1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan archipelagic state terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari 17.508 buah, Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya
alam, khususnya sumberdaya kelautan yang sangat melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai aset untuk kepentingan pembangunan nasional.
Kekayaan sumberdaya yang terkandung di dalam atau di sekitar pulau-pulau merupakan sumberdaya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan dari
kekayaan ekosistemnya ekosistem mangrove, ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang serta biota yang hidup didalamnya, media rekreasi, pariwisata,
konservasi, komunikasi dan pemanfaatan lainnya. Namun demikian, pemanfaatan pulau-pulau kecil tersebut untuk kegiatan
pembangunan hingga saat ini sangat tertinggal kondisinya dibandingkan dengan negara lain. Harus diakui bahwa sumberdaya alam daratan suatu pulau kecil
seperti sumberdaya air tawar, ruang, vegetasi, tanah, kawasan pantai, margasatwa dan sumberdaya lainnya terbatas. Karena keterbatasannya ini,
daya dukung pulau kecil dalam menopang kegiatan pembangunan secara berkelanjutan sustainable development juga biasanya tebatas. Mudahnya
keseimbangan ekologi lingkungan pulau terganggu, membuat pulau kecil merupakan sebuah kasus dalam pengelolaan lingkungan, baik dari segi
sumberdaya alam resources, ekonomi, maupun kegiatan-kegiatan yang saling berinteraksi didalamnya. Keterbatasan sumberdaya alam membuat kemampuan
mencukupi sendiri self sufficiency sangat sulit dicapai. Oleh karena itu, secara ekologis maupun ekonomis, pilihan-pilihan pola pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan yang berkesinambungan sustainable development di pulau- pulau kecil lebih sulit, tetapi bukan tidak mungkin prinsip-prinsip pembangunan
yang berkelanjutan tersebut dapat diterapkan. Dahuri 2003b menyebutkan bahwa sustainable development dapat
diartikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang
dalam memenuhi kebutuhannya. Sustainable development atau pembangunan berkelanjutan mengandung tiga unsur dimensi utama yang meliputi ekonomi,
ekologi dan sosial. Suatu kawasan pembangunan, secara ekonomis dianggap
berkelanjutan jika kawasan tersebut mampu menghasilkan barang dan jasa good and services secara berkesinambungan, memelihara pemerintahan dari
hutang luar negeri pada tingkatan yang terkendali dan menghindari ketidaksinambungan antar sektor yang dapat mengakibatkan kehancuran
produksi sektor primer, sekunder dan tersier. Suatu kawasan pembangunan dikatakan secara ekologis berkelanjutan an ecologically sustainable
areaecosystem manakala basis ketersediaan stok sumberdaya alamnya dapat dipelihara secara stabil, tidak terjadi eksploitasi berlebih terhadap
sumberdaya yang dapat diperbaharui renewable resources, tidak terjadi pembuangan limbah melampaui kapasitas asimilasi dan carrying capacity
lingkungan yang dapat mengakibatkan kondisi tercemar, serta pemanfaatan sumberdaya tidak dapat diperbaharui non-renewable resources yang dibarengi
dengan upaya pengembangan bahan substitusinya secara memadai. Sepaham dengan pembangunan berkelanjutan adalah pengelolaan
pesisir secara terpaduIntegrated Coastal Management ICM. Berbeda dengan konsep sustainable development yang lebih mengedepankan keterpaduan
antara dimensi ekonomi, ekologi dan sosial; dalam pengembangan konsep ICM lebih menekankan pada beberapa keterpaduan, diantaranya adalah keterpaduan
antar sektor, keterpaduan pemerintahan, keterpaduan keruangan, keterpaduan disiplin ilmu serta keterpaduan internasional yang tujuan akhirnya adalah
pembangunan wilayah pesisir yang optimal dan berkelanjutan. Berkaitan dengan pengembangan konsep sustainable development dan
konsep ICM, dapat ditarik benang merah keterkaitan antar keduanya. Oleh karena itu, dalam pengembangan satu kawasan sangat penting untuk
mengaitkan kedua konsep tersebut sehingga dicapai suatu pengembangan atau pembangunan seperti yang diinginkan.
Penelitian ini mengambil lokasi di Pulau Batam, dalam upaya untuk mengembangkan konsep-konsep sustainable development dan ICM. Dengan
luas 415 km
2
, Pulau Batam adalah salah satu pulau kecil yang dianggap telah berhasil dibangun baik secara fisik maupun ekonomi. Data pada bulan
Desember 1998 tercatat bahwa Pulau Batam berhasil menarik investasi swasta sebesar US 5.166.313,559 dengan komposisi 47,61 di kegiatan industri,
22,08 di kegiatan perdagangan dan jasa, 15,86 di kegiatan pariwisata, 14,03 di kegiatan perumahan dan 0,62 di kegiatan pertanian. Laju
pertumbuhan ekonomi di Pulau Batam pun mencapai angka pertumbuhan tertinggi di Indonesia. Sebelum krisis moneter, selama periode 1993 -1996
pertumbuhan ekonomi mencapai 17,4 pertahun, bahkan pada saat krisis tahun 1997 pertumbuhan ekonomi masih positif sebesar 12,5.
Gambaran yang menggembirakan tersebut, ternyata juga diikuti oleh dampak-dampak negatif, khususnya dampak lingkungan yang muncul di wilayah
pesisir pantai P. Batam. Hal ini diduga terkait dengan keberadaan kegiatan industri khususnya sektor konstruksi dan galangan kapal yang terkonsentrasi di
beberapa wilayah pesisir. Hal lain yang perlu menjadi catatan adalah bahwa pada kenyataannya pembangunan yang ada dan terjadi pada saat ini sudah
menyimpang atau tidak sesuai lagi dengan peruntukkan yang ditentukan dalam master plan. Perubahan lahan dari daerah hijau menjadi industri dan
peruntukkan lainnya terutama untuk industri mengakibatkan timbulnya dampak- dampak negatif seperti peningkatan jumlah limbah akibat kegiatan industri yang
muncul serta kecenderungan terjadinya peningkatan erosi dan sedimentasi yang dikhawatirkan akan berdampak lebih lanjut pada ekosistem pesisir dan laut di P.
Batam.
Penelitian yang berjudul “Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Batam” ini bertujuan untuk
melakukan analisis yang mendalam terhadap pemanfaatan lahan di Pulau Batam sehingga dihasilkan sistem pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan sesuai
dengan kaidah utama sustainable development yaitu keberlanjutan dari segi ekonomi, ekologi dan keberlanjutan dari segi sosial serta penerapan konsep ICM.
Diharapkan, hasil penelitian ini dapat menjadi model pembangunan yang berkelanjutan pada umumnya dan penerapan ICM pada khususnya terutama
untuk pengembangan dan pembangunan pulau-pulau kecil yang dapat direplikasikan untuk pembangunan pulau-pulau kecil lainnya di Indonesia.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah