Daya Dukung Kawasan Permukiman DAS Ciliwung Hulu

hulu berkelanjutan, perlu diketahui daya dukung kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Salah satu cara untuk menghitung daya dukung adalah melalui kebutuhan lahan, selain melalui konsumsi energi atau makanan Wackernagel 1994; Rees 1996; Richard 2002. Perhitungan kebutuhan lahan dilakukan melalui pendugaan kepadatan penduduk pada areal tertentu, selanjutnya dihitung jumlah penduduk yang masih dapat didukung oleh areal tersebut Richard 2002. Berdasarkan hal tersebut, maka untuk mengitung daya dukung fisik kawasan permukiman, terlebih dahulu ditentukan kepadatan penduduk di kawasan permukiman dan selanjutnya dihitung jumlah penduduk yang masih dapat di dukung oleh kawasan permukiman tersebut. Meadows 1995 dalam Murai 1996 menyebutkan bahwa kepadatan penduduk berkelanjutan tidak melebihi 50 orang per ha, kepadatan penduduk 100- 150 orangha termasuk kedalam kondisi kritis untuk keberlanjutan permukiman, dan kepadatan penduduk lebih besar dari 200 orangha termasuk kedalam kondisi destruktif. Berdasarkan konsep daya dukung lingkungan, kepadatan penduduk berkelanjutan 50 orangha, dan luas lahan yang sesuai untuk permukiman di DAS Ciliwung hulu 2.958,93 ha, maka jumlah penduduk yang dapat di dukung oleh kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu pada tahun 2006 adalah 147.947 orang. Kondisi eksisting tahun 2006 menunjukkan jumlah penduduk 249.199 orang, artinya jumlah penduduk yang dapat didukung oleh kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu telah terlampaui. Rata-rata kepadatan penduduk eksisting tahun 2006 di kawasan permukiman adalah 83 orangha, artinya kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu tidak berkelanjutan dan mengarah pada kondisi kritis. Kecamatan dengan kepadatan penduduk di kawasan permukiman mendekati kondisi destruktif adalah Kecamatan Ciawi 183 orangha Tabel 57. Hal tersebut diduga berkaitan dengan fungsi Kota Ciawi sebagai pusat kegiatan lokal PKL atau kota orde III dalam konteks hierarki pusat-pusat permukiman baik di Kabupaten Bogor maupun di Kawasan Jabodetabekpunjur . Tabel 57 Jumlah Penduduk Yang Dapat di Dukung Kawasan Permukiman di DAS Ciliwung Hulu Penduduk yg dpt didukung org Kondisi Eksisting 2006 DAS Ciliwung Hulu Luas lhn Sesuai pmk ha Berkelan jutan Kritis Des truktif Luas pmk ha Jml pddk org Kpdtn Orgha Kategori daya dukung Kec.Sukaraja 106,57 5.328 10.657 29.510 147,55 10.578 71,69 Mengarah ke kritis Kec. Ciawi 92,82 4.641 9.282 56.020 280,10 51.383 183,44 Mengarah ke destruktif Kec. Megamendung 1.272,81 63.641 127.281 224.746 1.123,73 92.796 82,58 Mengarah ke kritis Kec. Cisarua 1.486,73 74.337 148.673 279.404 1.397,02 105.020 75,17 Mengarah ke kritis Jumlah 2.958,93 147.947 295.893 599.976 2.999,88 249.199 83,07 Mengarah ke kritis Sumber: peta tutupan lahan 2006; Bapeda Kab. Bogor 2006: hasil analisisperhitungan Keterangan : Berkelanjutan = kepadatan penduduk 50 orangha; Kritis = kepadatan penduduk 100 orangha; Destruktif = kepadatan penduduk 200 orangha Hasil analisis status keberlanjutan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu berdasarkan dimensi ekologi, sosial, ekonomi dan prasarana, kelembagaan , serta teknologi dan informasi, memperkuat dugaan bahwa daya dukung kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu telah terlampaui. Indeks status keberlanjutan kawasan permukiman untuk 5 dimensi di DAS Ciliwung hulu adalah 41,16 termasuk kategori kurang berkelanjutan. Dari segi strong sustainability , kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu saat ini termasuk kategory kurang berkelanjutan, hal tersebut ditunjukkan oleh indeks status keberlanjutan dimensi ekologi sebesar 25, 98. Dari segi weak sustainability kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu saat ini juga termasuk kategory kurang berkelanjutan, seperti diperlihatkan oleh rendahnya indeks status keberlanjutan dimensi kelembagaan 30,66, dimensi sosial 38,15, dimensi teknologi dan informasi 57,11, serta dimensi ekonomi dan prasarana 62,50. Permasalahan daya dukung lahan permukiman di DAS Ciliwung hulu, tidak hanya berkaitan dengan jumlah penduduk yang dapat di dukung oleh kawasan yang sesuai untuk permukiman, akan tetapi juga berkaitan dengan penyebarannya . Hasil analisis menunjukkan penyebaran lokasi kawasan permukiman eksisting tidak optimal dan cenderung tidak terkendali. Di satu pihak zona sesuai dan agak sesuai permukiman hanya ditempati permukiman sebesar 46,48 dari luas zona tersebut, di lain pihak kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman seperti zona budidaya non permukiman dan zona lindung ditempati oleh permukiman. Kawasan permukiman eksisting yang berlokasi di zona lindung adalah 501,12 ha, sebesar 38,95 dari kawasan permukiman tersebut berlokasi di hutan lindung dan konservasi, serta sebagian besar 52,92 berada di DAS Ciliwung hulu bagian atas Tabel 58. Tabel 58 Lokasi Tutupan Lahan Permukiman Eksisting 2006 di Kawasan Tidak Sesuai Permukiman Tutupan Lahan Permukiman Eksisting2006 di Kawasan Tidak Sesuai Permukiman Zona Lindung Zona Budidaya Non Permukiman Hutan lindung konservasi Zona lindung lainnya DAS Ciliwung hulu ha ha ha 1. Bagian atas 246,04 19,20 103,29 52,92 - - 2. Bagian tengah 679,53 54,97 91,90 47,08 261,97 85,63 3. Bagian bawah 310,64 25,13 - - 43,96 14,37 Jumlah 1.236,21 100,00 195,19 100,00 305,93 100,00 terhadap setiap zona 36,68 2,28 3,58 terhadap permukiman di zona lindung 38,95 61,05 Sumber: hasil analisis peta tutupan lahan 2006 dan Gambar19.

