai dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perbandingan Sifat Dasar dan Karakter Pengerjaan Beberapa Jenis Kayu

Sifat Dasar Jenis Kayu

Mangium Gmelina Sengon Karet Nyatoh Meranti Kerapatan

(gr/cm3

0,42- 0,56 )

0,15 - 0,42 0,22 - 0,38 0,55 - 0,65 0,45 - 0,1 0,52 - 0,6 K.Lentur Statis:

MOR (Kgf/cm2 MOE (Kgf/cm ) 2 ) 984 -1.035 117.740

578 - 629 93.380

456 - 527 70.035

588 - 669 93.380

761 - 832 123.830

639 - 761 103.530 Penyusutan: Radial (%) Tangensial (%) 3,4 6,5 3,0 6,3 3,0 5,5 3,0 7,0 3,0 7,0 2,7 7,5 Pengeringan Lambat Sedang Mudah Lambat Mudah Mudah Sifat Pengerjaan: Penggergajian Moulding Pengupasan Pembelahan Pengamplasan Perakitan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Berbulu Mudah patah Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sumber: Djojosoebroto (2003).

Di Indonesia terdapat 142 jenis bambu, di samping 30 jenis bambu introduksi dari luar negeri. Dari jumlah tersebut hanya belasan jenis yang sudah dibudidayakan, meski

0 10 20 30 40 50 60 P er tum bu han, m 3/h a /th H ut an P roduk s i T er bat a s H ut

an P

roduk s i J a ti P inus s p P inus C ar ibaea , 12t h E uc al ipt u s degl upt a 6 -10 t h A c ac ia m an gi um 9 -10 t h A lbi z z ia c hi nen s is 8 -12 t h


(30)

4

masih subsistem karena selama ini perdagangan bambu masih mengandalkan tumbuhan bambu liar di pekarangan, kebun rakyat ataupun penjarahan hutan (Rahardi, 2004).

Kondisi material kayu di Indonesia yang relatif masih mudah didapatkan dan kebiasaan penyediaan dan penggunaan kayu selama ini yang hanya mengandalkan jenis, menyebabkan kaidah konstruksi untuk menggunakan bahan sehemat mungkin dengan tetap menjaga keamanannya masih tampak diabaikan. Penggunaan kayu dilakukan secara berlebihan dan tidak rasional. Akibatnya kelestarian produksi hutan terancam sehingga ketersediaan kayu pun menipis. Untuk mengurangi ancaman terhadap hutan, ilmu konstruksi kayu sangat perlu untuk terus dikembangkan.

Dengan adanya perubahan secara kondisional baik yang menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu untuk berbagai penggunaan, tidak tertutup kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu mangium. Pemanfaatan kayu mangium hingga saat ini telah mengalami spektrum yang lebih luas, baik untuk bubur kertas, kayu pertukangan maupun kayu energi (bahan bakar dan arang). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjang perluasan pemanfaatan kayu mangium dalam bentuk kayu utuh, venir, partikel dan serat untuk tujuan pembuatan moulding dan bahan baku meubel. Meski demikian, informasi jenis kayu mangium dalam hal keteknikan untuk tujuan konstruksi kayu masih belum banyak karena penelitian dalam bidang ini jarang dilakukan.

Dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, jenis kayu cepat tumbuh belum dimanfaatkan secara maksimal karena kurangnya informasi teknologi dan kurangnya pengetahuan tentang rekayasa yang memungkinkannya. Disamping itu, animo masyarakat akan kayu cepat tumbuh termasuk jenis mangium ini untuk penggunaan konstruksi masih rendah, karena relatif mudahnya memperoleh kayu dari hutan alam baik secara legal maupun tidak. Perolehan kayu dari hutan alam yang tidak terkendali ini telah menyebabkan kerusakan hutan (deforestation) sampai seluas 1,6 juta ha/tahun selama 10 tahun terakhir, atau bahkan mencapai 3,6 juta ha/tahun senilai Rp 30 triliun per tahun sejak tahun 2000, dan menyebabkan 43 juta ha kawasan hutan telah rusak (Pelangi, 2002; Kompasa, 2004). Laju deforestasi Indonesia sejak 2005 hingga kini masih seluas 1,17 juta ha/tahun, dan meski pemerintah mencanangkan program deforestasi terencana, namun resiko semakin menipisnya kayu dari hutan alam merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari (REDD-Indonesia 2010).


(31)

5

Disamping itu, penyerapan karbon pada jenis mangium mencapai 133.39 ton C per hektar. Dalam dunia carbon trading, harga per ton C sebesar 10 dollar AS sehingga rehabilitasi HTI mangium bisa menghasilkan dana 1,333.9 dollar AS per hektar, 100 dollar AS lebih tinggi dibanding kemampuan kebun karet yang mampu menyerap karbon 123.9 ton C per hektar (Kompasb

Padahal, hutan merupakan rumah besar bagi berbagai populasi hewan dan tumbuhan yang berinteraksi secara holistik dalam sistem ekologi. Dengan demikian sudah selayaknya kalau kayu jenis cepat tumbuh (fast growing species) yang berasal baik dari HTI maupun hutan rakyat harus dipertimbangkan sebagai substitusi perolehan kayu hutan alam sebagai bahan kayu konstruksi, yang tentunya sebelumnya telah diberikan perlakuan rekayasa teknologi untuk meningkatkan kualitasnya. Pengembangan hutan tanaman industri dengan jenis mangium (Acacia mangium Willd) sebagai jenis unggulan, merupakan salah satu jawaban guna menjamin ketersediaan kayu tersebut. Untuk mencapai tujuan di atas, penelitian mengenai rekayasa dan keteknikan kayu jenis mangium sebagai bahan konstruksi sangat diperlukan agar diketahui metoda dan data yang terbaik sehingga memberikan jaminan kepercayaan kepada masyarakat yang memerlukannya.

