titik, ditentukan secara purposive terdiri atas 6 klasifikasi tutupan lahan yang tersebar di Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung dan Sukaraja Lampiran 2.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder terdiri atas peta digital dan dokumen hard copy dan soft copy. Peta digital terdiri atas: Rupa Bumi Indonesia RBI, jenis tanah, curah
hujan, batas DAS Ciliwung hulu, tutupan lahan tahun 1992, 1995, 2000, Citra tahun 2006, hidrogeologi, indeks konservasi alami, lahan kritis tahun 2006,
kawasan rawan longsor, izin lokasi tahun 2005, serta RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dan 2005-2025. Dokumen terdiri atas: kependudukan, KB, hidrologi,
lingkungan, fasilitas sosial, perizinan, peraturan perundang-undangan, tugas pokok dan fungsi instansi terkait, kebijakan serta dokumen dan literatur yang relevan
dengan pengelolaan kawasan permukiman di DAS. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui telaah dokumen dan literatur, serta mengunduh dari media
elektronik. Selain itu pengumpulan data sekunder tentang kebijakan permukiman diperdalam dengan cara diskusi dengan pejabat dari Dinas Tata Ruang dan
Pertanahan, Bapeda, Dinas Cipta Karya dan Dinas Kependudukan KB pada Pemda Kabupaten Bogor. Selanjutnya uraian lebih lengkap tentang data sekunder
dapat dilihat pada Bab V, VI dan VII.
3.5. Metode Analisis 3.5.1 Analisis Kesesuaian Kawasan Permukiman
Penilaian kesesuaian
kawasan permukiman
menggunakan kriteria
kesesuaian lahan land suitability yang digunakan oleh Van der Zee 1990, maupun berdasarkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan penataan
permukiman yaitu : PP No 262008 tentang RTRWN; Perpres No 542008 tentang Penataan Ruang kawasan Jabodetabekpunjur; Keppres No 321990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung; SK Dirjen Reboisasi Rehabilitasi Lahan No 073Kpts1994 tentang Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai; SK Menteri Pekerjaan Umum No
20KPTS986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Tidak Bersusun; Perda Provinsi Jawa Barat No 22006 tentang Kawasan Lindung; Perda Kabupaten
Bogor No172000 dan No 192008 tentang RTRW Kabupaten Bogor. Berdasarkan hal tersebut kriteria kawasan permukiman secara garis besar adalah :
a berlokasi di kawasan budidaya b aman dari bahaya bencana dan; c kualitas tapak permukiman.
Parameter yang digunakan untuk mengukur ketiga kriteria adalah : a Kriteria permukiman berlokasi di kawasan budidaya : terdiri dari 6
parameter yaitu: kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, sempadan sungai, status hutan dan ketinggian tempat.
b Kriteria permukiman aman dari bencana alam terdiri dari 1 parameter yaitu longsor.
c Kriteria kualitas tapak permukiman terdiri dari 2 parameter yaitu kemiringan lereng dan ketinggian tempat.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap klasifikasi dari Van der Zee 1991, kesesuaian kawasan permukiman di klasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
sesuai, agak sesuai, dan tidak sesuai. Dalam hal ini lahan yang sangat sesuai dan sesuai untuk permukiman dijadikan satu klasifikasi dengan nama “sesuai”.
Penggabungan dilakukan dengan pertimbangan kedua klasifikasi tersebut tidak membutuhkan persyaratan tambahan untuk dijadikan kawasan permukiman,
sedangkan untuk klasifikasi agak sesuai dan tidak sesuai dibutuhkan persyaratan lain misalnya teknologi apabila akan dijadikan kawasan permukiman.
Untuk menganalisis kawasan sesuai permukiman digunakan sistem
informasi geografis SIG Ligtenberg et al. 2004; Syartinilia et al. 2006; Saroinsong et al. 2006, melalui perangkat lunak Arcview GIS 3.3 dengan fasilitas
geoprosesing Nuarsa 2005. Peta digital dari 7 parameter kesesuaian kawasan permukiman Lampiran 3,4,5,6,7,8 dan 9 dianalisis secara bertahap Bab V.