Teori Belajar Matematika Kajian Teori

30 kesalahan-kesalahan dan keterbatasan. Namun, melalui kesalahan-kesalahan itulah matematika didorong dan dipacu untuk terus tumbuh dan berkembang. Kedua, matematika bukanlah kumpulan angka, simbol dan rumus yang tidak ada kaitannya dengan dunia nyata. Matematika tumbuh dan berakar dari dunia nyata. Matematika bukanlah kumpulan teknik pengerjaan yang hanya perlu dihafal saja sehingga siap pakai untuk menyelesaikan soal-soal. Dalam matematika, keindahan bukan semata-mata hanya ditentukan dari hasil. Akan tetapi, keindahan dilihat dari latar belakang dan proses yang mengantar sampai terjadinya hasil akhir tersebut. Ketiga, objek matematika adalah unsur-unsur yang bersifat sosial kultural historis, yaitu merupakan milik bersama seluruh umat manusia sebagai salah satu sarana. Sarana tersebut dipergunakan manusia untuk mengembangkan segi-segi tertentu dalam kehidupan manusia.

2.1.9 Teori Belajar Matematika

Menurut Orton 1992 dalam Pitajeng 2006 : 27, untuk mengajar matematika diperlukan teori, yang dapat digunakan untuk membuat keputusan di kelas. Teori belajar matematika diperlukan sebagai dasar untuk mengobservasi tingkah laku siswa dalam belajar. Apabila seorang guru dapat membuat keputusan dalam menentukan pendekatan pembelajaran matematika yang tepat, maka seorang guru dapat membuat pembelajaran menjadi efektif, bermakna, dan menyenangkan. Menurut Piaget 1988 dalam Rifa’i dan Anni 2009: 26-30, tahap-tahap perkembangan kognitif siswa mencakup empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik 31 0-2 tahun, tahap praoperasional 2-7 tahun, tahap operasional konkret 7-11 tahun dan tahap operasional formal 11-15 tahun. Pada tahap sensorimotorik, pengetahuan anak tentang dunia adalah terbatas pada persepsi yang diperoleh dari penginderaannya dan kegiatan motoriknya. Perilaku yang dimiliki masih terbatas pada respon motorik sederhana yang disebabkan oleh rangsangan penginderaan. Pada tahap praoperasional, pemikiran anak lebih bersifat simbolis, egosentris, dan intuitif, sehingga tidak melibatkan pemikiran operasional. Pada tahap operasional konkret, anak mampu mengoperasionalkan berbagai logika yang masih dalam bentuk benda konkret. Penalaran logika anak hanya pada situasi konkret dan belum bisa memecahkan masalah abstrak. Pada tahap operasional formal anak sudah mampu berpikir abstrak, idealis, dan logis. Pemikiran operasional formal tampak lebih jelas dalam pemecahan masalah verbal. Piaget 1988 dalam Pitajeng 2006: 29, juga mengemukakan perkembangan tahap belajar matematika anak melalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapat pengalaman langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Pada tahap semi konkret, anak sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang dilakukan pada tahap semi abstrak adalah memanipulasimelihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat berpikir abstrak. Pada tahap abstrak, anak sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambangsimbol secara verbal. 32 Menurut Bruner 1988 dalam Pitajeng 2006 : 29, belajar matematika yaitu belajar tentang konsep-konsep. Ada struktur struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan materi itu mudah dipahami secara lebih komprehensif. Bruner 1988 dalam Pitajeng 2006 : 29, menjelaskan tahap perkembangan mental anak-anak berkembang melalui tiga tahap yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Pada tahap enaktif, siswa menggunakan atau memanipulasi objek objek konkret secara langsung dalam belajar. Pada tahap ikonik, siswa mulai dapat memanipulasi dengan memakai gambar dari objek- objek yang dimaksud. Pada tahap simbolik, siswa memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif, Bruner juga mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan pengajaran matematika. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat teoremadalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai ”teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut yaitu dalil konstruksi, dalil notasi, dalil kekontrasan, dan dalil konektivitas. Di dalam teorema kontruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seseorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebagai sebuah 33 representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep atau sesuatu prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan oleh guru mereka. Akan tetapi, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut. Dalam proses perumusan dan mengkonstruksi atau penyusunan ide-ide, lebih mudah mengingat ide-ide apabila disertai dengan bantuan benda-benda konkret. Mereka akan lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat. Representasi siswa akan lebih baik apabila siswa menggunakan representasi kongkret yang memungkinkan siswa untuk aktif secara intelektual mental dan aktif secara fisik. Menurut apa yang dikatakan dalam terorema notasi, representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Notasi yang diberikan dalam setiap tahap bersifat urut dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajian notasi dalam matematika merupakan pendekatan spiral. Dalam pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. Sebagai contoh, pemahaman siswa tentang konsep bilangan prima akan menjadi lebih baik bila 34 bilangan prima dibandingkan dengan bilangan yang bukan prima, menjadi jelas. Dengan membandingkan konsep yang satu dengan konsep yang lain, perbedaan dan hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain menjadi jelas. Selain itu di dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang suatu konsep matematika juga akan menjadi lebih baik apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi. Dari berbagai contoh tersebut siswa akan bisa memahami bahwa sesuatu konsep bisa direpresentasikan dengan bebagai contoh yang spesifik. Sekalipun contoh-contoh yang spesifik tersebut mengandung perbedaan yang satu dengan yang lain, semua contoh semua kasus tersebut memiliki ciri-ciri umum yang sama. Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip- prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lainya. Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas. Adanya hubungan- hubungan itu juga dapat membantu guru dan pihak-pihak lain misalnya penyusun kurikulum, penulis buku, dan lain-lain dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa. Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian 35 yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh. Untuk memahami hubungan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan keterampilan dalam pembelajaran matematika, seorang guru perlu menguasai media yang sesuai dengan karakteristik siswa sekolah dasar. Karakteristik siswa sekolah dasar masih berada pada tahap operasional konkret, sehingga diperlukan media pembelajaran berupa benda-benda konkret. Guru dapat memanipulasi benda-benda nyata disekitar siswa untuk dijadikan media pembelajaran. Dengan demikian, siswa akan semakin mudah dalam memahami hubungan antara konsep- konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan dalam pembelajaran matematika.

