3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di wilayah pesisir Pulau Batam. Pulau Batam sendiri merupakan bagian wilayah Propinsi Riau yang terletak di Selat Malaka
dan berbatasan langsung dengan Negara Singapura Gambar 11. Adapun
waktu penelitian adalah pada awal tahun 2004 sampai dengan pertengahan tahun 2005. Dengan memperhatikan proses perkembangan pembangunan P.
Batam maka batas waktu cut off date dari pengambilan data yang akan diolah adalah sampai dengan tahun 1998.
Pertimbangan yang diambil adalah sebagai berikut : a.
Sejak tahun 1998 terjadi krisis ekonomi di Indonesia, termasuk kawasan P. Batam, sehingga dapat merubah konsep kebijakan yang telah ditetapkan
b. Pada tahun 19971998 telah terjadi penggantian kepemimpinan Ketua Otorita Batam, pada kepemimpinan ini baru visi yang dicanangkan,
dengan visi dan kebijakan awal maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kemungkinan besar akan berbeda.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup materi penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kawasan sebagai upaya pembangunan berkelanjutan di Pulau Batam adalah sebagai
berikut: a. Melakukan identifikasi lahan-lahan di P. Batam yang telah dialokasikan
peruntukannya. b. Melakukan identifikasi lahan-lahan yang telah dibangun serta dampak yang
ditimbulkan. c. Melakukan identifikasi pemanfaatan ruang dengan Rencana Tata Ruang
yang sudah ada. d. Melakukan analisis investasi yang ditanamkan di P. Batam, baik oleh pihak
pemerintah maupun swasta. e. Melakukan analisis kerusakan yang terjadi akibat pembukaan lahan dan
pelaksanaan kegiatan pembangunan di Pulau Batam.
55
Gambar 11. Lokasi Penelitian
f. Menganalisis biaya perbaikan pada lokasi-lokasi yang dianggap penting, dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang.
g. Menganalisis pemanfaatan lahan agar optimal dengan memperhatikan
daya dukung lingkungan dan potensi ekonomi.
3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi dua jenis, yaitu pengumpulan data primer dan data sekunder. Adapun data yang dikumpulkan meliputi data kondisi wilayah
Pulau Batam sesuai dengan lingkup penelitian, permasalahan dan prioritas masalah pembangunan, kondisi lingkungan eksternal dan internal baik faktor
penghambat maupun pendorong yang mempengaruhi pembangunan wilayah Pulau Batam.
3.3.1 Data primer
Data primer yang dibutuhkan meliputi data pengalokasian lahan dan pengecekan langsung pengalokasian lahan, pengambilan sampel, foto-foto dari
lokasi yang dianggap penting dan mewakili dalam analasis. Wawancara mendalam indepth interview dilakukan kepada pihak Otorita Batam dan
Pemerintah Kota Batam, terutama terkait dengan berbagai kebijakan, alokasi dan implementasi penggunaan lahan Secara terinci, pengambilan data primer
dilakukan melalui berbagai kegiatan, antara lain: 1
Observasi, melalui pengamatan langsung di lapangan tentang faktor- faktor strategis yang mempengaruhi pengelolaan wilayah Pulau Batam.
2 Wawancara mendalam indepth interview, yaitu dengan melakukan
wawancara yang mendalam dan terstruktur terhadap responden dalam hal ini dengan dinas-dinas teknis di daerah, tokoh masyarakat, LSM dan
lain sebagainya.
3.3.2 Data sekunder
Data yang digunakan adalah data-data mengenai pembangunan di P. Batam dengan batas pendataan sampai dengan tahun 1998. Data tersebut
diperoleh melalui studi pustaka atau penelusuran berbagai referensi, buku dan laporan yang relevan dengan bahan penelitian. Adapun data sekunder yang
digunakan antara lain data umum, kebijakanperaturan, data lahan untuk tiap sektor di Pulau Batam.
1 Data Umum: a Master Plan P. Batam tahun 1986 dan Evaluasi Master Plan tahun 1991.
b Rencana Induk Pengembangan Wilayah Rempang, Galang tahun 1993. c Master Plan Lingkungan Barelang.
d Laporan Pembangunan P. Batam yang meliputi posisi investasi, data ekonomi, ekspor impor dan lain-lain.