, 7 Nopember 2003).

Produk kayu rekayasa struktural merupakan hasil rekayasa sifat struktural yang dimiliki oleh kayu dan diperoleh melalui berbagai metoda selain pemilahan visual sederhana. Sebagai contoh, produk kayu rekayasa laminasi dibuat dengan merekatkan bersama-sama bahan serpih kayu, venir, kayu berukuran kecil, atau bahan berserat kayu lainnya hingga menjadi unit bahan komposit yang integral dan berukuran lebih besar serta memiliki karakteristik penampilan struktural (APA-EWA, 2002).

Upaya memperbesar dimensi kayu yang bermanfaat bagi tujuan struktural inilah yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini, sehingga diperoleh pengetahuan baru tentang sifat yang dimilikinya guna memenuhi kepentingan kayu struktural. Percobaan dilakukan terhadap model sambungan kayu dengan pasak berpenahan geser (bearing slip connector, shear connector) sehingga keberhasilan penelitian ini akan memberi peluang baik pada sambungan kayu maupun pada kayu lamina mekanis.

Salah satu bentuk konstruksi yang cukup penting bagi bangunan adalah konstruksi atap yang cukup banyak menggunakan komponen kayu. Bentangan kuda-kuda yang dipergunakan terkadang lebih panjang daripada ukuran yang tersedia di pasaran, sehingga


(32)

6

diperlukan sambungan. Pada konstruksi atap, kayu menerima gaya aksial (yaitu gaya yang bekerja searah serat sepanjang batang), sehingga penggunaan kayu dengan sambungan yang memperhitungkan gaya aksial mutlak diperlukan untuk konstruksi atap.

Sambungan dengan baut adalah jenis sambungan yang paling sering digunakan karena faktor kemudahan dalam pengerjaan. Namun demikian, jenis sambungan tersebut kurang efisien karena bila terjadi gaya geser maka akan ditahan oleh baut dan kayu dengan hanya seluas penampang baut. Disamping itu, kuat tekan kayunya adalah seluas lubang baut, yaitu diameter lubang baut dikalikan tebal kayu. Hal tersebut akan berbeda kalau digunakan sambungan pasak geser, dimana yang akan menahan gaya aksial adalah pasak dan kayu, yaitu untuk geser pasak adalah luas penampang pasak dikalikan panjang pasak, sedang untuk kuat tekan kayu adalah sebesar setengah luas penampang lubang pasak dikalikan dengan panjang lubang pasak.

Gambar 2. Profil Sambungan Tampang Dua dan Mekanisme Kerja Pasak Penahan Geser.

Gambar 2 menunjukkan bentuk sambungan tampang dua (double shear three

member connections) yang memiliki sepasang pasak penahan geser dan diapit dua

pengencang (pelekap). Antar komponen sambungan terdapat celah tipis sehingga tidak terjadi geser antar komponen, demikian pula pengencang dimasukkan pada lubang


(33)

7

pengencang yang diameternya lebih besar, sehingga terjadi pengabaian pengaruh pengencang pada kekuatan sambungan. Sebaliknya pembuatan lubang pasak penahan geser jangan sampai membuat pasak geser longgar, sehingga kinerja yang berhasil pada saat pembebanan akan terjadi mekanisme cengkeraman komponen ke pasak penahan geser seperti pada Gambar 2 tersebut.

Gambar 3. Rolling Shear dan Kerusakan pada Komponen Glulam Struktural (Fellmoser dan Blaß, 2004)

Apabila pasak penahan geser merupakan bahan kayu yang tersusun atas serat-serat, maka pada saat pembebanan akan terjadi gaya tekan dan geser yang karena serat relatif berbentuk silinder maka akan mengakibatkan gaya geser-gelinding (rolling shear) antar serat yang mengakibatkan pasak terbelah pada bidang yang mengandung titik pusat gaya. Gambar 3 menunjukkan proses tersebut.

Sambungan merupakan titik lemah dalam suatu konstruksi bangunan. Oleh karena itu ditempat-tempat hubungan atau sambungan inilah yang meminta perhatian besar (Wirjomartono, 1977). Cara penyambungan kayu harus diperhatikan sedemikian rupa, sehingga dalam batas batas tertentu, gaya tarik atau gaya tekan yang timbul dapat diterima dan disalurkan.