2.1.10 Hakikat Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICT OBSERVE EXPLAIN) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN SIFAT BENDA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KEJAMBON 4 KOTA TEGAL

2 25 408

KEEFEKTIFAN PENERAPAN METODETALKING STICK TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 01 SANGKANJOYO KABUPATEN PEKALONGAN

27 132 302

KEEFEKTIFAN STRATEGI CATATAN TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI UNSUR CERITA PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI PESAREAN 01 KABUPATEN TEGAL

0 11 246

KEEFEKTIFAN METODE BERMAIN JAWABAN TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MATERI PEMBENTUKAN TANAH DI KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI TUNON2 KOTA TEGAL

0 15 328

Keefektifan Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Bangun Ruang pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri Pagerbarang 03 Kabupaten Tegal

0 19 373

KEEFEKTIFAN STRATEGI CROSSWORD PUZZLE TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AWAN DAN CUACA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI PEGIRIKAN 03 KABUPATEN TEGAL

0 21 186

KEEFEKTIFAN TEKNIK QUICK ON THE DRAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA DI SEKOLAH DASAR NEGERI KEJAMBON 7 KOTA TEGAL

0 15 256

KEEFEKTIFAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI 1 DAGAN KABUPATEN PURBALINGGA PADA MATERI GLOBALISASI

0 14 245

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATERI BANGUN DATAR MELALUI MEDIA PUZZLE PADA SISWA KELAS II SEKOLAH DASAR NEGERI KEMANDUNGAN 03 TEGAL

2 8 284

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MENYIMAK DONGENG MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI KEMANDUNGAN 01 KOTA TEGAL

0 6 249