2 Data kebijakanperaturan: a KEPPRES berkaitan dengan Pengembangan Pulau Batam:
• KEPPRES No. 74, Tahun 1971 mengenai Pengembangan Pembangunan Pulau Batam.
• KEPPRES No. 41, Tahun 1973 mengenai Daerah Industri Pulau Batam.
• KEPPRES No. 33, Tahun 1974 mengenai Penunjukan dan Penetapan Beberapa Wilayah Usaha Kawasan Berikat di Daerah
Industri Pulau Batam. • SK MENDAGRI No. 43, Tahun 1977 mengenai Pengelolaan dan
Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam. • KEPPRES No. 41, Tahun 1978 mengenai Penetapan Seluruh
Daerah Industri Pulau Batam sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat.
• PERATURAN PEMERINTAH No. 34, Tahun 1983 mengenai Pembentukan Kota Madya Batam di Wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I Riau. • KEPPRES No. 7 Tahun 1984 mengenai Hubungan Kerja Antara
Kotamadya Batam dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam.
• KEPPRES No. 56 Tahun 1984, mengenai Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya
sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat. • KEPPRES No. 28 Tahun 1992, mengenai Penambahan Wilayah
Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat.
• SK KETUA BPN No. 9-VIII-93, Tahun 1993 mengenai Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau
Batam, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau-pulau disekitarnya.
b Peraturan Tarif Sewa Lahan
c Peraturan Jangka Waktu Sewa Lahan
d Peraturan Kebijakan Perumahan 1 : 3 : 6.
3 Data Lahan untuk tiap sektor di Pulau Batam: Data yang berkaitan dengan pemanfaatan dan ketersediaan lahan dapat
dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data yang Dibutuhkan untuk Analisis Pemanfaatan Lahan
No. Jenis Kebutuhan Data
No. Jenis Kebutuhan Data
A
Data berkaitan dengan Pemanfaatan Lahan
6 Limbah B3 yang dihasilkan
1 Ketersediaan Lahan untuk masing-masing
sektor sesuai Master Plan 7
Jumlah limbah cair yang diolah 2
Data Lahan yang telah dialokasikan 8
Jumlah limbah cair yang dibuang ke laut 3
Data Lahan yang telah dibangun 9
Jumlah limbah padat yang dihasilkan 4
Data Lahan yang telah dialokasikan tetapi tidak dibangun
10 Jumlah limbah padat yang dibuang
5 Lahan yang tidak dibangun dan dibuka
11 Jumlah limbah B3 yang dihasilkan
6 Sisa Lahan yang belum dialokasikan
12 Jumlah limbah B3 yang dikirim
7 Perubahan Peruntukan
13 Biaya pengolahan limbah cair per literm3
14 Biaya pengolahan limbah padat per M3
B Data berkaitan dengan investasi
15 Biaya pengiriman limbah B3 per literM3
1 Jumlah Investor yang masuk
16 Luas Lahan terbuka
2 Data jumlah Investor pada tiap-tiap Sektor
17 Biaya perbaikan Lahan per m
2
3 Jumlah Onvestor yang mendaftar PMA
PMDN 18
Data Berkait dengan PembangunanOperasional dan Dampak
4 Jumlah Investor benar-benar berinvestasi
5 Jumlah Investor yang membatalkan
investasinya
D Data Umum
Terkait
6 Jumlah Investasi tiap Sektor per tahun
1 Jumlah penduduk formal
7 Jumlah total Investasi Swasta sampai dengan
tahun 1998 2 Jumlah
penduduk liar
8 Jumlah Investasi oleh Pemerintah
3 Total jumlah penduduk
9 Jumlah Total Investasi Pemeerintah sampai
dengan tahun 1998 4
Rumah yang sudah dibangun 1 : 3 : 6 10
Pertumbuhan Ekonomi 5
Jumlah rumah liar 5 tahun terakhir 11
Data berkaitan dengan investasi 6
Standar baku mutu limbah buangan Industri, Perumahan ke laut
7 Standar baku mutu limbah buangan ke
waduk
Tabel 6. Lanjutan ...