Tidak seperti halnya pada konstruksi baja, dimana sambungan dapat melekat rapat, pada sambungan kayu sering timbul sesaran yang besar sesuai dengan besarnya sambungan itu. Lazimnya sambungan itu mempunyai faktor keamanan sebesar 2 – 4 berdasarkan beban patahnya. Disamping itu sesaran diperbolehkan maksimal 1,5 mm, karena sesaran yang besar akan menimbulkan tegangan sekunder yang besar (Wirjomartono, 1977).

Dengan adanya teknologi sambungan ini menyebabkan orang memungkinkan membangun konstruksi bangunan yang besar dari kayu dengan alat sambung kayu moderen. Sambungan kayu menurut Wirjomartono (1977) dapat dibagi menjadi tiga


(34)

8

golongan besar yaitu sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen. Sedangkan mengenai alat sambung dapat digolongkan menjadi empat golongan yaitu golongan paku, baut, sekrup; golongan pasak kayu, golongan alat-alat sambung modern (kokot Bulldog, Geka, Alligator, Bufa dan cincin belah) serta golongan perekat. Bentuk sambungan menurut Yap (1984) dibagi menjadi sambungan tegak (butt joint), sambungan serong (plain scarf joint), sambungan serong bertingkat (stepped scarf joint), sambungan jari (finger joint) dan sambungan eksentris (lap joint). Houwink dan Salomon (1967) bahkan menguraikan 12 macam sambungan kayu dengan bentuk yang berbeda.

Structural Education Program (STEP) juga telah mengeluarkan publikasi yang memuat acuan terakhir yang dipakai di Eropa tentang rekayasa sambungan kayu tersebut (Blass et al.,1995).

Sambungan dengan pasak bulat (dowel) selama ini dikenal sebagai pengikat siku pada panel pintu, jendela, pigura ataupun konstruksi ringan lainnya. Lebih banyak ditemui sambungan kayu dengan mempergunakan baut sebagai pengikat lebih karena kepraktisannya, sementara Yap (1984) menyatakan bahwa konstruksi dengan sambungan baut tersebut hanya separuh tingkat efisiensinya dibandingkan pasak. Hal yang dianggap kritis pada pasak bulat adalah efek penyusutan pasak yang tidak seimbang dengan penyusutan baloknya karena jenis kayu yang berbeda pada paparan cuaca pemakaian sehingga dikhawatirkan menjadi titik lemah sambungan. Untuk itu upaya stabilisasi dimensi pasak diperlukan agar penyusutan menjadi minimal.

Sementara itu, baik PKKI NI-5 (1961) maupun R-SNI (2002) tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia hanya sejauh menyebutkan persyaratan peletakan baut, paku ataupun pasak, namun hasil penelitian mengenai hal tersebut khususnya bagi kayu Indonesia belum dilaksanakan sehingga persyaratan tersebut merupakan adopsi hasil rekayasa teknologi kayu dari luar. Di lain pihak, metoda sambungan kontemporer sudah sampai pada teknik sambungan kayu lamina dengan mempergunakan glulam rivets, pembuatan tiang kincir angin dengan metoda glued-in bolts dan pemasangan kipas kincir pada rotor dengan metoda glued-in rods (Madsen, 1992).

Balok laminasi mekanis dengan pasak sebagai penahan geser merupakan variasi bentuk lain dari SLT (Stress Laminated Timber), yaitu beberapa balok yang disusun berdiri pada sisi tebal dan diikat rapat dengan pengencang baja sehingga tahanan geser menjadi besar. Dalam kajian ini dicoba dalam bentuk ukuran pendek dan disebut dengan


(35)

9

bentuk sambungan tampang dua berpasak penahan geser sehingga mampu menguji kemampuannya dalam pembebanan tarik (melalui uji tekan).

Untuk itu penelitian ini diharapkan mampu menjawab awal tantangan kebutuhan data teknologi rekayasa kayu tersebut khususnya bagi jenis mangium sebagai salah satu jenis kayu budidaya yang diunggulkan.

2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, masalah yang dihadapi saat ini berkaitan dengan dengan upaya pembuatan sambungan kayu berpenahan geser untuk tujuan konstruksi sejak dari penyipan bahan baku adalah sebagai berikut:

a. Dihubungan dengan persyaratan tegangan ijin menurut standar yang berlaku, apakah kayu mangium dapat memenuhinya hingga mampu digunakan sebagai kayu konstruksi.

b. Dengan upaya teknik engineered wood berupa laminasi mekanis dengan menggunakan pasak, produk kayu mangium apakah mampu digunakan sebagai upaya menambah dimensi kayu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dimensi kayu konstruksi.

c. Bagaimanakah perilaku kekuatan sambungan kayu dengan pasak penahan geser dengan variasi bentuk pasak, jenis pasak, jumlah pasak dan pengaruhnya pada kemampuan sambungan dalam menahan beban.

d. Perilaku kekuatan sambungan kayu dengan pengencang bambu berbaji apakah dapat berfungsi sama dengan pengencang baut yang telah umum digunakan.

e. Karena riapnya yang besar, yang bahkan dapat mencapai diameter 40 cm dalam umur 12 tahun, tanaman mangium tujuan konstruksi yang daur teknisnya 25-30 tahun dapat dipersingkat karena telah mencapai dimensi yang memungkinkan sebagai substitut kebutuhan kayu dari hutan alam dalam memenuhi kebutuhan kayu konstruksi. Meski dari sisi dimensi telah memenuhi persyaratan kebutuhan kayu konstruksi, namun hasil penelitian tentang sifat kekuatan dan rekayasanya untuk tujuan konstruksi masih perlu dilakukan pengujian.

