a. Penyimpangan tata ruang RTRW yaitu perubahan kawasan lindung menjadi kawasan budidaya.
b. Penurunan fungsi ekologis DAS Ciliwung akibat peningkatan kawasan budidaya, terutama permukiman, yang sangat pesat dan kurang terkendali.
c. Penurunan kualitas dan kuantitas pasokan sumberdaya air akibat degradasi DAS Ciliwung hulu yang berupa peningkatan run off, lahan kritis, sampah
permukiman dan longsor. Sudah lebih dari 10 tahun DAS Ciliwung hulu mengalami degradasi, hal
tersebut diperlihatkan oleh lahan kritis Sabar 2004, erosi Qodariah et al. 2004, membesarnya direct run off Sawiyo 2005, longsor, dan kualitas air sungai
menurun Taufik et al. 2004; Fachrul et al. 2005. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan perubahan penggunaan lahan secara tidak langsung menjadi
penyebab degradasi DAS Ciliwung hulu Irianto 2000; Fakhrudin 2003; Arifjaya dan Prasetyo 2004; Lukman 2006. Perubahan penggunaan lahan yang menjadi
penyebab degradasi DAS adalah perubahan dari lahan hutan dan pertanian menjadi lahan permukiman Fakhrudin 2003. Perkembangan permukiman yang pesat
cenderung tidak terkendali, permukiman tidak hanya merambah kawasan pertanian tetapi juga telah merambah kawasan lindung.
Sebagai bagian dari kawasan strategis nasional dan kawasan andalan Bopunjur, pengelolaan DAS Ciliwung hulu melibatkan berbagai pemangku
kepentingan multi stakeholders yang terdiri atas: masyarakat lokal, dan pendatang; para pelaku usaha; dan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten. Para
pemangku kepentingan tersebut mempunyai berbagai kepentingan multi interest dan beragam interpretasi atas kebijakan pengelolaan permukiman.
Degradasi DAS Ciliwung akibat perkembangan permukiman yang tidak terkendali dan keberadaan stakeholders dengan beragam kepentingan memerlukan
pengelolaan kawasan permukiman dengan pendekatan yang holistik dan terpadu. Pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu tersebut bertujuan untuk
mengurangi degradasi DAS akibat perkembangan permukiman yang tidak terkendali, dan meningkatkan dayaguna DAS secara berkelanjutan. Dalam rangka
pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan tersebut, diperlukan penelitian untuk merumuskan kebijakan pengelolaan kawasan permukiman secara
komprehensif.
1.2. Kerangka Pemikiran
Daerah aliran sungai DAS Ciliwung hulu yang mencakup sebagian wilayah Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Sukaraja di Kabupaten Bogor, seluruh wilayah
Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Cisarua di Kabupaten Bogor, serta sebagian wilayah Kecamatan Kota Bogor Timur, mempunyai potensi sebagai
penghasil jasa ekosistem. Jasa ekosistem yang dihasilkan DAS Ciliwung hulu meliputi: jasa penyediaan air tanah dan air permukaan; jasa pengaturan terhadap
banjir dan kekeringan; jasa pendukung untuk pembentukan unsur hara tanah; serta jasa pariwisata. Kebutuhan terhadap jasa ekosistem DAS Ciliwung hulu senantiasa
meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan kegiatan sosial- ekonomi masyarakat. Selain itu, sebagai bagian dari kawasan strategis nasional
dan kawasan andalan Provinsi Jawa Barat, DAS Ciliwung hulu diharapkan mampu menyediakan jasa ekosistem dalam hal menjamin pasokan air tanah dan air
permukaan, pengendalian banjir, mempertahankan keberlangsungan jasa kultural pariwisata, dan mempertahankan unsur hara tanah untuk kegiatan agribisnis.
Namun demikian terdapat dua faktor penting yang menyebabkan kondisi DAS Ciliwung hulu mengalami kerusakan degradasi yang sangat parah, yaitu:
faktor jumlah penduduk dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat, serta faktor kelembagaan.
a Faktor jumlah penduduk dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat : Pertambahan penduduk di DAS Ciliwung hulu, selain karena faktor kelahiran
juga karena faktor migrasi masuk dari daerah lain yang cukup besar. DAS Ciliwung hulu sebagai bagian dari kawasan wisata Puncak mempunyai
kentungan lokasi, sehingga tidak hanya menarik masyarakat untuk bertempat tinggal dan membangun rumah atau tempat peristirahatan, tetapi juga menarik
kegiatan ekonomi perdagangan, jasa dan kegiatan sosial untuk berkembang.
Perumahan, tempat peristirahatan, fasilitas ekonomi dan sosial serta prasarana berkembang membentuk kawasan permukiman. Jumlah penduduk dan
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang meningkat pesat, menyebabkan kawasan permukiman tidak hanya berlokasi di kawasan budidaya untuk
permukiman, tetapi merambah ke kawasan budidaya pertanian bahkan ke kawasan lindung. Perubahan pemanfaatan ruang kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya, serta kawasan budidaya non permukiman menjadi kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, pada akhirnya menyebabkan degradasi
fungsi ekologi DAS. b Faktor kelembagaan:
Sebagai bagian dari kawasan strategis nasional, penataan ruang di DAS
Ciliwung hulu mengacu pada rencana tata ruang dari tingkat pusat Rencana Tata Ruang Jabodetabekpunjur, tingkat provinsi RTRW Jawa Barat dan
tingkat kabupaten RTRW Kabupaten Bogor. Rencana tata ruang dari tingkat pusat sampai kabupaten tersebut merupakan alat koordinasi bagi instansi yang
terkait dengan penataan ruang Brackhahn dan Kärkkäinen 2001;Wirojanagud et al. 2005. Di DAS Ciliwung hulu implementasi ketiga rencana tata ruang
tersebut tidak diterapkan secara konsisten, sehingga kebutuhan lahan permukiman yang meningkat tidak diimbangi oleh pengendalian dan
pengawasan yang memadai, akibatnya terjadi penyimpangan terhadap rencana tata ruang
Undang-undang Penataan Ruang UUPR No 262007 dan UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UUPPLH No 322009 pada dasarnya
bertujuan melindungi dan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dengan cara mengendalikan pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan. Berpedoman pada kedua undang-undang tersebut, maka pengelolaan kawasan permukiman berkelanjutan diperlukan untuk menjaga
kelestarian fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu sebagai penyedia jasa lingkungan. Gambar 1.