No. Jenis Kebutuhan Data
No. Jenis Kebutuhan Data
C Data Berkait dengan
PembangunanOperasional dan Dampak 8
Standar kebutuhan Ruang 1
Total Lahan yang sudah dibangundimanfaatkan
9 Standar kebutuhan Fasos Fasum
2 Luas Lahan yang ditimbun ke lautReklamasi
10 Standar kebutuhan Hijau
3 Jumlah tanah yang ditimbunkan
11 Curah hujan di P. Batam dan sekitarnya
4 Limbah cair yang dihasilkan
12 Sumber air yang meliputi jumlah waduk
dan suplai yang dihasilkan serta luar daerah lindung catchment area
5 Limbah padat yang dihasilkan
3.4. Analisis Data 3.4.1 Pendekatan analisis
Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Sebagai Upaya Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Batam dalam mencakup analisis kemampuan dari seluruh
komponen fisik dan non-fisik di Pulau Batam dalam menyelenggarakan aktifitas yang terkait dengan masyarakat menunjang kehidupan, mempertahankan, dan
melestarikan, sehingga, dalam jangka panjang Pulau Batam mampu menjaga berlangsungnya berbagai proses ekologis, biologis, ekonomi dan sebagainya.
Dengan pola tersebut, maka diperlukan sebuah upaya untuk menilai kemampuan kawasan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan sesuai dengan
analytical tools yang diperlukan sehingga dapat melakukan beberapa pendekatan diantaranya pendekatan penilaian fisik kawasan lahan,
infrastruktur, pendekatan sumberdaya alam yang tersedia, sosial masyarakat budaya, tingkat laku, kebiasaan lokal, pendekatan ekonomi dan investasi
aktivitas ekonomi, nilai dan manfaat sumberdaya hayati dan non hayati serta
pendekatan lingkungan dampak aktifitas dan natural regulation Gambar 12.
Kajian lingkungan terhadap aktifitas pembangunan yang akan dilakukan di sebuah pulau kecil, sangat penting untuk dilakukan mengingat bahwa pulau
kecil umumnya memiliki berbagai keterbatasan dan daya dukung lingkungan yang relatif kecil bila dibandingkan dengan pulau induknya. Keterbatasan
tersebut diantaranya mempunyai areal tanah yang relatif sempit, daerah tangkapan air catchment area yang kecil, proporsi air hujan dan bahan
termasuk tanah yang hilang tererosi ke laut umumnya besar, sehingga kapasitas
air tawarnya sangat terbatas dan rawan kekeringan, memiliki spesies endemik yang lebih tinggi dibandingkan dengan daratan luas apalagi kontinental serta
secara terus menerus terbuka terhadap aksi gelombang laut pada semua sisi. Dari berbagai keterbatasan sumberdaya yang ada tanah, air, vegetasi, kawasan
pantai, margasatwa dan sebagainya dan sangat rentan terhadap berbagai aktivitas pembangunan.
Dari berbagai aktivitas yang akan dilaksanakan di Pulau Batam terutama yang terkait dengan pengembangan industri, jasa, pariwisata, perumahan dan
pertanian sangatlah penting untuk diketahui dan dikaji. Oleh karenanya, ketersediaan data sekunder terutama data yang terkait dengan potensi
sumberdaya alam dan permasalahannya sangat perlu untuk diketahui. Begitu pula data yang berkaitan dengan rencana pengembangan pulau ke depan juga
diperlukan sehingga dapat ditarik benang merah antara potensi sumberdaya dan kesesuaian lahan serta rencana pengembangan dalam menentukan perkiraan
beban limbah buangan yang sudah dan akan diterimanya kelak. Dengan diketahuinya berbagai faktor tersebut di atas, maka diharapkan bahwa
pembangunan di sekitar pulau lahan atasnya secara nyata tidak akan merusak dan mengganggu keutuhan Pulau Batam dan diharapkan penelitian ini dapat
dijadikan model dalam pengembangan pulau-pulau kecil berkelanjutan. Sesuai dengan kerangka pendekatan penelitian, maka ada 5 lima faktor
yang perlu dilakukan evaluasi, masing-masing: i faktor kebijakan; ii faktor lahan; iii faktor lingkungan; iv faktor ekonomi dan investasi dan faktor
implementasi. 1 Faktor kebijakan: bagaimana kebijakan yang berlaku terutama
kebijakan pengaturan ruang yang sudah tertuang dalam RTRW, RUTR, Master Plan, Detail Plan maupun produk tata ruang lainnya
sehingga bisa diketahui penyimpangannya dan dicarikan solusinya untuk mengurangimencegah dampak negatif yang mungkin timbul.
