3 SWP Nongsa dengan luas 3.700 Ha. 4 SWP kabil dengan luas 5.165 Ha.
5 SWP Duriangkang – Tanjung Plaju dengan luas 8.227Ha. 6 SWP Tanjung Uncang – Saguling dengan luas 6.789Ha.
7 SWP Sekupang dengan luas 4.563 Ha. 8 SWP Muka Kuning dengan luas 6.931 Ha.
Sampai dengan tahun 1998 yang digunakan adalah master plan P. Batam yang dievaluasi tahun 1991. Pada tahun 1998 pun evaluasi master plan tahun
1991 sedang dilaksanakan namun sampai akhir tahun 1998 evaluasi master plan tersebut belum selesai. Di dalam evaluasi master plan 1986 menjadi master plan
1991, prinsip Tata Guna Lahan untuk peruntukan usaha tidak jauh berbeda. Perbedaan yang sangat terlihat adalah perluasan peruntukan yang
mengakibatkan perubahan fungsi lahan lihat Gambar 20 dan 21. Perubahan ini
disebabkan pesatnya permintaan lahan untuk industri, jasa dan perumahan. Sampai dengan evaluasi master plan 1991 konsep utama yaitu
perbandingan daerah terbangun dan tidak terbangun berbanding 40 : 60. Untuk daerah terbangun dibagi dalam 5 lima peruntukan utama, yaitu Peruntukan
Jasa Pertokoan, Peruntukan Perumahan, Peruntukan Industri, Peruntukan
Perkebunan Pertanian dan Pariwisata Gambar 20.
4.4.2 Master Plan 1991 1 Perkembangan luasan tata guna lahan
Peruntukkan lahan bagi kegiatan pembangunan mengacu pada master plan 1991 adalah untuk kegiatan jasa perkotaan, perumahan, industri, fasilitas
umum, pertanian dan pariwisata. Rencana pemanfaatan lahan menurut Master
Plan 1991 adalah 7.356 ha atau sudah direalisasikan 45,16. Tabel 16.
memperlihatkan Master Plan tahun 1991 dari lahan yang direncanakan untuk dialokasikan.
Tabel 16. Perkembangan Luasan Guna Lahan berdasar Master Plan P. Batam 1991.
TAHUN PERKEMBANGAN Kegiatan guna
lahan 1994 1995 1996 1997 1998
Ketersediaan Lahan [ha]
1 Jasa perkotaan
414,40 519,19 519,19 738,19 847,68 1.224,28
2 Perumahan 940,59 1.107,30 1.408,63 1.709,23 1.859,51
4.529,68 3 Industri
632,00 752,00 1.114,48
1.527,30 1.733,71
3.035,24 4 Fasilitas
Umum 335,30 351,80 990,10
1.588,65 1.887,93
3.189,29 5 Pertanian
128,00 128,00 148,00 148,00 148,00 1.411,51
6 Pariwisata 168,63 168,83 579,50 779,50 879,50
3.296,43 Total
2.619,52 3.027,12 4.759,90 6.490,87 7.356,33 16.686,43
Sumber: Master Plan 1991; Interim Report Evaluasi Master Plan Barelang 2006
Dari master plan 1991 tersebut areal P. Batam yang diperuntukkan bagi pembangunan perumahan, industri, pariwisata, pertanian dan sebagainya
mencapai 16.686,43 ha atau 40,11 dari total luas P. Batam. Dengan demikian, luas area yang tidak dibangun adalah seluas 24.913,57 ha atau 59,89 dari luas
total P. Batam, dan area ini dianggap sebagai zona konservasi atau preservasi. Mengacu pada Dahuri 2003 yang telah membagi tiga zona masing-
masing zona pembangunan, konservasi dan preservasi dengan persentase masing-masing zona sebesar 60 : 20 : 20, maka dapat dikatakan bahwa master
plan 1991 sudah sesuai persyaratan yang diinginkan dan bahkan menyisakan area konservasi dan preservasi yang lebih besar dibandingkan dengan area
untuk kegiatan pembangunan Tabel 17.
Proporsi zona konservasi dan preservasi yang lebih besar dibandingkan dengan zona pembangunan dilakukan untuk menghindari terjadinya salah satu
ancaman utama untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan sustainable development yaitu terjadinya over eksploitasi yang berlebihan atas sumberdaya
lahan. Proporsi tersebut sekaligus juga menggambarkan keharmonisan spasial spatial harmony sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Dahuri 2003
bahwa tata ruang suatu wilayah harus mempunyai spatial harmony atau keharmonisan ruang, yaitu antara ruang untuk kegiatan manusia dan kegiatan
pembangunan 60 dengan ruang untuk kepentingan pelestarian lingkungan 40.
Tabel 17. Proporsi Masing-masing Zona Berdasarkan Master Plan
Prosentase Luas Zoning Terhadap Luas Pulau Batam No
Jenis Zona
Prosentase menurut Dahuri [2003]
Prosentase Pada Master Plan P. Batam 1991
1 Zoning Pembangunan
60 40.11
2 Zoning Konservasi
20 3 Zoning
Preservasi 20
59.89
Total 100
100,00 Sumber: Hasil Analisis 2005.
2 Angka pertumbuhan penggunaan lahan masing-masing sektor
Direncanakan angka pertumbuhan penggunaan lahan tertinggi dicapai oleh sektor industri sebesar 9,07 per tahun dan sektor jasa 8,84 per
tahun. Sektor lainnya juga masih menunjukkan angka pertumbuhan yang tinggi, masing-masing sektor pariwisata sebesar 5,37 per tahun dan perumahan
sebesar 5,06 per tahun. Kekecualian hanya pada sektor pertanian dimana angka pertumbuhannya relatif rendah, yakni hanya 0,01 per tahun.