9.2. Koordinasi dalam Pengelolaan Kawasan Permukiman

Elemen kunci yang menjadi kendala dan sekaligus menjadi penggerak keberhasilan pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu adalah koordinasi antar instansi terkait penataan ruang. Terdapatnya permukiman dikawasan yang tidak sesuai untuk permukiman terutama di kawasan dengan peruntukan hutan lindung dan hutan konservasi tidak terlepas dari lemahnya pengendalian dan pengawasan terhadap tata ruang. Berbagai instrumen dapat dipakai sebagai alat pengendalian pembangunan Sterner 2003, instrumen pengendalian permukiman di DAS Ciliwung hulu yang dapat digunakan adalah: peraturan zonasi, perizinan, serta insentif dan disinsentif. Perizinan sebagai instrumen pengendalian tata ruang di Kabupaten Bogor terdiri berbagai jenis izin yaitu: izin lokasi, izin peruntukan penggunaan tanahIPPT Perda kab Bogor No 192000, izin mendirikan bangunan IMB Perda Kab Bogor No 232000. Walaupun berbagai izin penggunaan lahan dan mekanisme pemberian izin sudah tersedia, akan tetapi ketidakselarasan penyimpangan antara rencana tata ruang RTRW sebagai alat pengendali dengan pelaksanaan di lapangan tetap terjadi. Kendala utama yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan permukiman adalah koordinasi antar para pemangku kepentingan pemerintah dan instansi terkait di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten. Koordinasi dalam hal penggunaan lahan pada tingkat lokal sangat penting, Bapeda pada tingkat provinsi dan kabupaten harus merupakan institusi yang menjalankan koordinasi Firman 2004. Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang terjadi karena masalah perizinan atas pemanfaatan ruang. Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal, yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna penanaman modalnya PerMen AgrariaKepala BPN No 21999. Luas dan jenis pemanfaatan izin lokasi adalah : lebih besar dari 25 ha untuk usaha pertanian, dan lebih besar dari 1 ha untuk usaha bukan pertanian PerMen AgrariaKepala BPN No 21999. Izin lokasi yang tidak sesuai dengan RTRW berpotensi meningkatkan perubahan pemanfaatan lahan dari lahan non permukiman menjadi lahan permukiman. Analisis antara peta izin lokasi tahun 2005 dengan peta RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 menunjukan: a terdapat izin lokasi di kawasan yang diperuntukan bagi hutan lindung seluas 17.99 ha atau 8,17 dari izin lokasi di DAS Ciliwung hulu; b beberapa izin lokasi yang diberikan tampaknya bukan untuk usaha pertanian, karena luasannya 25 ha, akan tetapi berada di kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pertanian, seperti lahan basah 14,49 ha, lahan kering 6,50 ha, dan tanaman tahunan10,94 ha. Selanjutnya izin lokasi diperlihatkan Tabel 59.