Analisis terhadap faktor kebijakan merupakan input untuk analisis SWOT.
2 Faktor lahan: bagaimana pemanfaatan lahan yang sudah ada saat ini, baik sesuai kebijakan pengembangan maupun dengan master
plan RTRW, RUTR dan RDTR maupun yang tidak sesuai master plan sehingga diketahui konsistensi pemanfaatan ruang agar bisa
dilakukan optimalisasi pemanfaatan lahan. Analisis yang dilakukan
adalah analisis pemanfaatan lahan dengan menggunakan perangkat GIS
Geographical Information System dan optimalisasi pemanfaatan lahan dan investasi dengan menggunakan Stella4.
Gambar 12. Pendekatan Analisis Data
Kebijakan pengembangan P. Batam
KAWASAN PESISIR DAN PULAU KECIL PULAU BATAM
ANALISIS PEMANFAATAN
LAHAN PULAU BATAM ANALISIS
PEMANFAATAN LAHAN PULAU BATAM
KRITERIA PEMANFAATAN
KRITERIA PEMANFAATAN
KAWASAN TERBANGUN
KAWASAN TERBANGUN
KAWASAN TIDAK
TERBANGUN KAWASAN
TIDAK TERBANGUN
Skenario Pengelolaan Pemanfaatan Lahan Pulau Batam
Industri Industri
Jasa Jasa
Pariwisata Pariwisata
Perumahan Perumahan
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PULAU BATAM YANG BERKELANJUTAN
ANALISIS SPASIAL GIS
ANALISIS SWOT PEMODELAN
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN
DAN INVESTASI
Konsistensi pemanfaatan ruang
RTRW, RUTR, RDTR Analisis deskriptif makro
perekonomian dan investasi
Analisis Deskriptif Sosial dan budaya Analisis Beban Limbah
POTENSI DAN PERMASALAHAN
P. BATAM
Pertanian Pertanian
Kebijakan pengembangan P. Batam
KAWASAN PESISIR DAN PULAU KECIL PULAU BATAM
ANALISIS PEMANFAATAN
LAHAN PULAU BATAM ANALISIS
PEMANFAATAN LAHAN PULAU BATAM
KRITERIA PEMANFAATAN
KRITERIA PEMANFAATAN
KAWASAN TERBANGUN
KAWASAN TERBANGUN
KAWASAN TIDAK
TERBANGUN KAWASAN
TIDAK TERBANGUN
Skenario Pengelolaan Pemanfaatan Lahan Pulau Batam
Industri Industri
Jasa Jasa
Pariwisata Pariwisata
Perumahan Perumahan
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PULAU BATAM YANG BERKELANJUTAN
ANALISIS SPASIAL GIS
ANALISIS SWOT PEMODELAN
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN
DAN INVESTASI
Konsistensi pemanfaatan ruang
RTRW, RUTR, RDTR Analisis deskriptif makro
perekonomian dan investasi
Analisis Deskriptif Sosial dan budaya Analisis Beban Limbah
POTENSI DAN PERMASALAHAN
P. BATAM
Pertanian Pertanian
3 Faktor lingkungan: bagaimana menerapkan standar lingkungan yang sesuai dengan standar lingkungan yang berlaku seperti standar luas
daerah konservasi daerah hijau, standar limbah, buangan, B3 dan sebagainya. Faktor lingkungan ini terkait dengan kondisi ekologi dan
sosial masyarakatnya, terutama penghargaan terhadap lingkungan environmental awareness. Beberapa analisis yang dilakukan antara
lain analisis beban limbah dan anasisis deskriptifpragmatif sosial dan budaya.
