1
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan akan diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
dan manfaat penelitian.
1.1 Latar Belakang Masalah
Undang-undang Nomor 19 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 menjelaskan bahwa:
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual-keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam melaksanakan pendidikan, proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting. Melalui proses belajar tersebut, akan tercapai tujuan
pendidikan yang berupa perubahan perilaku siswa. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menjelaskan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, upaya yang dilakukan pemerintah yaitu melalui proses pembelajaran di sekolah-sekolah.
2 Didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar disebutkan bahwa “Pendidikan dasar merupakan pendidikan sembilan tahun yang terdiri atas program pendidikan enam tahun di sekolah dasar
dan program pendidikan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama”. Dengan demikian, sekolah dasar merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan dasar. Selain itu, Sekolah Dasar disingkat SD adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam
waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Dalam kurikulum sekolah dasar terdapat delapan mata pelajaran yang
harus dipelajari. Salah satu mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sekolah dasar yaitu matematika. Hudojo 2012 : 5 mengemukakan bahwa “hakikat
matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungan- hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis”. Jadi, matematika berkenaan
dengan konsep-konsep yang abstrak. Selanjutnya dikemukakan bahwa apabila matematika dipandang sebagai struktur dari hubungan-hubungan, maka simbol-
simbol formal diperlukan untuk membantu memanipulasi aturan-aturan yang beroperasi di dalam struktur-struktur.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
3 Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam standar isi
disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa. Selain itu, dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pelajaran matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari siswa mulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Mata pelajaran
ini memegang peranan penting. Dengan belajar matematika secara benar, daya nalar siswa dapat berkembang. Namun, ada beberapa siswa yang mengalami
kesulitan belajar dalam pelajaran matematika. Mula-mula, kesulitan belajar muncul saat siswa berada di jenjang sekolah dasar. Jika kesulitan belajar tersebut
tidak teratasi, maka kesulitan belajar tersebut akan terbawa sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tentu saja kondisi ini sangat memprihatinkan. Hal ini karena
jenjang sekolah dasar merupakan tingkat dasar dari seluruh proses pendidikan yang akan dijalani siswa.
Untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep
selanjutnya. Dalam pembelajaran matematika, guru seharusnya menyiapkan kondisi siswanya. Pembelajaran tentang konsep-konsep yang akan dipelajari
dimulai dari yang sedehana sampai yang lebih kompleks agar siswa mampu menguasai konsep tersebut.
Selama ini proses pembelajaran matematika di sekolah dasar masih belum berjalan maksimal. Guru dalam menyampaikan materi hanya menggunakan
4 metode pembelajaran yang berpusat pada guru, sehingga kurang mampu
merangsang siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Kondisi pembelajaran seperti ini tidak mendorong pengembangan potensi diri siswa dalam
pembelajaran. Kondisi tersebut hanya mengandalkan komunikasi satu arah yaitu berpusat pada guru, dan mengharapkan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat
dan hafal. Hal ini akan mengakibatkan siswa pasif. Kegiatan pembelajaran menjadi sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton, sehingga
siswa kurang antusias. Suasana pembelajaran pun menjadi kurang menarik. Untuk membuat suasana pembelajaran yang menarik, guru dapat
menggunakan model pembelajaran inovatif. Salah satunya yaitu model pembelajaran cooperative learning tipe learning tournament atau model turnamen
belajar. Silberman 2009:159 menyatakan bahwa learning tournament
atau model turnamen belajar adalah strategi belajar aktif yang merupakan suatu bentuk
sederhana dari Teams Games Tournament yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawannya. Model turnamen belajar juga menggabungkan kelompok belajar
dan kompetensi tim. Oleh karena itu, model ini dapat digunakan untuk mengembangkan pelajaran atas macam-macam fakta, konsep dan keahlian
tertentu. Dalam model turnamen belajar ini, siswa dibagi menjadi beberapa tim.
Setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan dari guru. Proses pembelajaran diawali dengan penjelasan guru secara klasikal, lalu siswa
dibagi kedalam beberapa tim kelompok. Semua anggota kelompok bersama-sama mempelajari materi tersebut, saling memberi arahan, saling memberikan jawaban
5 untuk memahami mata pelajaran tersebut. Setelah selesai materi diadakan suatu
pertandingan akademis. Dengan adanya pertandingan akademis ini maka terciptalah kompetisi antarsiswa dalam kelompok atau tim. Para siswa akan
senantiasa berusaha belajar dengan motivasi yang tinggi agar dapat memperoleh nilai yang tinggi dalam pertandingan.
