Sambungan Kayu dengan Pasak
Sementara itu Perkins dan Suddarth 1958 menyebutkan keunggulan pasak sebagai alat sambung antara lain hasil sambungan yang kuat dan rigid kaku secara
aksial, mudah dalam pengerjaan, merupakan sambungan yang paling kaku diantara semua sambungan mekanis meski lubang pasak telah longgar namun masih mampu bertahan.
Penambahan konektor geser akan memberikan hasil yang lebih baik pada suatu sambungan yang terbebani gaya aksial yang cukup besar, konektor geser tersebut
diletakkan diantara lapisan kayu tegak lurus arah gaya. Tahanan bidang geser akan lebih besar dibanding tanpa konektor geser Williamson, et al. 2002.
Meski demikian, konektor geser juga kemungkinan menderita kerusakan akibat gaya modulus geser antar serat yang disebut dengan rolling shear. Neuhaus dalam
Fellmoser dan Blaß 2004 mencatat modulus rolling shear kayu spruce sebesar 48 Nmm² pada kadar air 9 melalui uji torsi, sementara Aicher et al. mencatat modulus
rolling shear pada orientasi lingkaran tahun bidang lintang dengan menggunakan metoda
elemen hingga menemukan nilai sebesar 50 Nmm² sampai dengan 200 Nmm² 1 kgfm
2
= 9,80665 Nm
2
Syarat dan cara perhitungan perencanaan dalam menggunakan pasak sebagai alat sambung telah tertuang dalam Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia PKKI, 1961
sebagai berikut: .
a. Pasak hanya boleh dibuat dari kayu keras walikukun, kosambi, bengkirai, simantok, belangeran dan sebagainya, baja atau baja.
b. Pasak kayu keras yang mempunyai tampang persegi empat panjang, memasangnya harus sedemikian sehingga seratnya terletak sejajar dengan serat batang kayu yang
disambung. Antara masing-masing pasak, demikian pula antara pasak dan ujung kayu harus diberi pengencang dengan garis tengah minimum 12,7 mm 12”.
c. Jika dalam suatu sambungan dipergunakan alat penyambung yang khusus keluaran suatu pabrik, maka harus menggunakan daftar kekuatan yang dikeluarkan oleh pabrik
yang bersangkutan atau oleh salah satu laboratorium yang resmi di Indonesia. Gambaran syarat peletakan baut sebagaimana PKKI 1961 pada arah gaya sejajar di
atas adalah sebagai Gambar 5 berikut:
2d
d
3d 2d
7d 6d 6d
Gambar 5. Peletakan Baut untuk Arah Gaya yang Sejajar dengan Arah Serat Kayu menurut PKKI 1961
Pada konstruksi kayu adanya sambungan harus diperhatikan karena merupakan titik terlemah. Tidak seperti pada konstruksi baja dimana sambungan dapat melekat erat,
pada sambungan kayu sering muncul slip sesaran yang besar sesuai dengan besarnya gaya yang didukungnya. Dengan demikian memperhitungkan kekuatan sambungan tidak
hanya berdasar beban maksimum beban patah namun sampai pada kondisi sesaran mencapai 1,5 mm karena sesaran yang besar akan menimbulkan tegangan sekunder yang
besar pula. Penentuan sesaran 1,5 mm tersebut diambil mengingat besarnya beban yang diijinkan adalah 13 beban maksimum atau beban patah, dan dalam penelitian sulit untuk
mencapai gaya patah dimana pada titik tersebut sesarannya lebih dari satu mm. Demikian pula dalam perencanaan sambungan kayu dengan menggunakan alat
sambung pasak, hal pertama yang perlu diperhatikan adalah pengujian desak pasak kepada kayu. Dampak yang perlu diperhatikan adalah terjadinya sesaran akibat desakan