4 Faktor ekonomi dan investasi: bagaimana mengoptimalkan lahan yang ada, yang dari sisi ekonomi dan investasi mampu menarik
investasi positif maksimal, sementara dari sisi dampak negatif hanya menimbulkan dampak yang minimal. Analisis yang dilakukan adalah
analisis deskriptif makro ekonomi dan investasi. 5 Faktor implementasi: akar permasalahan root causes yang dikaji
dalam penelitian ini adalah penyimpangan dalam implementasi setiap master plan P. Batam. Dengan demikian hasil output Disertasii
Doktor ini tidak hanya model kebijakan pemanfaatan lahan P. Batam secara optimal dan berkelanjutan, tetapi juga rekomendasi
konkrit operasional implementasi dari model termaksud, agar pengalaman buruk berupa penyimpangan terhadap master plan P.
Batam tidak terulang di masa mendatang. Dari kelima faktor yang dievaluasi tersebut, satu sama lain saling terkait
sehingga menghasilkan skenario pengelolaan pemanfaatan lahan Pulau Batam untuk industri, jasa, pariwisata, perumahan dan pemukiman sehingga kebijakan
pengelolaan untuk Pulau Batam didasarkan pada kaidah-kaidah keberlanjutan yang sesuai. Keterkaitan masing-masing faktor dan analytical tools yang
digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 12. 3.4.2 Analisis Deskriptif Makro Ekonomi dan Investasi
Hanya menganalisis secara garis besar pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dari pengembangan Pulau Batam sampai dengan tahun 1998.
Termasuk dalam analisis deskriptifpragmatif ini adalah analisis terhadap investasi yang masuk ke Pulau Batam pada kurun waktu tersebut.
3.4.3 Analisis Deskriptif Sosial dan Budaya
Analisis sosial-budaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah aspek- aspek yang berkaitan dengan sistem nilai, kepercayaan, agama, etnik dan
sebagainya dan pengaruhnya terhadap pola hidup dan tingkah laku masyarakat pesisir di Pulau Batam terutama yang berkaitan dengan permasalahan sosial dan
timbulnya perumahan liar, migrasi dan ketimpangan pendapatan antara masyarakat pendatang dengan masyarakat asli serta permasalahan pendidikan
dan kesehatan. Analisis kependudukan adalah analisis yang bersifat demografis
mencakup : 1. Analisis penduduk yakni jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk,
komposisi penduduk dan penyebaran penduduk; 2. Analisis ketenagakerjaan yang mencakup komposisi tenaga kerja, tingkat
pengangguran dan kesempatan kerja; 3. Kebutuhan perumahan dan lahan.
3.4.4 Analisis Beban Limbah Aktivitas Pembangunan
Dalam melakukan analisis beban limbah, dilakukan beberapa analisis, antara lain: i Analisis erosi dan endapan yang ditimbulkan akibat pembukaan
lahan; ii Analisis limbah buangan dari kegiatan yang sudah beroperasi; iii Analisis kebutuhan hijau dan ruang terbuka; serta iv Analisis rencana perbaikan
dan prasarana perbaikan lingkungan. 1 Menganalisa erosi dan endapan yang ditimbulkan.
• Rumus untuk menghitung besar erosi:
Untuk menghitung besarnya erosi digunakan persamaan unsur kehilangan tanah yang dibuat oleh USLE Universal Soil Loss
Equitation Weischmeier dan Smith,1978, yang juga disebut sebagai Rumus Universal Tanah Yang Hilang, sebagai berikut :
A = R. K. L. S. C. P.
A :
Perkiraan besarnya tanah yang tererosi dalam satuan Ton Ha tahun.
R : Faktor erosivitas hujan MJ.cmha jam pertahun,
yaitu daya erosi hujan pada suatu tempat tertentu.
K :
Faktor erodibilitas tanah ton ha jamha MJ.cm yaitu faktor kepekatan suatu jenis tanah terhadap
erosivitas hujan.
