Luaran yang Diharapkan PENDAHULUAN

Penelitian Suwinarti 1999 memperoleh data tentang nilai dimensi dan turunan serat jenis mangium sebagaimana Tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Nilai Dimensi dan Turunan Serat Pulp Mangium DimensiTurunan Rataan Panjang serat µm 933,4 Diameter serat µm 24,27 Diameter lumen µm 14,43 Tebal dinding serat µm 4,92 Runkel ratio 0,73 Felting power 39,71 Flexibility ratio 0,59 Coef. of rigidity 0,21 Muhlsteph ratio 65,01 Sumber: Suwinarti 1999. Kayu terasnya yang berwarna coklat kelabu dan kayu gubalnya berwarna putih dengan ketebalan 2 – 4 cm. Tekstur kayu agak kasar, kesan raba agak halus dan kayu agak lunak, arah serat lurus dan agak berpadu Ruliaty dan Mandang, 1988.

b. Sifat Fisis-Mekanis

Sifat fisis-mekanis yang umum dijadikan dasar dalam penggunaan kayu adalah berat jenis BJ, kadar air KA dan kekuatan lentur MOE dan MOR. 1. Berat Jenis dan Kadar Air Sifat fisis mangium dengan kelas umur 10 tahun yang terdiri atas berat jenis basah, kering udara dan kering oven berturut-turut adalah 0,95, 0,52 dan 0,42. Sementara kadar air basah dan kering udara berturut-turut adalah 125,4 dan 18,0. Secara statistik berat jenis kayu pada umur yang berbeda tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata Ginoga, 1997. 2. Kekuatan lentur Hasil pengujian Ginoga 1997 terhadap sifat mekanis kayu mangium yang berumur 9 dan 10 tahun menyatakan bahwa kayu mangium berumur 10 tahun mempunyai berat jenis 0,57 dengan nilai MOR, MOE dan tekan sejajar serat berturut-turut adalah sebagai berikut : 942,23 kgfcm 2 , 113.644 kgfcm 2 dan 435,85 kgfcm 2 . Sedangkan untuk kayu mangium berumur 9 tahun dengan berat jenis 0,51 berturut-turut bernilai 725,37 kgfcm 2 , 118.693 kgfcm 2 dan 416,48 kgfcm 2 3. Kelas Kuat . Menurut Ginoga 1997, berdasarkan berat jenis, kekuatan lentur statis dan tekan sejajar arah serat, maka kayu mangium umur 9 –10 tahun termasuk kelas kuat II – III.

c. Sifat Kimia

Pasaribu dan Roliadi 1990 menyatakan bahwa komponen kimia yang dikandung kayu mangium, baik yang berasal dari hutan alam maupun hutan tanaman tidak ideal untuk pulp bila ditinjau dari kandungan kimianya. Menurut klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia Anonim, 1976, kelompok akasia dari spesies A. auriculiformis A.cunn dan A. decurrens Willd termasuk kelompok tinggi 45 dalam hal kandungan selolusa, kadar lignin dan pentosan rendah 18-21, sedangkan zat ekstraktif dan kadar abu tergolong tinggi 3–6. Perbedaan umur pohon memberikan pengaruh yang berbeda terhadap komposisi kimia kayu. Kadar selulosa, lignin, kelarutan dalam alkohol-benzena dan air dingin, secara umum menunjukkan kecenderungan menurun dengan bertambahnya umur pohon sedangkan kadar pentosan cenderung meningkat. Untuk kadar abu, silika, kelarutan dalam NaOH 1 dan air panas, memberikan respon yang berfluktuatif dengan bertambahnya umur tanaman. Berdasarkan penelitian Muladi 1996, kandungan komponen kimia kayu Akasia yang berumur 12 tahun sebesar 73,9 holoselulosa, 53,8 selulosa, lignin sebesar 26,6 dan ekstraktif yang larut dalam alkohol benzen sebesar 3,9 . Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dari nilai kerapatan dasarnya sebesar 0,462 gcm 3

d. Keawetan dan Keterawetan

akan diperoleh 462,1 kg substansi kayu kering tanur sebagai bahan baku pulp dan kertas. Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu. Biasanya faktor perusak yang dimaksud adalah faktor biologis seperti jamur, serangga terutama rayap dan bubuk kayu kering dan binatang laut. Sifat keawetan ditentukan berdasarkan persentase penurunan berat kayu akibat serangan faktor biologis. Sedangkan sifat keterawetan adalah kemampuan kayu menyerap bahan pengawet tertentu yang diawetkan dengan metode tertentu. Sifat keterawetan ditentukan berdasarkan retensi dan daya penetrasi bahan pengawet terhadap kayu. Retensi dinyatakan dalam kgm 3 kayu dihitung berdasarkan penimbangan kayu sebelum dan sesudah pengawetan. Penetrasi dinyatakan dalam persen luas penampang contoh uji Martawijaya dan Barly, 1990; Ismanto, 1995.