pasak pada penampang kayu, dimana sesaran atau pergeseran yang terjadi tidak boleh lebih dari 1,5 mm. Dengan demikian beban yang diijinkan pada sambungan kayu tidak
boleh melebihi nilai beban yang menyebabkan sesaran melebihi batas tersebut. Yap 1984 menjelaskan bahwa penggunaan pasak sebagai alat penyambung
memiliki nilai 60 akibat pengurangan luas tampang, sementara sambungan dengan perekat dinilai 100 karena luas tampang tidak berkurang dengan adanya perekat maka
konstruksi kayu fiktif dianggap tanpa sambungan. Namun demikian sambungan pasak masih lebih tinggi nilainya dibanding sambungan paku 50 ataupun sambungan baut
30. Meski demikian pemanfaatan perekat dalam sambungan untuk tujuan konstruksi cukup berbahaya karena memungkinkan adanya keruntuhan secara tiba-tiba apabila
terjadi pembebanan melampaui daya dukungnya. Jarak antar sambungan dengan arah gaya sejajar arah serat dan arah gaya tegak lurus
serat yang tertera dalam PKKI 1961 dan R-SNI 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia adalah sebagai Tabel 10 berikut:
Tabel 10. Jarak Tepi, Ujung dan Spasi Pasak dalam Arah Gaya Sejajar dan Tegaklurus Serat menurut PKKI 1961 dan SNI 2002
Jenis Jarak Dimensi minimum menurut
PKKI1961 R-SNI2002
Beban Sejajar Arah Serat Jarak Tepi
2d Bila ImD
≤ 6: 1,5D Im
D6: yang terbesar dari 1,5D atau 112 jarak antar baris alat pengencang tegaklurus
serat Jarak Ujung
Dibebani : 7d dan ≥ 10 cm
Tidak dibebani : 3,5d Komponen Tarik: 7D
Komponen Tekan: 4D Spasi
Arah gaya: 6d Tegaklurus gaya: 3d
Spasi dalam baris alat pengencang: 4D Jarak antar baris alat pengencang: 1,5D127
mm Beban Tegaklurus Arah Serat
Jarak tepi Tepi yang dibebani: 5d
Tepi tidak dibebani: 2d Tepi yang dibebani: 4D
Tepi tidak dibebani: 1,5D Jarak Ujung
- 4D
Spasi Arah gaya: 5d
Arah tegaklurus gaya: 3d Spasi dalam baris alat pengencang: 127 mm
Jarak antar baris alat pengencang: ImD
≤ 2: 2,5D 2ImD6: 5Im+10D8
Im D
≥ 6: 5D Ket: Im: panjang pasak pada komponen utama atau panjang total pasak pada komponen sekunder
suatu sambungan. d = D : diameter batang pasak atau paku.
Penggunaan bambu sebagai alat pengencang lebih disebabkan oleh sifatnya yang lebih baik daripada alat sambung baja ataupun kayu. Sifat tersebut antara lain tidak
menimbulkan noda akibat kondensasi logam, atau kepraktisan dalam pengolahan karena dapat diumpankan pada mesin perkayuan tanpa melepas alat sambungnya. Disamping itu,
kemudahan dalam perolehan budidaya berdaur pendek 3 – 4 tahun dengan sifat fisik dan mekanik yang tinggi. Sifat mekanik yang menonjol seperti elastisitas 2.200 Nmm
2
, kekuatan tarik 288,3 Nmm
2
, kekuatan tekan 82,8 Nmm
2
serta kekuatan patah 71 Nmm
2
Sementara itu baja yang sering digunakan sebagai pasak pada sambungan kayu adalah baja bulat ataupun plat baja yang dipotong sesuai ukuran yang diperlukan. Pranata
2011 menguji kekuatan baut bulat diameter 12 mm dan memperoleh nilai kuat tarik sebesar 445,41 MPa dan kuat lentur sebesar 631,76 MPa pada tegangan leleh tegangan
pada batas proporsional. merupakan cerminan kekuatan yang dimiliki bambu. Kelemahan bambu terletak
pada kandungan zat pati starch yang tinggi, dan itu bisa diatasi dengan merendamnya dalam air mengalir selama 7 hari Janssen, 1991; Gopar dan Subyakto, 2002; Inoue dan
Mori, 2002.