LS : Faktor Topografi , yang terdiri dari:
L : Faktor panjang lereng, yaitu rasio tanah yang
tererosi pada suatu panjang lereng tertentu terhadap tanah yang tererosi pada panjang
lereng 22.1 m untuk kondisi permukaan lahan yang sama.
S : Faktor kemiringan lereng, yaitu rasio tanah
yang tererosi pada suatu ke miringan lereng tertentu terhadap tanah yang tererosi pada
kemiringan lahan 9 untuk kondisi permukaan lahan yang sama.
C = Faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup
lahan. Faktor ini tidak mempunyai satuan.
P = Faktor teknik konservasi tidak mempunyai satuan.
Apabila tidak ada konservasi, maka faktor teknik konservasi atau faktor tindakan konservasi tanah P dianggap 1 oleh karena tidak ada
tindakan konservasi.
• Rumus untuk menghitung laju erosi A Weischmeier dan Smith,1978:
A = 4 + 1.266 10D – K – 2
A : Laju erosi yang diperkenankan satuan: tonhath
D : Kedalaman tanah satuan : meter .
K : Erodibilitas tanah satuan : tonjoule
Dihitung dengan mempergunakan nomografi prakiraan nilai erodibilitas. • Kondisi Lahan Tingkat Kekritisan berdasarkan Nilai Laju Erosi
A pada lahan yang bersangkutan:
Tingkat Kekritisan Nilai Laju Erosi
Tidak Kritis A’ A
Ringan A A’ 1.1 A
Sedang 1.1 A A’ 1.3 A
Berat A’ 1.3 A
• Rumus sedimentasi:
Terdapat 2 rumus yang dapat dipakai untuk menghitung sedimentasi, yaitu:
Rumus untuk menghitung besarnya sedimentasi total SDT total dengan mempergunakan parameter cuaca, vegetasi, angin dan curah
hujan, yaitu Weischmeier dan Smith,1978:
SDT totalSedimentasi total = SDTt + SDTv + SDTa + SDTc.
SDT : Sedimentasi. t : Faktor Cuaca.
v : Faktor Vegetasi. a : Faktor Angin.
c : Faktor Curah Hujan.
Rumus untuk menghitung laju sedimentasi terkait dengan kondisi Hidrologi atau kondisi fisik sungai Weischmeier dan Smith,1978.
Rs = 0.0864.Cm.Qs
Rs = laju sedimentasi ton hari. Cm =Konsentrasi sedimentasimgl.
Qs =Debit sungai m3 detik.
2 Menganalisa limbah buangan dari kegiatan yang sudah beroperasi. 3 Menganalisis kebutuhan hijau dan ruang terbuka.
4 Menganalisis rencana perbaikan sarana dan prasarana serta perbaikan lingkungan.
3.4.5 Analisis Spasial Pemanfaatan Lahan Pulau Batam
Setiap kegiatan pembangunan memerlukan ruang, namun ruanglahan untuk kegiatan ini semakin terbatas mengingat intensitas dari laju pertumbuhan
dalam penggunaan ruang semakin tinggi. Dalam upaya mengatasi konflik pemanfaatan lahan, perlu dilakukan perencanaan penataan ruang yang lebih
mengutamakan daya dukung lahan. Hal ini tentunya bisa ditunjang oleh ketersediaan data kondisi fisik dan sosial ekonomi dari sumberdaya alam yang
ada. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat dilakukan secara lebih
seksama dengan didukung oleh analisis pemanfaatan lahan yang komprehensif dengan menggunakan SIG Sistem Informasi Geografi.
Selanjutnya masukan data untuk analisis SIG ini dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti RTRW, RUTR maupun RDTR, untuk kemudian
disajikan dalam format peta dan basis data digital. Peta-peta ini merupakan tema-tema tertentu misalnya penggunaan tanah, batas administrasi, penyebaran
penduduk, kemiringan lahan dan lainnya. Tema-tema tersebut dalam SIG selanjutnya disajikan di dalam lapis layer informasi yang berbeda.
Metode selanjutnya dilakukan dengan cara memberikan pembobotan terhadap data lapangan, sehingga diperoleh hasil analisis data yang diinginkan.