3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan peran kayu hasil budidaya hutan tanaman khususnya kayu mangium sebagai kayu konstruksi, sedangkan tujuan khusus penelitian adalah:


(36)

10

a. Memperoleh data sifat fisis dan mekanis kayu mangium umur 17 tahun melalui pengujian contoh kecil bebas cacat (small clear specimen) guna diketahui sifat dasarnya.

b. Melihat kelayakan kayu mangium pada kisaran umur 17 tahun sebagai bahan kayu konstruksi melalui pemilahan kayu ukuran full-scale (baik secara visual maupun masinal) dan penentuan tegangan ijin. Termasuk di dalamnya identifikasi cacat yang menjadi karakteristik kayu mangium dan hubungannya dengan kelayakannya sebagai kayu konstruksi.

c. Mengembangkan teknologi pasak penahan geser pada sambungan kayu tampang dua dengan menggunakan dua bentuk pasak yakni pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat, tiga jenis bahan (material) pasak yakni pasak sejenis tanpa perlakuan, pasak sejenis yang dipadatkan (densifikasi) dan pasak baja, serta menggunakan dua jenis alat pengencang yaitu baut dan pelekap bambu berbaji.

d. Mencoba suatu bentuk sambungan tampang dua dengan variasi jumlah dan ukuran jarak peletakan pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat terhadap ujung, sisi dan spasi antar pasak dalam suatu susunan pasak dan arah pembebanannya.

e. Memberikan data teknis kayu mangium sebagai kayu konstruksi yang memungkinkan masyarakat pengguna kayu untuk memanfaatkan jenis tersebut sebagai bahan bangunan tanpa keragu-raguan.

f. Membuktikan adanya peluang kayu mangium sebagai substitusi kayu dari hutan alam Indonesia.

4. Luaran yang Diharapkan

Hasil penelitian diharapkan memberikan luaran (output) berupa:

a. Diperoleh data sifat fisis dan mekanis mangium umur 17 tahun baik dalam bentuk contoh kecil bebas cacat maupun dalam ukuran penggunaan dan hubungannya dengan kemampuan sebagai bahan bangunan kayu.

b. Diperolehnya pola perilaku kekuatan sambungan kayu dengan menggunakan pasak penahan geser berbentuk bulat dan segi empat dalam berbagai variasi jumlah pasak yang dipergunakan.

c. Diperoleh hasil percobaan pengaruh perlakuan pemadatan kayu bahan pasak dan penggunaannya terhadap kekuatan sambungan kayu dibandingkan dengan pasak baja ataupun pasak kayu sejenis tanpa pemadatan.


(37)

11

d. Diperoleh hasil percobaan pengaruh perlakuan jenis pengencang baut dan bambu terhadap kekuatan sambungan kayu dibandingkan dengan pengencang berupa plat klam.

e. Memberikan kontribusi yang nyata terhadap kemungkinan aplikasi hasil penelitian dan memberikan keyakinan kepada masyarakat pengguna kayu bahwa mangium mampu dimanfaatkan sebagai kayu konstruksi dengan mengikuti metoda yang dilaksanakan f. Memperkuat pendapat bahwa kekurangan pasokan kayu untuk tujuan konstruksi akibat

menurunnya potensi hutan alam dapat ditutupi oleh percepatan hasil produksi dari hutan tanaman dan membuka peluang lebih lanjut bagi kegiatan penelitian lanjutan yang lebih luas bagi jenis kayu cepat tumbuh lainnya.

g. Data penelitian akan sangat menunjang penyempurnaan R-SNI (2002) tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (Revisi NI-5 PKKI 1961).

h. Secara tidak langsung penelitian akan memberikan kontribusi yang nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan bahwa kayu mangium dengan umur 17 tahun mampu digunakan sebagai bahan kayu konstruksi tanpa menunggu daur teknis 25 – 30 tahun.

5. Alur Pikir Penelitian

Alur pikir dalam usulan penelitian ini mengikuti bagan alir sebagaimana diuraikan dalam Gambar 4 berikut:

Mangium (Acacia mangium Willd.)

