5.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer berupa sampel data dilakukan dengan cara mencatat koordinat tutupan lahan di lapangan dengan GPS. Titik-titik pengecekan
berjumlah 49 titik, ditentukan secara purposive terdiri atas 6 klasifikasi tutupan lahan yang tersebar di Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung dan Sukaraja.
Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui kunjungan ke instansi, telaah dokumen dan literatur, serta mengunduh dari media elektronik. Data sekunder
terdiri atas peta-peta digital yaitu: Rupa Bumi Indonesia RBI, jenis tanah, curah hujan, Koordinat DAS Ciliwung hulu, tutupan lahan tahun 1992, 1995, 2000, Citra
tahun 2006, indeks konservasi alami, lahan kritis tahun 2006, rawan longsor, izin lokasi tahun 2005, RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dan 2005-2025.
Selanjutnya data yang dipergunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Data Kawasan Permukiman, Sumber dan Kegunaan
Data Sumber
Kegunaan Jenis Data : Primer
1. Sampel data untuk pengecekan citra.
Observasi lapangan
Kesesuaian analisis citra di lapangan. Jenis Data : Sekunder
1. Rupa Bumi lembar 1209-141, 1209-142. Skala 1:10.000
Bakosurtanal Peta dasar bagi pembuatan peta
analisis 2. Batas DAS Ciliwung hulu skala
1:100.000 PPLH IPB Biotrop
Deliniasi DAS Ciliwung hulu. 3.Curah hujan, skala 1: 250.000
PPLH IPB Analisis kawasan budidaya
4. Kemiringan lereng, skala 1: 10.000
RBI Analisis kws budidaya dan tapak
permukiman 5. Ketinggian tempat, skala
1:10.000 RBI
Analisis kws budidaya dan tapak permukiman
6. Jenis tanah, skala 1:250.000
BP DAS Citarum- Ciliwung
Analisis kawasan budidaya 7. Bencana longsor, skala
1:100.000 BP DAS Citarum
Ciliwung Analisis permukiman berada di kws
aman dari bencana 8 Jaringan sungai, skala 1:10.000
RBI Menentukan sempadan sungai
9. RTRW Kabupaten Bogor 2000- 2010 dan 2005-2025, 1:100.000
Bapeda Kab Bogor Analisis keselarasan kws
permukiman thd RTRW 10. Citra landsat ETM 2006 path
raw 7112065-0.6520060627 Biotrop
Analisis keselarasan tutupan lahan eksisting terhadap RTRW; analisis
keselarasan tutupan lahan ekisting thd. kesesuaian kws permukiman.
11. Izin Lokasi tahun 2005 Skala 1:100.000
Din. Tata Ruang pertanahan Kab
Bogor Analisis keselarasan izin lokasi
terhadap RTRW
Data Sumber
Kegunaan 12. Indeks konservasi Alami IKa
Skala 1:100.000 Dinas Tata Ruang
dan pertanahan Kab Bogor
Analisis kesesuaian kws permukiman terhadap IKa
13. Penyebaran lahan kritis 2006. Skala 1:100.000
Dinas Tata Ruang dan pertanahan
Kab Bogor. Analisis lokasi permukiman eksisting
terhadap lahan kritis .
5.3. Metode Analisis 5.3.1. Analisis Kesesuaian Kawasan Permukiman
5.3.1.1. Kriteria dan Parameter Kawasan Sesuai Permukiman
Analisis kesesuaian kawasan untuk permukiman menggunakan kriteria kesesuaian lahan Van der Zee 1990 dan standar serta peraturan yang berkaitan
dengan penataan permukiman. Untuk menilai kawasan permukiman digunakan 3 kriteria, yaitu : berada di kawasan budidaya, aman dari bencana alam dan tapak
permukiman.
1 Kriteria lokasi permukiman berada di kawasan budidaya :
Kriteria lokasi permukiman dianalisis dengan menggunakan PP No 262008; Keppres No 321990; SK Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan No
073Kpts1994 dan Perda Provinsi Jawa Barat No 22006. Berdasarkan PP No 262008, DAS Ciliwung hulu merupakan kawasan konservasi air dan
tanah, maka hutan lindung yang ada perlu dilestarikan dan pemanfaatan lahan bukan hutan yang berada di kawasan dengan status hutan harus
dihindari. Dengan demikian faktor yang dijadikan parameter penelitian adalah: jenis tanah, curah hujan, kemiringan lereng, sempadan sungai,
ketinggian tempat dan status hutan.
2 Kriteria lokasi permukiman aman dari bencana alam :
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria aman dari bencana alam dengan menggunakan : PP No 262008 tentang RTRWN, data Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi ESDM 2008, bencana alam yang mungkin terjadi di DAS Ciliwung hulu adalah longsor, sehingga
parameter yang digunakan adalah bencana longsor. Bencana gerakan tanah tidak dijadikan parameter, karena di kawasan penelitian, daerah gerakan
tanah yang dijumpai di kecamatan Cisarua, Ciawi dan Megamendung, berpotensi menengah ESDM 2008, sehingga tidak menjadi faktor
pembatas. Bencana gunung api juga tidak dijadikan parameter penelitian, karena bencana yang diakibatkan letusan gunung api, seperti aliran lava
ataupun lahar, diprediksi tidak terjadi di kawasan penelitian. Hal tersebut disebabkan Gunung Pangrango sudah tidak aktif, dan aliran laharlava dari
Gunung Gede mengalir kearah Kabupaten Cianjur, sehingga kawasan penelitian aman dari bahaya tersebut Suhari et al. 1991.
3 Kriteria lokasi permukiman berdasarkan tapak permukiman:
Berdasarkan SK Menteri PU No 201986; Van der Zee 1990; dan Pedoman Perencanaan Lingkungan Permukiman Kota Dep. PU 1979. Parameter
yang digunakan untuk menilai tapak permukiman adalah ketinggian tempat 1000 m dan kemiringan lereng 0-15. Faktor aksesibilitas dan
ketersediaan air tidak dijadikan parameter karena : a Kawasan penelitian berada dikaki gunung Gede-Pangrango, sumber air
tersedia dalam bentuk air permukaan sungai dan air tanah. Sebagai kawasan DAS hulu, potensi air permukaan berasal dari Sungai
Ciliwung dengan anak-anak sungainya tersebar di kawasan penelitian, sehingga tidak menjadi faktor pembatas. Potensi air tanah erat
kaitannya dengan sistem akuifer endapan gunung api G. Gede- Pangrango. Jenis akuifer di kawasan G Gede-Pangrango adalah
akuifer tak tertekan dengan jenis mata air dominan karena adanya rekahan. Zona resapan berada pada puncak gunung hingga elevasi 600
m dpl, selanjutnya zona resapan-keluaran dijumpai pada elevasi 1000 m - 400 m dpl LPPM-ITB 1997. Tipologi akuifer endapan gunung api
yang produktif mengandung air tanah yang bersumber dari infiltrasi air hujan. Air tanah mengalir secara gravitasional dan dikendalikan oleh
topografi kearah kaki gunung lalu muncul sebagai mata air. Berdasarkan kondisi tersebut, maka faktor ketersediaan air tidak