Evaluasi Kawasan Permukiman Management model for sustainable settlement areas in the upper stream of Ciliwung Watershed, Bogor District

Evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman juga harus berpedoman pada ketentuan perundangan yang berlaku. Berdasarkan peraturan perundangan yaitu: PP No 262008 tentang RTRWN; Perpres N0 542008 tentang penataan ruang Jabodetabekpunjur; Perda Provinsi Jawa Barat No 22003 tentang RTRW Provinsi Jawa Barat; Perda Provinsi Jawa Barat No 22006 tentang Kawasan Lindung dan; Perda Kabupaten Bogor No 192008 tentang RTRW Kabupaten Bogor, ketentuan kawasan permukiman adalah: tidak berada di kawasan lindung, tidak berada di kawasan resapan air dan bukan daerah rawan bencana alam maupun buatan manusia. Berdasarkan persyaratan kesesuaian lahan dan ketentuan perundangan yang berlaku bagi kawasan permukiman, maka kriteria untuk menilai kawasan permukiman adalah: a berlokasi di kawasan budidaya; b aman dari bencana alam dan; c kualitas tapak permukiman Tabel 1. Tabel 1. Kriteria dan Faktor Kesesuaian Kawasan Permukiman Kriteria Parameter Variabel Ukuran Kemiringan lereng . 40 ketinggian tempat. 2000 m dpl. Erosi tanah. Tidak-agak peka. Intensitas curah hujan. 27 mmhari. Jarak sempadan sungai . 1. Bukan kawasan resapan air dan bukan kawasan lindung. Relief, iklim, tanah, geologi, sempadan sungai, danau. Jarak sempadan danau. 30 m kiri kanan . 200 m tepi danau. 2. Aman dari bencana alam . Longsor, gerakan tanah, bahaya gunung api. Tingkat keamanan bencana. Aman terhadap bencana. Relief tanah. Kemiringan lereng. 15 3.Kualitas tapak permukiman: a. Fisik tapak Ketinggian tempat ≤1000 m b. Ketersediaan air Sumber air . Ketersediaan. jarak 100 m c. Aksesibilitas Jaringan jalan. Ketersediaan. Dilalui jaringan jalan Sumber: PP No 262008; Perpres No 542008; Keppres No 321990; Perda Prov Jawa Barat No 22003; Perda Prov Jawa Barat No 22006; Perda Kabupaten Bogor No 192008 ; SK Menteri PU No 20KPTS1986, Bappeda Kabupaten Bogor 2001, Van der Zee 1986, dan Van der Zee 1990 Salah satu alat yang sering dipakai untuk mengevaluasi kesesuaian lahan kawasan permukiman adalah Sistem Informasi Geografis SIG Ligtenberg et al. 2004; Syartinilia et al. 2006; Saroinsong et al. 2006. Kelebihan SIG adalah kemampuannya menangani kompleksitas dan volume basis data yang besar secara efisien, serta mampu memvisualisasikan hasil secara efektif sehingga mudah dimengerti oleh pengguna Shasko dan Keller 1989; Mustafa et al. 2005. Kelebihan SIG lainnya adalah SIG merupakan teknologi yang terintegrasi karena dapat menyatukan berbagai teknologi geografi yaitu Global Positioning System GPS; dan Computer Aided Design CAD. Dengan kemampuannya itu, SIG dapat dipakai untuk mengevaluasi kesesuaian kawasan permukiman yang membutuhkan data yang relatif besar dan kompleks secara efisien dan efektif. Selain SIG, untuk mengevaluasi kesesuaian kawasan permukiman, dibutuhkan Remote sensing untuk menganalisis jenis penutupan lahan yang dihasilkan dari citra satelit. Remote sensing dengan klasifikasi spektral, sangat efektif dari segi biaya, sangat efisien dari segi waktu dan sumber data yang handal untuk keperluan mendeteksi tutupan lahan, secara spasial dan temporal, bagi skala wilayah yang luas Weng 2002; Mustafa et al. 2005. Hasil analisis terhadap citra satelit menggunakan remote sensing selanjutnya diproses dengan SIG.

2.3. Kelembagaan dalam Pengelolaan Kawasan Permukiman di Daerah Aliran Sungai DAS

Daerah Aliran Sungai DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui sungai dan anak-anak sungai ke danau atau ke laut secara alami. Batas di darat berupa pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan perairan yang yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Kelembagaan diartikan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi. Kelembagaan diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan. Pada kelembagaan terdapat faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial, dan insentif untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama Djogo et al. 2003. Kelembagaan selalu menjadi issu penting dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pembangunan pada umumnya. Berbagai macam penyebab kerusakan sumberdaya dan degradasi lingkungan tidak hanya disebabkan masalah ekonomi namun lebih pada masalah kelembagaan Rustiadi dan Viprijanti 2006. Kegagalan pembangunan seringkali bersumber dari kegagalan negara dan pemerintah dalam membuat, mengimplementasikan kebijakan secara benar, serta mengabaikan pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari seluruh proses pembangunan baik sosial, ekonomi, politik, teknologi maupun pengelolaan sumberdaya alam Djogo et al. 2003 . Dampak kelembagaan pada degradasi sumberdaya sangat jelas terlihat pada sumberdaya yang memiliki karakteristik milik bersama common seperti DAS, karena ketiadaan penguasaan yang bersifat privat privat property. Sumberdaya seperti air tanah, lahan, hutan, sungai, dan danau yang merupakan bagian DAS adalah barang spesifik yang bermanfaat bagi semua orang atau anggota komunitas tertentu, disebut sebagai barang kompetitif rivalness yang tidak dapat dijadikan sesuatu yang eksklusif non excludability karena milik masyarakat. Sterner 2003 menyebut barang dengan sifat rivalness dan non excludability sebagai Common Pool Resources CPRs. Common Pool Resources CPRs selain memiliki ciri rivalness dan non excludability juga memiliki ciri terbatas, sehingga harus ada biaya yang dikeluarkan untuk membatasi akses pada sumberdaya bagi pihak-pihak yang jadi pemanfaat Rustiadi dan Viprijanti 2006. Penggunaan yang berlebihan dalam pemanfaatan sumber daya yang dimiliki sebuah DAS, dan adanya free riders, menyebabkan CPRs seperti DAS cenderung mengalami kerusakan. Untuk mencegah pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan diperlukan perangkat kebijakan policy instrument. Instrumen kebijakan dapat berupa carrot sebagai simbol insentif ekonomi, stick sebagai simbol instrumen hukumregulasi, dan sermont sebagai simbol instrumen informasi Sterner 2003. Instrumen kebijakan merupakan intervensi negara yang dirancang untuk mencapai tujuan serta untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan kebijakan Djogo et al. 2003.