Hasilnya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan dengan melakukan optimasi interpretasi daerah potensial yang dapat dikembangkan untuk
penggunaaan lahan industri, pariwisata, perumahan, jasa dan pertanian yang sesuai dengan daya dukung lahan tersebut.
Prinsip-prinsip pemanfaatan ruang wilayah pesisir untuk berbagai kegiatan pada dasarnya harus dilakukan dengan pertimbangan antara
kepentingan sosial ekonomi dan secara ruang sehingga kawasan yang diperuntukan bagi kawasan konservasi ataupun budidaya industri, pariwisata,
jasa, perumahan dan pertanian sesuai dengan kondisi biofisik wilayah tersebut agar ekosistemnya tetap terjamin.
Analisis pemanfaatan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis pemanfaatan lahan untuk kawasan industri, jasa, perumahan, pariwisata
dan perumahan. Secara umum terdapat 6 enam tahapan analisis yang dilakukan yaitu : 1 Menganalisis master plan di Pulau Batam; 2 Menganalisis
distribusi dan pengalokasian lahan di wilayah Pulau Batam; 3 Menganalisis pengalokasian lahan dibandingkan dengan master plan yang ada; 4
Menganalisis lahan yang dialokasikan dengan pelaksanaan pembangunan di lapangan; 5 Menganalisis Sarana dan Prasarana yang direncanakan dibanding
dengan kondisi akhir di lapangan 1998; dan 6 Menganalisis perletakan sarana dan prasarana.
Pemanfaatan lahan sekarang mengacu pada bagaimana kenyataanya suatu kawasan digunakan. Penentuan katagori pemanfaatan lahan didasarkan
pada jenis penggunaan yang dominan pada kawasan tersebut. Jenis-jenis kegiatan yang memiliki kesamaan karakteristik, digolongkan kedalam satu
katagori dan diperhitungkan sebagai satu jenis dalam penentuan dominasinya hingga didapatkan kesimpulan kesesuaian pengembangan kawasan, baik untuk
kawasan industri, jasa, pariwisata, perumahan dan pertanian. Untuk mempertajam kriteria, maka penyusunan kriteria pemanfaatan
lahan disesuaikan dengan kebijakan pengembangan Pulau Batam dan produk tata ruang yang ada seperti RTRW, RUTR maupun RDTR. Output keluaran
dari hasil analisis adalah konsistensi pemanfaatan ruang untuk kawasan yang terbangun maupun kawasan yang tidak terbangun, yang selanjutnya menjadi
input masukan bagi analisis pemodelan optimalisasi pemanfaatan lahan.
3.4.6 Analisis Pemodelan Optimalisasi Pemanfaatan Lahan 3.4.6.1 Pendekatan Model Optimalisasi Pemanfaatan Lahan
Pengertian lahan adalah luasan tertentu dari sebidang tanah yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pembangunan atau aktifitas yang letak, luasan dan
peruntukkannya telah ditentukan oleh Master Plan. Sedang Investasi, seperti dijelaskan oleh J.F. Peterman dan S.W Barnet. 2004,
filosofi dari investasi,terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Alokasi Asset, 2 Manajemen Asset, dan 3 Manajemen Resiko
1. Alokasi Asset : Asset dalam bentuk dana akan dialokasikan pada investasi jangka panjang.
Alokasi dana akan mengikuti prinsif-prinsif dasar antara lain : o
Jumlah dana dianggap cukup untuk menghasilkan pendapatan menutup biaya operasional dan mengatasi masalah-masalah
keuangan yang mendesak. o Diversifikasi Investasi dilaksanakan untuk membantu meminimalkan
keseluruhan risiko investasi dan memaksimalkan tingkat pengembalian investasi.
o Melakukan strategi Investasi: Kinerja dari investasikan ditentukan oleh rencana strategis untuk alokasi dana
dalam jangka waktu yang panjang dengan cara yang konsisten dan disiplin dengan penekanan pada sarana investasi yang pasif seperti pasar modal.
