Pendahuluan Management model for sustainable settlement areas in the upper stream of Ciliwung Watershed, Bogor District
yaitu di hutan lindung dan sempadan sungai. Perkembangan kawasan permukiman di DAS Ciliwung yang pesat dan kurang terkendali, dikhawatirkan akan
melampaui daya dukung lingkungan DAS. Pembangunan permukiman yang melebihi daya dukung dapat menjadi pemicu terjadinya degradasi DAS.
Salah satu penyebab terjadinya degradasi DAS adalah pemanfaatan lahan dari segi lokasi maupun alokasi tidak sesuai dengan daya dukung DAS Weng
2002: Loi 2006. Degradasi DAS diperlihatkan oleh longsor, lahan kritis, erosi dan limbah permukiman. Longsor antara lain di Desa Tugu Utara Kecamatan
Cisarua tahun 2007, tahun 2009 terjadi longsor di Desa Sukagalih Kecamatan Megamendung dan tahun 2010 kembali terjadi longsor di Desa Megamendung
dan Desa Cipayung Kecamatan Megamendung serta di Desa Leuwimalang Kecamatan Cisarua. Lahan kritis sebesar 4.119,90 ha di Kecamatan Cisarua, Ciawi
dan Megamendung tahun 2001 Sabar 2004; erosi sebesar 247,28 tonhatahun 2001 menjadi 443,21 tonhatahun pada tahun 2002 Qodariah 2004.
Akibat mengalami degradasi, fluktuasi debit sungai Ciliwung membesar, dan sedimentasi
meningkat. Fluktuasi debit sungai Ciliwung di Bendung Katulampa cenderung membesar dari 127,90 m
3
detik tahun 1990, menjadi 518,82 m
3
detik tahun 2002 Kadar 2003. Sedimentasi 19,7 tonhatahun 2001 menjadi 36,96 tonhatahun
2002 Qodariah et al. 2004. Dampak selanjutnya adalah banjir pada saat musim hujan dan pasokan air
berkurang pada saat musim kemarau, serta kualitas air menurun akibat pencemaran oleh limbah permukiman. Kontribusi DAS Ciliwung hulu terhadap
banjir di wilayah Jakarta sebesar 43,2 tahun 1981, meningkat menjadi 50,7 tahun 1999 Irianto 2000. Kualitas air menurun dari 95 WQI tahun 1995
menjadi 70,65 WQI tahun 2005 Fachrul et al. 2005. Konsep daya dukung sebagai operasionalisasi konsep pembangunan
berkelanjutan, selain memperhitungkan seberapa besar populasi yang dapat didukung oleh suatu sumberdaya, juga memperhitungkan dimana mereka akan
dialokasikan Khanna et al. 1999. Oleh karena itu, untuk mengetahui daya dukung lingkungan DAS, perlu dianalisis alokasi lahan permukiman dan lokasi
kawasan yang sesuai untuk permukiman dan jumlah penduduk yang dapat ditampung oleh kawasan permukiman tersebut.
Pengelolaan permukiman, selain menata juga mengendalikan dan mengawasi perkembangan kawasan permukiman. Pengendalian dan pengawasan, memerlukan
evaluasi terhadap implementasi RTRW dan keselarasannya terhadap hasil analisa kawasan untuk permukiman; serta keselarasan pemanfaatan lahan eksisting
terhadap hasil analisis kesesuaian kawasan untuk permukiman. Sistem Informasi Geografis SIG dapat dipakai untuk mengevaluasi
kawasan permukiman Ligtenberg et al. 2004; Syartinilia et al. 2006; Saroinsong et al. 2006;. Kelebihan SIG adalah kemampuannya menangani kompleksitas
dan volume basis data yang besar secara efisien, serta mampu memvisualisasikan hasil secara efektif sehingga mudah dimengerti oleh pengguna Shasko dan Keller
1989; Mustafa et al. 2005. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan penelitian adalah mengetahui
kesesuaian kawasan untuk permukiman. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan analisis kesesuaian kawasan untuk permukiman; penilaian keselarasan
antara RTRW dengan kesesuaian kawasan untuk permukiman; penilaian keselarasan antara tutupan lahan eksisting dengan kesesuaian kawasan untuk
permukiman; serta penilaian keselarasan antara RTRW dengan tutupan lahan eksisting .