Angka pertumbuhan luasan guna lahan tertinggi untuk sektor perumahan terjadi pada kurun waktu tahun 1996-1997 dengan angka pertumbuhan
mencapai 6,65 dan 6,63. Pada kurun waktu yang sama juga terjadi angka pertumbuhan yang tinggi untuk sektor industri, dimana angka pertumbuhannya
sangat fantastis, mencapai 11,94 dan 13,60. Tingginya angka pertumbuhan luasan guna lahan ini juga diiringi oleh pertumbuhan luasan guna lahan untuk
sektor pariwisata dan jasa. Angka pertumbuhan tertinggi untuk sektor pariwisata tercapai pada tahun 1996 yang mencapai 12,43 dan untuk sektor jasa pada
tahun 1997 dengan angka pertumbuhan mencapai 17,89. Tabel 18
memperlihatkan rencana alokasi lahan berdasarkan pada master plan 1991.
Tabel 18. Rencana Alokasi Perkembangan Luasan Guna Lahan berdasar
Master Plan P.Batam 1991.
Tahun Perkembangan ha dan Tingkat Pertumbuhan
No. Kegiatan guna
lahan Sektor
1994 1995 1996 1997 1998 Rata-rata
Pertumbuhan
940,59 1.107,30 1.408,63 1.709,23 1.859,51 1 Perumahan
- 3,68 6,65 6,63 3,31 5,06
632 752 1.114,48 1.527,30 1.733,71
2 Industri - 3,95 11,94 13,60 6,80
9,07 128 128 148 148 148
3 Pertanian - 0,00 2,00 0,00 0,00
0,01 168,53 168,83 579,50 779,50 879,50
4 Pariwisata - 0,30 12,42 6,06 3,03
5,37 414,40 519,19 519,19 738,19 847,68
5 Jasa - 8,56 0,00 17,89 8,94
8,84 Sumbe r: Master Plan 1991; Interim Report Evaluasi Master Plan Barelang 1991
4.4.3 Realisasi Pengalokasian Berdasarkan Master Plan 1991 1 Perkembangan luasan tata guna lahan dan keharmonisan spasial
Dibandingkan dengan data yang bersumber dari master plan P. Batam tahun 1991, maka berdasarkan data realisasi pengalokasian lahan di P. Batam
hingga tahun 1998 berdasarkan ijin prinsip pengalokasian lahan menunjukkan adanya penambahan pengalokasian lahan untuk lapangan golf termasuk
lingkungan hijau, open space, dan kawasan olah raga selain golf. Adapun lahan yang sudah teralokasi berdasarkan data tersebut sudah mencapai 14.545,85 ha
atau mencapai 37,17 dari luas P. Batam. Namun demikian kondisi ini belum mengganggu keharmonisan spasial oleh karena masih berada di bawah angka
16.686,43 ha 40,11. Untuk jelasnya Tabel 19 menyajikan data realisasi
pengalokasian lahan di P. Batam hingga 1998 berdasarkan ijin prinsip
pengalokasian lahan P. Batam dan Tabel 20 yang menyajikan perbandingan
alokasi lahan pada zona pembangunan.
Tabel 19. Data Realisasi Pengalokasian Lahan di P.Batam hingga 1998 Berdasarkan Ijin Prinsip Pengalokasian Lahan [PL] P.Batam
1995 1996 1997 1998
Rata-rata Peningkatan
No Kegiatan guna lahan
[Ha] [Ha] [Ha] [Ha]
1 Jasa perkotaan
567,04 595,30
783,90 741,06
4,98 31,68
-5,46
10,40
2 Perumahan
2.318,62 2.495,75 2.991,58 3.006,70 7,64
19,87 0,51
9,34
3 Kumulatif Industri
2.285,34 2.594,92 3.196,02 3.268,87 13,55
23,16 2,28
13,00
4 Fasilitas Umum
3.403,64 3.810,51 3.845,36 3.847,43 11,95
0,91 0,05
4,31
6 Pertanian+Perkebunan 558,82 563,65 588,52 588,82
0,86 4,41
0,05
1,78
7 Pariwisata
1.379,60 1.379,60 1.404,51 1.404,51 -
1,81 -
0,60
8 Lapangan golf [terma
suk lingkungan hijau, open space,kawasan
olah raga selain golf} 1.605,75 1.605,75 1.605,75 1.688,76
- -
5,17
1,72
Total 12.118.81 13.045.48 14.449.65 14.545.85
Sumber: Interim Report I.Evaluasi Master Plan Barelang
Tabel 20. Perbandingan Alokasi Lahan berdasarkan Master Plan tahun 1991 dan Pengalokasian tahun 1998.
Master Plan 1991 Pengalokasian 1998
No Zona Luas
ha Luas ha
1 Pembangunan
16.686,43 40,11 14.545,85 37,36 2
Total Pulau Batam 41.600,00
- 41.600,00
-
Sumber: Interim Report I.Evaluasi Master Plan Barelang
2 Angka pertumbuhan pengalokasian lahan masing-masing sektor
Peningkatan alokasi lahan selama periode 1995 hingga tahun 1997 sangat tinggi. Hal tersebut mengakibatkan kegiatan investasi di Pulau Batam
baik melalui PMA maupun PMDN ataupun kegiatan investasi yang bersumber dari non-Fasilitas PMAPMDN terus meningkat selama periode 1995 hingga
1997. Namun demikian, pada tahun 1998 kegiatan investasi sangat menurun yang antara lain diakibatkan terjadinya resesi ekonomi. Indikasi ini terlihat jelas
pada penurunan yang sangat tajam pada jumlah lahan yang dialokasikan. Pada tahun 1997 alokasi lahan mencapai 1.404,17 ha, sedangkan pada tahun 1998