STRUKTURAL

SOLID WOOD ENGINEERED WOOD

Daur teknis ky kons HTI: 25 – 30 thn Di Lapangan: 17 thn, D> 40 cm

LAMINASI MEKANIS DENGAN PASAK

SYARAT KAYU KONSTRUKSI

Sasaran Penelitian:

UJI SIFAT KAYU: - SAMBUNGAN PASAK GESER DOUBLE SHEAR:

( small clear & full scale specimen) . Bentuk pasak: Bulat dan Segi Empat

• Fisis . Bahan pasak: Mangium, M. Densifikasi, Ulin, Baja •

Mekanis . Bahan pengencang: Plat, Baut, Bambu dan Perekat • Rekayasa . Jumlah: Sepasang, Dua dan Tiga pasang

- PEMODELAN HASIL KEKUATAN

Penelitian Pendukung - REKOMENDASI TEKNIS SAMB. PASAK - SIFAT FISIS, MEK & REKAYASA

- PEMODELAN HUBUNGAN KEKUATAN CKBC DAN BALOK

- REKOMENDASI TEKNIS KAYU KONSTRUKSI


(38)

12

6. Ruang Lingkup dan Sasaran Kegiatan a. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan dalam lingkup rekayasa teknologi kayu mangium sebagai konstruksi kayu rekayasa melalui sambungan pasak penahan geser dalam berbagai bentuk, jumlah dan bahan (material) pasak.

b. Sasaran Kegiatan

Kegiatan berlangsung selama 1(satu) tahun dengan dua sasaran umum seperti yang disajikan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Sasaran dan Jenis Kegiatan Penelitian

Sasaran Jenis Kegiatan

1. Sifat Dasar dan Kelas Tegangan

- Penelitian sifat dasar dalam bentuk contoh kecil bebas cacat (small clear specimen, fisis dan mekanis) serta sifat rekayasa (sifat-sifat kekuatan) kayu mangium umur 17 tahun dalam bentuk kayu utuh (full scale) sehingga diperoleh nilai sifat dasar dan kelas tegangan ijinnya berdasar metoda versi ASD dan LRFD.

- Model hubungan sifat mekanis ckbc dan balok.

- Pemanfaatan mesin pemilah kayu PANTER dan alat uji non destruktif SYLVATEST DUO dan pemodelan hubungan dengan nilai uji melalui alat UTM (Universal Testing Machine).

2. Sambungan Kayu Double Shear dengan variasi Jenis, Bahan dan Jumlah Pasak dan variasi Jenis Pengencang

- Teknologi sambungan kayu mangium secara mekanis dengan alat sambung kayu pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat dengan kayu yang sejenis (tanpa perlakuan), pasak kayu sejenis yang didensifikasi, pasak ulin dan pasak baja

- Perlakuan variasi pengencang: plat klam, baut, bambu dan perekat - Arah pembebanan: sejajar serat komponen sambungan, tegaklurus pasak. - Pemodelan hasil kekuatan berdasar variable pasak yang dilakukan

3.Balok Susun - Penerapan idealisasi sambungan tampang dua berpasak penahan geser terbaik ke bentuk bentang panjang dalam balok susun (balok laminasi mekanis).

7. Kebaruan Penelitian (Novelty)

Penelitian mengandung nilai kebaruan dalam beberapa aspek sebagai berikut: 1. Informasi sifat fisis, mekanis dan informasi teknis kayu mangium umur 17 tahun

sebagai kayu bahan bangunan, sebagai pelengkap informasi sifat dasar kayu mangium yang selama ini hanya bersumber pada informamsi kayu mangium umur 8-12 tahun.


(39)

13

2. Informasi tentang sistem sambungan pasak dengan berbagai variasi pasak, pasak geser dan pengencang komponen sambungan.

3. Informamsi tentang pasak penahan geser sebagai alternatif pasak dalam sambungan tampang dua yang belum dibahas dalam berbagai pustaka.

4. Aspek variasi bahan pasak penahan geser dalam kekuatan sistem sambungan berpasak.

5. Aspek pengaruh pemadatan, fungsi pasak dan modus kerusakan (failure mode) pada sistem sambungan yang menggunakan pasak geser.

Kebaruan ini bisa dilihat dari posisinya dalam status pengetahuan (state of the art) yang selama ini telah dilaksanakan dalam penelitian kayu mangium sebagai bahan kayu rekayasa (enginereed wood) untuk tujuan konstruksi seperti tercantum pada Lampiran 2.


(40)

(1)

172

. C D A

A B

Beban P makx = 6790 kg, jadi P/2 = 3395 kgf.

Momen statis S = bh * a = 8* 4* 5 = 160. ( 5 = ½ bag bawah + ½ bagian tengah = 2+3 = 5). I = 1/12 bh3 = 1/12 * 8 * 143

= 1829,33

Kontrol tegangan di garis netral bila balok utuh: Geser maks = τ maks = D/ bh

= 3*3395/2* 8*14 = 45,468 kg/cm2.

Kontrol tegangan pada balok susun ( 3 lapisan):

Geser maks = τ maks = DS/bI

= 3395 * 160 / 8 * 1829,33 = 37,117 kg/cm2

Nilai 37,33 adalah kekuatan geser maks komponen kayu maksimum (sampai rusak), karena pasak besi utuh dan komponen sambungan rusak.

.

Bila ditinjau dari kuat tekan mangium hsl uji ckbc: Tekan maks = P/A = 402,13/8 = 50,26 kg/cm2

( P tekan // serat = 402,13 kg/cm .

2, panjang pasak = 8 cm, tekan bekerja pada ½ diameter = 1

cm, jadi A = 8 * 1 = 8 cm2

Dengan kondisi pasak besi tidak rusak, berarti komponen sambungan mangium mampu menahan P sebesar 37,117 kg/cm

.)

2.


