Kebijakan Pengembangan P. Batam sebagai Pilot Proyek Pusat Pertumbuhan di Wilayah Barat

3 Segala biaya pembangunan proyek disisihkan dari anggaran PN. Pertamina. Keputusan tersebut kemudian disusul dengan Keputusan No. 74 tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam dan ditetapkan sebagai daerah industri. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa status daerah industri tersebut sebagai Entrepot Partikelir, dan dalam pasal 3 dan 4 disebutkan untuk mengkoordinir serta mengintegrasikan kegiatan-kegiatan dibentuk Badan Pimpinan Daerah Industri, dimana Badan Pimpinan tersebut merupakan penguasa dan bertanggung jawab kepada presiden. Untuk meningkatkan dan memperlancar pelaksanaan pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Presiden RI kemudian mengeluarkan Keputusan No. 41 tahun 1973 yang isinya seluruh P. Batam dinyatakan sebagai daerah industri. Pembinaan pengendalian dan pengusahaan daerah industri P. Batam masing-masing diselenggarakan oleh dan dipertanggungjawabkan kepada Badan Pengawas Daerah Industri P. Batam, Otorita Pengembangan Daerah Industri P. Batam. Untuk menjadikan P. Batam sebagai wilayah pertumbuhan maka dilakukan upaya untuk mempermudah masuknya industri baik dari luar maupun dari dalam guna mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menggairahkan kegiatan di semua faktor khususnya industri. Upaya ini didorong tekad pemerintah dengan menerbitkan Keputusan Presiden No. 33 tahun 1974 yang menentapkan Kawasan Batu Ampar Sekupang dan Kabil sebagai Bonded Warehouse yang selanjutnya berubah dengan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1978 dan menentapkan seluruh wilayah P. Batam sebagai Bonded Area. Selanjutnya guna menunjang percepatan pertumbuhan P. Batam diterbitkan beberapa KEPPRES dan Surat Kepmen, antara lain: 1 Surat Keputusan No. 1 tahun 1978 oleh Ketua Badan Koordinator Penanaman Modal tentang Pemberian Pelimpahan Wewenang Pengurusan dan Penilaian Permohonan Penanaman Modal di Daerah Bonded P. Batam kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. 2 Surat Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1978 tentang Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran serta Pemindahan Barang Kedalam dan Keluar Wilayah Usaha Bonded Warehouse di Daerah Industri P. Batam. 3 Pada tanggal 8 Januari 1983, ditetapkan P. Batam sebagai daerah berstatus khusus di bidang keimigrasian dalam rangka menunjang pengembangan P. Batam sebagai daerah rawan industri, wilayah usaha bonded warehouse dan pariwisata. 4 Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 70kpl1983 tentang Pelimpahan Wewenang di Bidang Perdagangan dan Koperasi kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri P. Batam. 5 Surat Keputusan Presiden No. 56 tahun 1984 tentang Penambahan Wuilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan penetapannya sebagai wilayah usaha Bonded Warehouse, atas Pulau Janda Berias, P. Tanjung Sauh, P. Ngenang dan Pulau Moimoi. Hasil upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Badan Satuan Pelaksana Otorita Pengembangan Daerah Industri P. Batam dapat dilihat dari beberapa peningkatan beberapa indikator antara lain peningkatan jumlah penduduk, tenaga kerja, jumlah perusahaan, jumlah wisatawan, instansi pemerintah dan swasta, penerimaan devisa dan penerimaan PEMDA. Lonjakan pertumbuhan 8 indikator tersebut dapat mencerminkan pertumbuhan di P. Batam. PRC 1998 menyatakan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi di P. Batam sampai dengan 1998 adalah 17 pertahun. Dari sudut pandang lain khususnya dari sektor sosial dan pemerintahan terjadi ketimpangan. Sejak tahun 1983 telah dirasakan tuntutan peningkatan adminstrasi pemerintah karena saat itu P. Batam masih ditangani oleh pemerintah tingkat kecamatan sedangkan investasi telah mencapai US 510 juta. Oleh karenanya melalui PP No. 34 tahun 1983 tanggal 7 Desember 1983, ditetapkan Kota Madya Batam di wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Riau. Pada tanggal 24 Desember 1983 secara resmi didirikan Kota Madya Batam oleh Menteri Dalam Negeri. Untuk menghindari tumpang tindih tanggung jawab, pada tanggal 23 Januari 1984 dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 7 tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara Kota Madya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Namun layaknya kapal apabila dinahkodai oleh dua orang maka akan sulit terjadi kesepahaman yang berarti mengganggu operasi dan jalannya kapal dalam mencapai tujuan. Dari beberapa hal yang telah diungkapkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan P. Batam merupakan upaya menangkap peluang pertumbuhan yang tinggi di Selat Malaka. Indikasi ini dapat terlihat dari pertumbuhan ekonomi P. Batam setelah dilakukan pengelolaan secara khusus hingga rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai 17 pertahun dengan pendapatan perkapita mencapai US 1.400, sehingga dapat dikatakan bahwa P. Batam merupakan pusat pertumbuhan baru untuk wilayah barat Indonesia. Namun demikian, perkembangan P. Batam yang pesat juga diiringi dengan masalah-masalah sosial yang timbul seperti kesenjangan pendapatan antara pelaku-pelaku ekonomi dan masyarakat asli, pendatang dan pemukim liar, selain kesenjangan dengan pulau-pulau lain disekitarnya yang belum terselesaikan dengan tuntans. Kesenjangankonflik juga terjadi antara OPDIP Batam dengan Pemerintah Kota Madya Batam yang harus segera diselesaikan melalui pembagian tugas yang jelas disertai dengan dasar hukum yang tegas.