Agar siswa semakin termotivasi dalam belajar, guru juga perlu menghadirkan media dalam pembelajaran. Media digunakan untuk
menyampaikan pesan pembelajaran, mempermudah belajar, serta merangsang pikiran, perasaan dan perhatian siswa dalam belajar. Menurut Schram 1982
dalam Susilana 2009 : 6, media digolongkan menjadi media rumit, media mahal, dan media sederhana. Media rumit adalah media yang mempunyai tingkat
kerumitan yang tinggi ketika dibuat dan digunakan. Media mahal adalah media yang membutuhkan biaya yang banyak untuk pembuatan dan penggunaannya.
Media sederhana adalah media yang mudah dibuat, diperoleh, dan digunakan. Dari ketiga klasifikasi tersebut, maka media yang paling baik digunakan adalah
media sederhana. Hal ini karena media sederhana sangat cocok digunakan oleh siswa sekolah dasar tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal dan tidak
membutuhkan tingkat kerumitan yang tinggi untuk membuatnya. Media “cross two colours” merupakan salah satu contoh media sederhana
yang dapat diperoleh di lingkungan sekitar siswa. Kelebihan dari media ini yaitu murah, mudah diperoleh, dan mudah digunakan. Media ini dapat digunakan untuk
materi perkalian. Media ini dapat menggunakan lidi atau sedotan dengan dua warna yang berbeda. Namun, dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan media
6 yang berasal dari sedotan dua warna. Dalam penggunaannya, siswa tidak perlu
menghitung perkalian dengan penjumlahan yang berulang. Siswa hanya perlu mengambil sedotan sesuai dengan jumlah angka yang akan dikalikan, misalnya
satu angka menggunakan sedotan warna satu dan angka lainnya menggunakan sedotan warna lain. Kemudian, kedua sedotan tersebut disilangkan secara vertikal
dan horizontal. Pertemuan kedua warna itulah yang akan menjadi hasil dari perkalian dua angka tersebut. Media “cross two colours” dapat dikaitkan dengan
kemampuan untuk memenuhi fungsi hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu sebagai pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar,
memberi kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik. Dengan demikian, siswa akan lebih
mudah menghitung operasi perkalian. Penggunaan media pembelajaran akan sangat sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa. Apalagi karakteristik siswa sekolah dasar masih berada dalam tahap operasional konkret. Pada tahap ini, siswa sekolah dasar masih
terikat dengan objek-objek yang konkret. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu memilih dan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa dan materi pembelajaran. Namun, pada umumnya guru masih belum optimal dalam menggunakan media. Guru hanya menggunakan gambar
dan buku cetak sebagai media sehingga materi perkalian yang bersifat abstrak akan sulit untuk dipahami siswa.
Kondisi yang seperti ini dapat ditemui di salah satu sekolah dasar. Peneliti memperoleh dokumentasi nilai kelas dari Rusmanto, guru kelas II Sekolah Dasar
7 Negeri Kejambon 10 kota Tegal. Berdasarkan dokumentasi tersebut, diperoleh
bahwa ada sekitar 34 siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM untuk mata pelajaran matematika. Hal ini dikarenakan guru belum optimal
dalam menggunakan media dan model pembelajaran yang menarik perhatian siswa.
Memperhatikan permasalahan di atas, sudah selayaknya dilakukan suatu inovasi dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi perkalian dasar.
Inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau
kelompok orang masyarakat. Hal yang baru itu dapat berupa hasil invensi atau discoveri
, yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah. Inovasi dalam pembelajaran dapat berupa penggunaan
media pembelajaran yang bervariasi. Dari sekian banyak media pembelajaran, media yang baik digunakan guru
adalah media pembelajaran yang dapat menarik perhatian, memotivasi, mengaktifkan, dan mengembangkan kemampuan siswa. Guru dapat
menggunakan media pembelajaran yang sederhana tetapi dapat menyampaikan isi pesan dalam suatu pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Keefektifan Penggunaan Media “Cross Two
Colours ” terhadap Aktivitas dan Hasil Belajar Materi Perkalian pada Siswa Kelas
II Sekolah Dasar Negeri Kejambon Tegal”.
8
1.2 Identifikasi