Kebijakan Pulau Batam sebagai Daerah Pengembangan Khusus
Kekhususan sangat terlihat dengan diberikannya beberapa pelimpahan khusus dari beberapa instansi, diantaranya:
• Diberikannya hak-hak pengelolaan kepada OPDIP Batam, untuk mengelola dan menggunakan tanah daerahwilayah OPDIP Batam
termasuk P. Jandaberias, P. Tanjung Sauh, P. Nginang dan P. Kasim. • Pelimpahan hak dari Ketua BKPM untuk pengurusan dan penilaian
pemohon penanaman modal ke daerah Bonded P. Batam kepada Ketua OPDIP Batam.
• Pelimpahan wewenang dari Menteri Perdagangan dan Koperasi di bidang Perdagangan dan Koperasi kepada Ketua OPDIP Batam.
• SK Menteri Perhubungan yang memberikan hak pembangunan pelabuhan Sekupang, Batu Ampar, Nongsa dan Kabil untuk dilakukan
oleh OPDIP Batam. Kekhususan yang sangat dirasakan mendorong pengembangan industri
di P. Batam adalah dengan ditetapkannya seluruh wilayah P. Batam sebagai Bonded Area melalui Keppres No. 41 tahun 1978. Bahkan berdasarkan pada
Keppres No. 28 tahun 1992, maka seluruh P. Batam, Rempang, Galang dan Galang Besar ditetapkan sebagai kawasan Bonded Zone, dan dengan ketentuan
bahwa seluruh pulau adalah kawasan berikat maka kawasan Barelang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah-pisah atau dipagar.
Dukungan lain yang diberikan khusus kepada OPDIP Batam antara lain: 1 Perpajakan bebas PPn, PPnBM dan BM.
2 Kemudahan dan penyederhanaan perijinan. 3 Harga sewa lahan dan buruh yang relatif murah.
Beberapa kekhususan yang diberikan bagi pembangunan P. Batam telah menghasilkan nilai-nilai yang positif yang dapat dinilai dari pertumbuhan ekonomi
yang semakin baik, peningkatan investasi PMA dan PMDN, peningkatan PDRB dan PDRB perkapita, peningkatan penerimaan pajak serta peningkatan jumlah
tenaga kerja. Hasil positif ini dicapai karena adanya kemudahan dan kecepatan di dalam proses baik di dalam perijinan, usaha, pembangunan, pemasukan dan
pengolahan barang di pelabuhan dan kawasan industri. Hasil positif juga
memperlihatkan pertumbuhan yang sangat cepat seperti pertumbuhan penduduk, pertumbuhan investasi, pertumbuhan ekspor impor dan sebagainya.
Namun demikian, ada ekses-ekses negatif yang timbul akibat percepatan pembangunan di P. Batam. Berkait dengan perpajakan maka penetapan P.
Batam Barelang sebagai Kawasan Bonded Zone Kawasan Berikat menjadi daya tarik sendiri, karena masih menjadi perdebatan khususnya terhadap makna
dan status hukumnya. Menurut PP No. 361996, Kawasan Berikat merupakan kawasan khusus di dalam daerah pabean yang dibatasi dengan pagar guna
menyampur dan mengolah bahan baku dan tidak dihuni oleh penduduk. Apabila zone bebas untuk penyimpanan dan pengolahan terletak di luar daerah pabean
seharunya bernama Kawasan Perdagangan Bebas atau free trade zone UU No. 36 tahun 2000. Free Trade Zone menurut Khyoto Convention dirumuskan
sebagai wilayah suatu negara yang berada di luar daerah pabean yang memperoleh pembebasan bea masuk, pajak penjualan barang mewah dan pajak
penambahan nilai. Di dalam free trade zone dapat dilakukan kegiatan penyimpanan ware housing dan atau alih kapal transshipping, mengubah
bentukan transforming dan pengolahan processing atau manufacturing. Kenyataannya pengembangan P. Batam merupakan satu kesatuan
wilayah pengembangan. Seluruh kegiatan baik pemerintahan, perencanaan kegiatan dan manufacturing dan jasa termasuk pabean adalah merupakan
wilayah kegiatan yang mengatur dan tidak terpisah-pisahkan oleh batas yang tajam termasuk keberadaan penduduknya. Apabila melihat kenyataan ini maka
secara de facto P. Batam adalah daerah perdagangan besar dan pelabuhan bebas atau extrade zones, namun secara de jure P. Batam adalah Kawasan
Berikat bonded zone. Ketidakpastian hukum ini masih diperdebatkan dan terjadi tarik menarik
beberapa kepentingan dan keputusan yang diambil masih berubah-ubah. Alternatif yang diperdebatkan untuk zona bebas di P. Batam adalah:
1 Kondisi tetap seperti yang sekarang. 2 Ditugaskan menjadi daerah perdagangan bebas di seluruh P. Batam.
3 Sebagian P. Batam ditetapkan sebagai daerah bebas seperti pelabuhan dan kawasan industri.
Kondisi ini sangat tidak menguntungkan, karena masyarakat pebisnis dan para investor menilai tidak ada kepastian hukum Kompas, 25 Maret 2005.
Akibatnya ada kekhawatiran tidak ada jaminan keamanan dan investasi ataupun berusaha untuk jangka panjang di P. Batam. Kekhawatiran berarti
ketidaktertarikan untuk berinvestasi dari para investor baik yang sudah berusaha di P. Batam maupun yang baru ingin mencoba berusaha dan berinvestasi di P.
Batam. Isu ini akan terus berkembang selama belum ada kepastian hukum dan dapat menimbulkan pandangan bahwa ada P. Batam adalah daerah yang tidak
menguntungkan untuk berinvestasi. Informasi dari harian Kompas tersebut juga memberitakan tentang 25 PMA yang mengancam henkang dari P. Batam.
Ancaman hengkang tersebut timbul dikarenakan beberapa hal : 1 Penundaan pemberlakuan PPn, PPnBM dan BM selama 5 kali.
2 Tidak adanya jaminan keamanan dan kepastian hukum, berupa lahirnya UU FTZ Kota Batam.
3 Reaksi buruh dalam bentuk dan mogok kerja. 4 Kenaikan Upah Minimum Regional UMR selama 5 tahun yang
mencapai angka 250. 5 Adanya birokrasi serta pungutan liar yang dilakukan oleh oknum Bea
Cukai yang cukup siginifikan, mencapai 20. 6 Adanya tekanan dan pemaksaan yang dilakukan oleh oknum pajak
yang lebih mementingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan negara.
7 Tidak adanya aturan perpajakan standar, antara ketentuan Pusat dan Daerah yang membingungkan para investor apalagi diberlakukan
surut seperti PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak BKP dan Jasa Kena Pajak JKP dari luar daerah pabean pada periode 1
Januari 1995 sampai dengan 31 Desember 2003. Permasalahan lain yang berkaitan dengan kekhususan P. Batam adalah
dualisme kepemimpinan dalam satu wilayah kerja, yaitu pimpinan OPDIP Batam dan pimpinan wilayah Kota Madya Batam Walikota Batam. Dapat dibayangkan
bahwa konflik pasti akan terjadi seperti halnya satu kapal yang dipimpin oleh dua nahkoda. Namun kenyataan sampai saat ini pembangunan dan pengembangan
di P. Batam dapat berjalan disebabkan karena adanya saling pengertian kedua
pimpinan. Bila kedua pimpinan bersikeras dengan dasar-dasar hukum yang ada maka akan terjadi konflik dan perselisihan karena adanya tumpang tindih
tanggungjawab dalam satu wilayah kerja yang sama.