Pulau Batam Sebagai Pulau Kecil

3 Spatial Harmony Menurut Dahuri 2003a, Tata ruang suatu wilayah harus mempunyai Spatial Harmoni atau keharmonisan ruang, yaitu antara ruang untuk kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan dengan ruang untuk kepentingan pelestarian lingkungan yang dituangkan dalam peta tata ruang.

2.1.3 Pulau Batam Sebagai Pulau Kecil

Dengan luas 415 km 2 , Pulau Batam dapat digolongkan sebagai pulau kecil bila mengacu pada SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 Tahun 2000. Sesuai dengan acuan tersebut, yang dimaksud dengan pulau kecil adalah pulau yang mempunyai area kurang dari atau sama dengan 10.000 km 2 , dengan jumlah penduduk kurang dari atau sama dengan 200.000 orang DKP, 2001. Batasan lain mengenai pulau kecil sangat beragam, antara lain dikatakan bahwa pulau kecil adalah pulau dengan luas area maksimum 5.000 km 2 CSC, 1984; pulau dengan ukuran kurang dari 10.000 km 2 atau lebarnya kurang dari 10 km serta mempunyai keterbatasan air tawar Diaz dan Huertas, 1986; serta pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2 UNESCO, 1991. Namun demikian, karena banyak pulau yang berukuran antara 1.000 – 2.000 km 2 ternyata memiliki karakteristik dan permasalahan yang sama dengan pulau yang ukurannya kurang dari 1.000 km 2 , maka terminologi pulau kecil yang lebih tepat dan sesuai dengan hasil keputusan UNESCO 2001 menurut Bengen dan Retraubun 2006 adalah pulau yang berukuran kurang dari atau sama dengan 2.000 km 2 . Pulau kecil merupakan habitat yang terisolasi dengan habitat lain. Keterisolasian suatu pulau akan menambah keaneka ragaman hayati yang hidup di pulau tersebut, juga dapat membentuk kehidupan yang unik. Selain itu pulau kecil pada umumnya mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi species endemik yang tinggi dibandingkan dengan pulau kontinen, dan juga mempunyai daerah tangkapan air catchment area yang relatif kecil, sehingga kebanyakan air dan sedimen hilang ke dalam air. Ditinjau dari segi budaya masyarakat, pada umumnya penduduk di pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda dengan budaya masyarakat di kontinen dan daratan. Perpindahan penduduk dan masuknya teknologi ke pulau kecil, sedikit atau banyak akan mempengaruhi kebudayaan mereka. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh pulau kecil seperti kecilnya areal daratan, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang terampil, menyebabkan sulitnya pulau kecil untuk tumbuh cepat dan mandiri. Beberapa kendala yang dihadapi pulau-pulau kecil dalam mengembangkan daerahnya, menurut Bengen dan Retraubun 2006 antara lain: 1 Ukurannya yang kecil dan isolasi keterasingan menyebabkan penyediaan sarana dan prasarana menjadi sangat mahal, dan sumberdaya manusia yang handal menjadi langka. Luas pulau yang kecil itu sendiri bukanlah merupakan suatu kelemahan, jika barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi oleh penghuninya terdapat di pulau tersebut. Akan tetapi, petambahan jumlah penduduk yang besar, baik akibat kelahiran dan perpindahan penduduk mengakibatkan jumlah barang yang di produksikan dan dikonsumsi akan meningkat semakin besar pula. Dalam kasus seperti ini, maka akan dibutuhkan pasar yang lebih besar untuk menjual barang yang diproduksikan dan juga membeli kebutuhan lainnya untuk dikonsumsi, dan pada umumnya terletak cukup jauh dari pulau. 2 Kesukaran atau ketidakmampuan untuk mencapai skala ekonomi economic scale yang optimal dan menguntungkan dalam administrasi, usaha produksi dan transportasi turut menghambat pembangunan dihampir seluruh pulau- pulau kecil di dunia Brookfield, 1990; Hein, 1990. 3 Ketersediaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan seperti air bersih, vegetasi, tanah, ekosistem pesisir coastal ecosystem, dan satwa liar, pada akhirnya menurunkan daya dukung suatu sistem pulau kecil dalam menopang kehidupan manusia penghuni dan segenap kegiatan pembangunan. 4 Produktifitas sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan seperti pengendalian erosi yang terdapat di semua unit ruang lokasi di dalam pulau dan yang terdapat di sekitar pulau seperti terumbu karang dan perairan pesisir, saling terkait satu sama lain secara erat Mc. Elroy et al, 1990. Sebagai contoh dalam kasus ini adalah yang terjadi di Pulau Palawan, Philipina, dan beberapa pulau di Karibia Timur, dimana penebangan hutan di lahan darat yang dilakukan secara tidak terkendali, telah meningkatkan laju erosi dan sedimentasi di perairan pesisir. Hal ini mengakibatkan rusaknyamatinya ekosistem terumbu karang, dan pada akhirnya menghancurkan industri perikanan pantai dan pariwisata bahari Hodgson dan Dixon, 1988; Lugo, 1990. 