(2)

165

Lampiran 27. Tabel Pengaruh Interaksi Faktor B dan Faktor C pada Kemampuan Beban Maksimum

b1c2 b1c3 b1c4 b2c1 b2c2 b2c3 b2c4 b3c1 b3c2 b3c3 b3c4 b1c1

-667.91392 ** 905.3165 ** 2070.0109 - ** 2425.0686 - ** 2717.2645 - ** 2231.2543 - ** -4505.568 ** 6560.5121 - ** 5885.7239 - ** -4858.323 ** -9079.379 **

b1c2 - 1573.2304 ** -1402.097

-1757.1547 ** -2049.3506 ** -1563.3404 ** -3837.6541 ** -5892.5982

** ** -5217.81

-4190.4091 ** -8411.4651 ** **

b1c3 - -

-2975.3274

-3330.3851

** ** -3622.581

-3136.5708 ** -5410.8845 ** -7465.8286 ** -6791.0404 ** -5763.6395 ** -9984.6955 ** **

b1c4 - - -

-355.05765 -647.25362 -161.24336

** 2435.5571 - ** 4490.5012 - ** -3815.713 ** 2788.3121 - ** 7009.3681 - **

b2c1 - - - -

-292.19598 193.81429

-2080.4994 -4135.4435 ** -3460.6554 ** -2433.2544 ** -6654.3104 ** **

b2c2 - - - 486.01027

-1788.3034 * -3843.2475 ** -3168.4594 ** -2141.0585 ** -6362.1145 ** **

b2c3 - - - -

-2274.3137

-4329.2578

** ** 3654.4697 - ** 2627.0687 - ** 6848.1247 - **

b2c4 - - - -

-2054.9441 ** -1380.156

-352.75502

**

-4573.811 ** b3c1 - - - 674.78815 ** 1702.1891

-2518.8669

** **

b3c2 - - - 1027.4009

-3193.6551

** **

b3c3 - - - -4221.056 ** Catatan: Yang bernotasi (superscript) = * dan ** masing-masing menunjukkan hal yang signifikan dan sangat sigifikan untuk beda pasangan (nilai rataan) perlakuan. Selain itu adalah hal yang non signifikan. HSD (69; 12) pada 0.05 = 442.29 dan pada 0.01 = 513.60 (lihat Lampiran 26)


(3)

173

Ditinjau dari A-C: gaya geser yang diderita pasak karena beban = L = l AC * τ Maks * b = 80 * 45,468 * 8 = 29099,52 kg

Gaya geser yang diterima tiap pasak = 29099,52/2x6 = 2424,96 kg (2 baris pasak, sepanjang 80 cm ada 6 pasak)

Luas desak = L/ desak // = 29099,52/ 402,13 = 72,36 cm2. Luas desak = n.t.b. = 12 * 2 * 8 = 192 cm2.


(4)

iv

RINGKASAN

F. DWI JOKO PRIYONO. Kajian Balok Susun dan Sambungan Pasak Geser Tampang Dua Kayu Mangium. Dibimbing oleh SURJONO SURJOKUSUMO, YUSUF S. HADI dan NARESWORO NUGROHO.

Upaya memperbesar dimensi kayu yang bermanfaat bagi tujuan struktural inilah yang menjadi dasar pemikiran dilakukannya penelitian ini, sehingga diperoleh pengetahuan baru tentang sifat yang dimilikinya guna memenuhi kepentingan kayu struktural. Percobaan

dilakukan terhadap model sambungan kayu dengan pasak berpenahan geser (shear

connector) sehingga keberhasilan penelitian ini akan memberi peluang baik pada sambungan

kayu maupun pada kayu lamina mekanis. Sambungan dengan baut adalah jenis sambungan yang paling sering digunakan karena faktor kemudahan dalam pengerjaan. Namun demikian, jenis sambungan tersebut kurang efisien karena bila terjadi gaya geser maka akan ditahan oleh baut dan kayu dengan hanya seluas penampang baut. Disamping itu, kuat tekan kayunya adalah seluas lubang baut, yaitu diameter lubang baut dikalikan tebal kayu. Hal tersebut akan berbeda kalau digunakan sambungan pasak, dimana yang akan menahan gaya aksial adalah pasak dan kayu, yaitu untuk geser pasak adalah luas penampang pasak dikalikan panjang pasak, sedang untuk kuat tekan kayu adalah sebesar setengah luas penampang lubang pasak dikalikan dengan panjang lubang pasak. Untuk itu penelitian ini diharapkan mampu menjawab awal tantangan kebutuhan data teknologi rekayasa kayu tersebut khususnya bagi jenis mangium sebagai salah satu jenis kayu budidaya yang diunggulkan.