4.3.2 Kebijakan Pulau Batam sebagai Daerah Pengembangan Khusus

Berbeda dengan daerah-daerah lain, Pulau Batam dikembangkan oleh institusi yang merupakan perpanjangan langsung Pemerintah Pusat. Sebagai institusi yang berinduk ke pusat, maka Otorita Batam langsung bertanggung jawab kepada Presiden Keppres 74 tahun 1971. Kekhususan ini dimaksudkan untuk mempercepat menangkap peluang, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi, selain itu juga mengamankan daerah di wilayah perbatasan. Dalam Keppres No. 41 tahun 1971, peran Otorita Batam, PEMDA ditugaskan antara lain seluruh P. Batam dinyatakan sebagai daerah industri, pembinaan, pengendalian dan pengusahaan daerah Industri P. Batam masing- masing diselenggarakan oleh dan dipertanggungjawabkan kepada Badan Pengawas Daerah Industri P. Batam, Otorita Pengembangan Daerah Industri P. Batam OPDIP. Kekhususan sangat terlihat dengan diberikannya beberapa pelimpahan khusus dari beberapa instansi, diantaranya: • Diberikannya hak-hak pengelolaan kepada OPDIP Batam, untuk mengelola dan menggunakan tanah daerahwilayah OPDIP Batam termasuk P. Jandaberias, P. Tanjung Sauh, P. Nginang dan P. Kasim. • Pelimpahan hak dari Ketua BKPM untuk pengurusan dan penilaian pemohon penanaman modal ke daerah Bonded P. Batam kepada Ketua OPDIP Batam. • Pelimpahan wewenang dari Menteri Perdagangan dan Koperasi di bidang Perdagangan dan Koperasi kepada Ketua OPDIP Batam. • SK Menteri Perhubungan yang memberikan hak pembangunan pelabuhan Sekupang, Batu Ampar, Nongsa dan Kabil untuk dilakukan oleh OPDIP Batam. Kekhususan yang sangat dirasakan mendorong pengembangan industri di P. Batam adalah dengan ditetapkannya seluruh wilayah P. Batam sebagai Bonded Area melalui Keppres No. 41 tahun 1978. Bahkan berdasarkan pada Keppres No. 28 tahun 1992, maka seluruh P. Batam, Rempang, Galang dan Galang Besar ditetapkan sebagai kawasan Bonded Zone, dan dengan ketentuan bahwa seluruh pulau adalah kawasan berikat maka kawasan Barelang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah-pisah atau dipagar. Dukungan lain yang diberikan khusus kepada OPDIP Batam antara lain: 1 Perpajakan bebas PPn, PPnBM dan BM. 2 Kemudahan dan penyederhanaan perijinan. 3 Harga sewa lahan dan buruh yang relatif murah. Beberapa kekhususan yang diberikan bagi pembangunan P. Batam telah menghasilkan nilai-nilai yang positif yang dapat dinilai dari pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, peningkatan investasi PMA dan PMDN, peningkatan PDRB dan PDRB perkapita, peningkatan penerimaan pajak serta peningkatan jumlah tenaga kerja. Hasil positif ini dicapai karena adanya kemudahan dan kecepatan di dalam proses baik di dalam perijinan, usaha, pembangunan, pemasukan dan pengolahan barang di pelabuhan dan kawasan industri. Hasil positif juga