Ancaman Penyusunan Unsur Pembentuk SWOT

Melakukan penanaman dengan tanaman yang menyelimuti permukaan tanah juga signifikan untuk mengurangi dampak terjadinya erosi yang terjadi akibat pembukaan lahan pada catchment area akibat penggundulan dari pembangunan rumah liar. Untuk menghindari erosi atau gerusan dan juga kerusakan lain yang diakibatkan oleh aliran air hujan yang mengalir dipermukaan tanah yaitu: luapan dan genangan air, maka air hujan perlu dialirkan ke lembah sungai penerima yang terdekat, misalkan Sei Senimba, Sungai Langkai dan Tembesi lama, serta Sei Temiang dan untuk selanjutnya mengalir ke laut. Drainase merupakan suatu cara untuk mengalirkan air secepat mungkin menuju ke hilir. d Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 5.4.2 Prioritas Kebijakan Sektor Perumahan 1 Perlu penataan hunian zoning perumahan berdasarkan lokasi kerja. 2 Perlu memperhatikan segmentasi harga lahan untuk perumahan agar didapat subsidi silang bagi masyarakat berpenghasilan rendahmiskin. 3 Perlu perencanaan kawasan perumahan sesuai dengan standar kenyamanan perumahan yang aman, nyaman dan mudah dijangkau dengan fasos dan fasum yang memadai. Hal ini perlu dilakukan untuk kenyamanan dan kelestarian lingkungan. 4 Perlu memperbaiki Rencana Tata Ruang khususnya untuk perencanaan perumahan dikawasan padat perkotaan, antara lain kebijakan kebijakan pengetatan ijin KDB dan KLB. 5 Perlu dipikirkan subsidi bagi penduduk asli yang berpenghasilan rendahmiskin dalam bentuk keringanan atau pemberian kavling atau pemberian perumahan.

5.4.3 Prioritas Kebijakan Sektor Jasa

1 Menata Tata Ruang Kawasan Jasa seperti di Batu Ampar Nagoya dan Batam Senter. 2 Membuat kebijakan standarisasi bangunan jasa di perkotaan dengan meningkatkan kualitas bangunan dan pelayanan termasuk sarana dan prasarana umum. 3 Membuat kebijakan peraturan tata ruang seperti KLB dan KDB. 4 Penataan lingkungan jasa perkotaan dan menambah dengan menambah ruang hijau dan taman kota. Kebijakan yang perlu dilakukan dalam pengelolaan Ruang Hijau adalah sebagai berikut: a Sektor Hijau harus tetap dipertahankan keberadaanya dan disebar secara merata dan sesuai dengan fungsinya seperti untuk kawasan lindung dan daerah tangkapan hujan catchment area. b Sektor hijau harus terjaga kualitasnya sehingga dapat berfungsi dengan baik. Apabila ada kerusakan harus segera diperbaiki atau apabila ada penyerobotan harus ditarik kembali agar terjadi keseimbangan. c Sektor Hijau mungkin saja dikonversikan apabila luasannya asih memenuhi standar dan keseimbangan lingkungan masih bisa dicapai. Namun demikian, perubahan di sektor ini diperlukan analisis yang lebih tajam dan mendetail secara holistik agar tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan. 5 Dikeluarkan kebijakan memberi peringatan keras untuk segera membangun atau dilakukan penarikan kembali lahan-lahan jasa yang telah dialokasikan tetapi belum dibangun.

5.4.4 Prioritas Kebijakan Sektor Pertanian

1 Dengan melihat keterbatasan sumberdaya air, karakteristik kesuburan lahan yang kurang dan rendahnya minat investor maka direkomendasikan untuk mengkonversi lahan pertanian kepada sektor-sektor lain yang lebih menguntungkan. 2 Perlu dipikirkan untuk memenuhi kebutuhan komoditi pertanian untuk masyarakat Batam dengan harga yang relatif terjangkau. 3 Direkomendasikan menempatkan sektor pertanian di pulau-pulau lain Barelang yang secara alamiah lebih memungkinkan dan mudah dijangkau dari P. Batam, misalnya P. Galang. 4 Penyediaan komoditi pertanian yang murah yang dapat disediakan oleh pulau-pulau lain di sekitar Pulau Batam.

5.4.5 Prioritas Kebijakan Sektor Pariwisata

1 Meningkatkan nilai investasi positif per-m 2 dengan memadukan unsur kualitas pelayanan dan ragam wisata, citra pariwisata dengan standar internasional. 2 Meningkatkan kualitas pelayanan dan ragam wisata agar dapat meningkatkan masa tinggal dan uang yang dibelanjakan oleh para wisatawan. 3 Mengubah citra pariwisata di P. Batam menjadi lebih positif. 4 Meningkatkan standar pariwisata dengan standar internasional karena Batam berbatasan langsung dengan negara tetangga dan salah satu pintu gerbang terbesar masuknya turis mancanegara setelah Bali.

5.5 Pilihan Instrumen Kebijakan

Sampai dengan akhir tahun 1998, Otorita Batam dalam mebuat kebijakan didasarkan 2 hal,yaitu: 1 Kebijakan terpusat Top-down approach 2 Kebijakan yang bersumber dari masyarakat Bottom-up approach.