Tujuan umum penelitian yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan peran kayu hasil budidaya hutan tanaman khususnya kayu mangium sebagai kayu konstruksi, sedangkan tujuan khusus penelitian antara lain data sifat fisis dan mekanis kayu mangium umur 17

tahun melalui pengujian contoh kecil bebas cacat (small clear specimen) guna diketahui sifat

dasarnya, melihat kelayakan kayu mangium pada kisaran umur 17 tahun sebagai bahan

kayu konstruksi melalui pemilahan kayu ukuran full-scale (baik secara visual maupun

masinal) dan penentuan tegangan ijin. Selain itu mengembangkan teknologi pasak penahan geser pada sambungan kayu tampang dua dengan menggunakan dua bentuk pasak yakni

pasak bulat (dowel) dan pasak segi empat, tiga jenis bahan pasak yakni pasak sejenis tanpa

perlakuan, pasak sejenis yang dipadatkan (densifikasi) dan pasak baja, serta menggunakan dua jenis alat pengencang yaitu baut dan pelekap bambu berbaji, dan mencoba suatu bentuk sambungan tampang dua dengan variasi jumlah dan ukuran jarak peletakan pasak bulat

(dowel) dan pasak segi empat terhadap ujung, sisi dan spasi antar pasak dalam suatu susunan

pasak dan arah pembebanannya.

Penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan status pengetahuan (state of the art)

sambungan kayu dengan pasak penahan geser dan mengandung nilai kebaruan dalam beberapa aspek antara lain sambungan dengan berbagai variasi pasak, variasi sistem sambungan, variasi bahan pasak dan upaya pemadatan kayu sebagai bahan pasak geser. Bahan penelitian berupa kayu mangium diperoleh dari areal HTI PT ITCI-Hutani Manunggal di Kenangan, Balikpapan Seberang, Kalimantan Timur. Pengujian dilakukan di laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Pustekolah Bogor sejak Desember 2009-Agustus 2011.

Pengujian sifat dasar kayu dalam ukuran contoh kecil bebas cacat (ckbc) mengikuti ASTM D-143 (2008) untuk semua sifat fisis dan mekanisnya. Untuk pengujian sifat dasar


(5)

v

balok menggunakan dua metoda, yaitu menentukan tegangan ijin lentur melalui pemilahan secara visual dan penentuan tegangan ijin lentur secara masinal. Secara visual dilakukan dengan pengukuran dimensi, pengamatan cacat kayu, pengukuran kadar air dan penimbangan kayu, lalu ditentukan kelas mutunya berdasarkan NI-5 PKKI 1961. Pengujian secara masinal menggunakan mesin pemilah Panter MPK-5 dengan cara meletakkan kayu di atas mesin tersebut. Untuk lebih membuktikan nilai sifat mekanisnya, setelah diuji dengan mesin Panter MPK-5, kayu kemudian diuji sifat mekanisnya berdasarkan Standar ASTM D-198 (2008)

pada mesin UTM Shimadzu dengan jarak sangga 240 cm dan dengan metoda third point

loading. Penentuan kekuatan kayu mangium sebagai kayu konstruksi dalam format LRFD

dihitung dengan prosedur realibility normalization dengan standar ASTM D-5457 (2008).

Dari beberapa perhitungan yang dilakukan di atas akan diperoleh kekuatan karakteristik, tegangan ijin lentur, kelas mutu, tahanan referensi dan nilai ataupun kelas kekuatan lainnya sesuai dengan pedoman yang dipergunakan. Untuk pengujian non destruktif ckbc dan balok menggunakan alat NDT Sylvatest-Duo (f = 22 kHz). Alat tersebut mempunyai dua transducer gelombang ultrasonik yang masing-masing ditancapkan di kedua ujung kayu yang diuji sampai kecepatan gelombang dapat terbaca pada panel alat (dalam mikrodetik).

Pengujian sambungan kayu dilakukan atas dua bagian yakni pengujian atas 13 sistem sambungan yang ukurannya sama namun berbeda dalam penggunaan pasak, pasak geser serta pengencangnya. Bagian kedua merupakan pengujian faktorial sambungan atas perlakuan 3 faktor yakni jenis pasak geser (bulat dan segi empat), jumlah pasak (sepasang, dua dan tiga pasang), serta bahan pasak (pasak mangium yang sejenis dengan komponen sambungan, pasak mangium yang dipadatkan, pasak ulin serta pasak baja).

Metoda analisis data atas 13 sistem sambungan disusun dalam ANOVA melalui Desain Eksperimen Satu Faktor dalam Program Minitab versi 14, baik bagi kemampuan sistem sambungan maupun sesaran yang terjadi pada titik beban maksimum maupun kemampuan pada batas proporsi. Analisis statistik tentang kemampuan sistem sambungan dalam pola faktorial menggunakan rancangan percobaan faktorial 2 x 3 x 4 dalam RCBD yang terdiri atas faktor A (bentuk pasak penahan geser) yang terdiri atas 2 level perekat yaitu

a1 (pasak penahan geser bentuk bulat), a2 (pasak penahan beser bentuk segi empat), faktor B

(jumlah pasangan pasak) yang terdiri atas tiga level lapisan yaitu b1 (sepasang pasak penahan

geser), b2 (dua pasang pasak penahan geser) dan b3 (tiga pasang pasak penahan geser) dan

faktor C (jenis bahan pasak penahan geser) yang terdiri atas empat level yaitu c1 (pasak

mangium sejenis dengan komponen sambungan), c2 (pasak mangium dipadatkan), d3 (pasak

ulin) dan d4 (pasak baja). Uji lanjut dengan HSD.