5 Budaya lokal kepulauan kadangkala bertentangan dengan kegiatan pembangunan. Contohnya pariwisata yang akhir-akhir ini dianggap sebagai dewa penolong panacea bagi pembangunan pulau kecil, tetapi di beberapa pulau kecil budaya yang dibawa oleh wisatawan asing diangap tidak sesuai dengan adat atau agama setempat Francillon, 1990. Di negara-negara maju seperti Jepang misalnya, beberapa buah pulau dibuat khusus dan jumlah pulau buatan ini akan terus meningkat dengan kecepatan relatif tinggi. Di Teluk Tokyo dan Teluk Osaka, sebagai contoh, selain daratan diperluas lewat reklamasi juga banyak pulau dibentuk seperti pembuatan pulau baru untuk lapangan udara di Osaka. Di Indonesia, hal yang sebaliknya terjadi dimana di kepulauan Seribu dilaporkan banyak pulau yang hilang . Bahkan sebagian pulau di Kep. Riau dikeruk untuk mendukung kebutuhan tanah uruk negara lain Singapore dan Malaysia. Beberapa pulau bahkan sudah dikuasai atau dimanfaatkan secara sepenuhnya atau sebagian oleh pribadi, organisasi, atau sekelompok masyarakat tertentu seperti P. Putri untuk pariwisata, P. Air untuk pemukiman pribadi, P. Nyamuk Besar dan P. Jong untuk perhubungan dan ada beberapa pulau yang telah dirobah sedemikian rupa dengan pengerukan P. Air atau penggalian P. Kelapa dan pengurugan P. Kaliangen. Diperkirakan dengan adanya kegiatan tersebut akan timbul dampak negatif terhadap biota baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap habitat. Apabila kerusakan lingkungan terus terjadi maka flora dan fauna pada pulau-pulau kecil akan terancam dan terus menurun yang selanjutnya akan mengurangi keanekaragaman hayati daerah tersebut. Bila ini terjadi maka pada suatu saat pulau-pulau ini tidak akan layak lagi untuk dihuni. Oleh karena itu harus ada suatu perencanaan yang baik untuk tercapainya pembangunan yang berkelanjutan di pulau-pulau tersebut. Melihat akan segala potensi, permasalahan dan kendala yang ada pada pulau-pulau kecil bukan berarti bahwa pulau-pulau kecil tersebut tidak dapat dibangun atau dikembangkan sama sekali, akan tetapi pola pembangunannya harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis khususnya adalah bahwa pembangunan tersebut secara keseluruhan tidak boleh melebihi daya dukung dari pulau-pulau tersebut sehingga dampak negatif fisik dan non-fisik dari kegiatan pembangunan harus ditekan seminimal mungkin untuk tidak melebihi daya dukung pulau tersebut. Disamping itu juga pembangunan tersebut harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya yang dimiliki pulau tersebut. Untuk itu sebelum suatu kegiatan dilakukan terhadap suatu pulau kecil tertentu maka terhadap pulau tersebut perlu dilakukan suatu studi yang komprehensif menyangkut pulau tersebut yang meliputi ekosistem dan sumberdaya yang terkandung didalamnya. Dikarenakan karakterisitik pulau-pulau kecil yang unik dan pada umumnya mempunyai kerentanan vulnerability dan peka terhadap berbagai macam tekanan manusia anthropogenic maupun tekanan alam, maka dalam pemanfaatannya harus lebih hati-hati. Agar penggunaannya dapat berkelanjutan maka secara garis besar eksosietm pulau-pulau kecil itu harus bisa dipilah menjadi tiga mintakat yaitu: i mintakat preservasi; ii mintakat konservasi; dan iii mintakat pemanfaatan. Untuk itu perlu dilakukan penataan ruang terhadap ekosistem pulau-pulau kecil tersebut. Mintakat i dan ii menurut UU N0. 241992 tentang penataan ruang disebut sebagai kawasan lindung sedangkan mintakat iii sebagai kawasan budidaya Dahuri et al, 1995. Mintakat preservasi adalah suatu daerah yang memiliki ekosistim unik, biota endemik, atau proses-proses penunjang kehidupan seperti daerah pemijahan, daerah pembesaran dan alur migrasi biota perairan. Pada mintakat ini kegiatan yang diperbolehkan hanyalah pendidikan dan penelitian ilmiah, tidak diperkenankan adanya kegiatan pembangunan. Mintakat konservasi adalah daerah yang diperuntukan bagi kegiatan pembangunan pemanfaatan secara terbatas dan terkendali misalnya kawasan hutan mangrove atau terumbu karang untuk kegiatan wisata alam ecotourism, sementara itu mintakat pemanfaatan diperuntukan bagi kegiatan pembangunan yang lebih intensif seperti industri, tambak, pemukiman, pelabuhan dan sebagainya. Melihat akan penjelasan menyangkut pembagian zone-zona tersebut dan dikaitkan dengan karakterisitik biofisik pulau-pulau kecil maka dapat dikatakan bahwa pemanfaatan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan cermat. Untuk itu sebelum menempatkan kegiatan pembangunan yang secara ekologis sesuai untuk pulau-pulau kecil maka perlu diidentifikasikan terlebih dulu kelayakan biofisik pulau tersebut sehingga dapat ditentukan kesesuaian penggunaan setiap lokasi dari pulau kecil tersebut. Dengan demikian kita dapat membuat peta tata ruang tata guna lahan untuk wilayah pulau-pulau kecil. Selanjutnya setelah kita berhasil memetakan setiap kegiatan pembangunan yang secara ekologis sesuai dengan lokasi tersebut maka hal berikut yang harus kita buat adalah menentukan laju optimal setiap kegiatan pembangunan sosial, ekonomi dan ekologis yang menguntungkan dan ramah lingkungan yaitu suatu kegiatan pembangunan yang tidak melebihi daya dukung dari wilayah tersebut dan daya pulih recovery atau daya lenting resilience dari sumberdaya yang dimanfaatkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat lokal dan nasional Dahuri et al , 1996; Dahuri, 1998.

2.1.4 Pembangunan Berkelanjutan Melalui Penataan Ruang