5.5.1 Kebijakan Terpusat

Kebijakan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan dari pimpinan. Kebijakan diterbitkan karema pimpinan melihat adanya situasi yang harus diaambil tindakan cepat untuk memperbaiki keadaan. Pada umumnya isi kebijakan sangat strategis dan membawa misi pemerintah pusat. Beberapa contoh kebijakan terpusat antara lain diterbitkannya Keppres seperti Keppres 41 Tahun 1973, Keppres No. 45 Tahun 1978, Keppres No. 56 Tahun 1994. Kebijakan yang jenisnya terpusat tetapi dalam skala yang lebih kecil adalah kebijakan pembangunan seperti diterbitkannya kebijakan pembangunan 6 enam buah jembatan dan jalan yang menghubungkan P. Batam dengan P. Rempang dan P. Galang; pembangunan Bandara Internasional Hang Nadim; penetapan tariff lahan, dan lain-lain. Dalam pelaksanaannya, kebijakan terpusat juga memberikan perintah mandate kepada staf untuk mengolah dan memberikan masukan kepada pimpinan.

5.5.2 Kebijakan yang Berasal dari Masyarakat

Kebijakan ini berawal dari pengamatan staf yang melakukan tugas sehari- hari di lapangan. Dari hasil pengamatan diusulkan kepada pimpinan untuk dibuatkan kebijakan-kebijakan yang dapat memperbaiki kondisi atau kinerja di lapangan. Proses pengusulan kebijakan dilakukan seara bertahap dan berjenjang, melalui diskusi-diskusi dan pembahasan yang pada akhirnya dibuatkan usulan kepada pimpinan untuk dibuatkan kebijakan institusi. Beberapa contoh kebijakan yang berasal dari usulan masyarakat bottom up antara lain kebijakan perbaikan Rencana Detail Tata Ruang; Penetapan Baku Mutu Lingkungan; Kebijakan penarikan lahan yang telah dialokasikan; dan kebijakan pembongkaran pembangunan. Kebijakan yang telah dikeluarkan, baik kebijakan terpusat top down maupun kebijakan yang berasal dari masyarakat bottom up tidak selalu menghasilkan output seperti yang diharapkan. Kebijakan bisa saja tidak berjalan, bahkan menimbulkan konflik atau kasus hukum sehingga memerlukan kajian yang lebih mendalam lagi untuk menyelesaikan kasus-kasus yang timbul tersebut. Contohnya adalah kebijakan pembangunan P. Rempang dan P. Galang yang hingga saat ini belum terwujud; dan beberapa pencabutan lahan yang telah dialokasikan berbuntut konflik hingga ke proses hukum. Kegagalan kebijakan yang dikeluarkan bukan berarti kebijakan tersebut salah. Bisa saja kajian dan data serta analisis yang kurang mendalam. Faktor lain adalah adanya kebijakan lain dari pusat yang tidak sejalan dengan kebijakan yang di dikeluarkan oleh pihak otoritas P. Batam. 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan

1. Dari 16.686,43 Ha lahan yang tersedia, sampai dengan akhir 1998 telah teralokasikan 14.545 Ha 87,17 lahan, namun demikian investasi yang didapat tidak mencapai optimum karena hanya 21,18 dari tanah yang telah dialokasikan saja yang sudah dibangun. Kelambatan dalam pembangunan dipicu karena pemilik lahan tidak sungguh-sungguh akan membangun, sebagian besar dari mereka hanya berharap mendapat keuntungan dari selisih nilai lahan bila dijual kembali spekulasi. Pemicu lain terlalu cepatnya pengalokasian menyebabkan ketidak siapan dari unsur penunjang seperti penyiapan infrastuktur dan ketersediaan detail desain di seluruh wilayah. 2. Pada Simulasi model 1,3 dan 4 tidak dapat mencapai optimal karena lahan tersedia tidak memungkinkan, skenario 2 dan 5 dapat dioptimalkan dengan melakukan kebijakan penarikan dan mengonversikan lahan produktif. Namun demikian skenario 2 tidak dapat diaplikasikan karena kondisi di lapangan sudah tidak memungkinkan. Hasil optimalisasi lahan pada skenario 5 didapat nilai total investasi sebesar Rp. 387.253.622.654.871,60,-. 3. Nilai skenario 5 adalah hasil optimal dari investasi positif yang didapat ; nilai ini 11.72 kali lipat dari nilai total investasi bila tidak dilakukan kebijakan skenario 3. Skenario 5 juga berhasil menurunkan investasi pemerintah yang semula 23 dari total investasi menjadi 12.1 dari total investasi. Investasi negatif juga berhasil diturunkan menjadi 1.1 dari total investasi; sebagai pembanding investasi negatif pada skenario 4 adalah 9.6 dari total investasi. Penurunan investasi negatif dipacu dengan pengolahan limbah dan optimalnya pemanfaatan lahan dan juga berarti berkurangnya erosi dan kerusakan lingkungan. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa sektor yang dapat menarik investasi positif terbesar secara berurutan adalah industri, jasa, perumahan, pariwisata dan pertanian. 4. Nilai lahan di Pulau Batam meningkat 720, yang semula Nilai Asli Lahan TEV Rp 27.409,-m 2 menjadi Rp 197.533,7,-m 2 pada tahun 1998. Nilai ini akan meningkat tajam sebesar 8490 pada 10 tahun mendatang bila dilakukan optimalisasi sesuai skenario 5 atau nilai lahan menjadi