Hasil penelitian membuktikan bahwa kayu mangium 17 tahun masih memiliki nilai rataan sifat fisik dan mekanik yang tidak jauh berbeda dari kayu mangium umur muda (8-12 tahun) namun lebih nyata dalam tampilan dekoratif, sementara sifat kayu ini cenderung menurun seiring dengan posisi ketinggian pada batang meski beberapa sifat tidak signifikan. Kayu mangium yang diuji 73% termasuk kayu bermutu A dan dalam kelas kuat III menurut PKKI (1961). Jika modulus elastisitas CKBC digunakan sebagai penentuan kode mutu berdasarkan RSNI (2002), mangium termasuk kayu dalam kode mutu E

Selanjutnya kayu mangium umur 17 tahun memiliki sifat mekanis yang sangat erat

hubungannya dengan berat jenis dengan koefisien korelasi 0,66 – 0,81, dan formula MoE (MPa) = 16.000G

11, namun bila ditinjau dari pengamatan visual (visual grading) balok

berada pada kode mutu <E10.


(6)

vi

prediktor kekakuan dinamis (MoEd) dapat digunakan untuk memperoleh nilai kekakuan dan

keteguhan lentur statis (MoEs dan MoRs) serta prediktor MoEs untuk memperoleh MoRs

Penelitian juga memperoleh hasil bahwa melalui pengujian CKBC yang dihitung

dengan format LRFD membuktikan bahwa mangium yang diteliti memberikan keunggulan nilai kuat lentur dan tarik sejajar serat karena kode mutu mencapai E24->E26, kuat tekan sejajar serat pada E13-E14, namun sebaliknya mangium memiliki kelemahan pada kuat geser sejajar serat dan tekan tegaklurus serat karena hanya berada pada kelas kode mutu <E10 menurut tabel kuat acuan RSNI (2002). Nilai kuat acuan untuk sifat selain MoE pada Tabel RSNI (2002) memiliki selisih yang sangat besar bila dibanding dengan nilai mangium yang diperoleh, dan hal tersebut di satu sisi berarti keuntungan bagi jenis mangium, atau bahan pembanding bagi Tabel RSNI (2002). Sementara itu pengujian balok mangium dengan

menggunakan format conversion (ASD ke LRFD) dan realibility normalization (langsung

dengan LRFD) menghasilkan kode mutu E16 dan E14, namun dalam bentuk balok hanya menghasilkan kode mutu <E10 atas nilai MoE, sehingga balok mangium memiliki kelebihan pada kuat lentur.

dengan koefisien korelasi sebesar masing-masing 0,76; 0,75 dan 0,86.

Dalam hal hasil pemadatan kayu mangium, proses ini hanya mampu meningkatkan kepadatan 11%, namun menaikkan keteguhan lentur sampai dengan 42%, berat jenis dan kekerasan radial sampai 9%, serta 4% pada nilai modulus elastisitas lenturnya, dan kenampakan permukaan mangium yang dipadatkan menjadi lebih gelap dan berkilap.

Untuk hasil penelitian tentang sambungan kayu, setiap penambahan jumlah pasak menghasilkan kenaikan kemampuan menahan beban secara signifikan, dan setiap bahan pasak memiliki karakter hubungan masing-masing terhadap kemampuan sistem sambungannya dengan nilai koefisien korelasi > 0.7. Pasak bulat tidak berbeda kemampuannya dibandingkan dengan pasak segi empat pada batas proporsi, namun berbeda sangat signifikan pada saat proses kerja pasak (sesaran 1 mm) dan pada capaian kemampuan maksimum. Pemadatan pasak mangium tidak efektif dalam meningkatkan kemampuan menahan beban maksimum sambungan. Pasak kayu ulin ternyata hanya kuat pada saat awal proses kerja pembebanan, namun secara signifikan jauh berada dibawah kemampuan kayu mangium saat mencapai kemampuan sambungan pada batas proporsi dan maksimumnya, sedangkan untuk pasak baja mampu menahan beban secara signifikan jauh berada di atas pasak mangium maupun ulin.

Kemampuan ijin sistem sambungan berada pada 89% dan 43% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya, sementara bila digunakan nilai sesaran maksimum (1,5 mm) maka kemampuan ijin sistem sambungan tersebut berada pada 92% dan 44% terhadap kemampuan pada batas proporsi dan kemampuan maksimumnya.

Pada sistem sambungan yang berbeda, nilai kemampuan terendah dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser bulat yang dibuat dari mangium tanpa perlakuan dan pengencang plat klam, dan kemampuan tertinggi dicapai oleh sambungan dengan pasak penahan geser baja segiempat, sedangkan sambungan dengan pasak bambu memiliki sesaran yang sangat tinggi (11,6 mm), sementara sambungan perekat menghasilkan keruntuhan yang tiba-tiba pada sesaran hanya 1 mm. Pencapaian sesaran pada batas proporsi bervariasi dari 1,1 mm sampai dengan 2,2 mm, sehingga syarat sebesar 1,5 mm tidak terpenuhi pada beberapa jenis sistem sambungan meski semua mampu melewati batas 1 mm. Untuk itu ketentuan batas 1,5 mm disarankan untuk dinaikkan menjadi 1 mm sehingga lebih aman.