2. Manajemen Asset . Dasar dari manajemen asset adalah pengembalian keseluruhan dari asset
yang diinvestasikan. Kebijakan yang dipakai adalah mengamankan modal, namun dapat juga diasumsikan bahwa untuk berinvestasi dengan resiko
tinggi dapat diterima, karena kompensasi dari resiko tinggi akan mendapatkan pengembalian investasi yang lebih besar.
3. Manajemen Risiko . Program investasi harus mencari langkah-langkah untuk meminimalkan resiko
operasional dan mencari komponsasi yang tepat atau resiko investasi terkait dengan dana yang diinvestasikan.
Dari pengertian di atas, investasi adalah sejumlah dana yang ditanamkan guna tujuan tertentu, dengan telah memperhitungkan strategi dan resikonya
dengan mengharapkan dana akan kembali dengan jumlah yang lebih besar dalam kurun waktu tertentu.
Pengertian ini sejalan dengan pengertian investasi yang selama ini berjalan dan telah berlangsung di Pulau batam, untuk memudahkan investasi ini
dikelompokan sebagai investasi positif. Yang secara umum merupakan
bagian dari Positive Externalities Wikipedia. 2007. Penanaman modal untuk perbaikan lingkungan dan pihak yang
menanamkan modal tidak mendapatkan secara langsung pengembalian modal dan keuntungannya, bahkan hanya mengeluarkan dana, dapat disimpulkan
inivestasi tersebut hanya merupakan pengeluaran negatif, maka penanaman
modal ini disebut investasi negatif atau investasi negatif adalah investasi yang
dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proses pembangunan oleh pengusaha, masyarakat atau pemerintah dengan
direncanakan secara matang dan diketahui tujuan dan resikonya bahwa investasi tersebut tidak akan dapat kembali secara langsung. Keuntungan didapat oleh
banyak pihak masyarakat. Nilai keuntungan yang dirasakan bisa lebih besar atau lebih kecil dari investasi yang ditanamakan. Dalam hal ini investasi negatif
secara umum merupakan bagian dari negatif externalities Wikipedia. 2007. Dalam Disertasi ini yang dimasukan kedalam investasi negatif adalah
pengolahan limbah, pencemaran, perbaikan lahan kritis dan penghijauan, penghutanan kembali, erosi dan abrasi, termasuk penertiban perumahan liar.
Investasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah seperti sarana
prasarana dan infrastruktur dikelompokan dalam investasi netral. Dalam kondisi
tertentu pembangunan infrastruktur bisa menjadi investasi positif apabila dibangun oleh swasta dan dapat mengembalikan modal serta mendapatkan
keuntungan contoh: jalan tol, pelabuhan, dll Pada penelitian ini pengertian pemanfaatan lahan yang optimal adalah
pemanfaatan lahan guna mendapatkan investasi yang optimal dari lahan yang telah diperuntukkan dalam master plan Pulau Batam. Investasi optimal
didapatkan dari selisih investasiditanamkan oleh pihak pengusaha dalam rangka penanaman modal usaha disetiap sektor dikurangi dengan investasi lain guna
memperbaiki kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan yang dilakukan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungan, sedang investasi pemerintah
dianggap investasi netral. Mengingat investasi biasanya dinilai dalam mata uang Rp. sedang
lahan dinilai dalam satuan luas m
2
ha, maka untuk optimalisasi pemanfaatan lahan adalah menilai satuan luas lahan dalam nilai mata uang atau memberi nilai
Rupiah untuk setiap m
2
luasan lahan dalam satuan peruntukan sehingga akan didapatkan nilai luasan lahan yang dapat menghasilkan nilai investasi optimum
dalam Rupiah atau Dolar. Sedang wilayah yang menjadi obyek kajian adalah keseluruhan wilayah Pulau Batam.
Untuk mendapatkan nilai lahan, dicari dari hal-hal yang dianggap mempunyai pengaruh besar dalam pemanfaatan lahan. Dari data yang ada,
investasi yang ditanamkan oleh investor yang bertujuan melaksanakan pembangunan dan melakukan proses produksi mempunyai nilai yang sangat
dominan. Berdasarkan hal tersebut maka nilai investasi diambil sebagai acuan dalam mencari nilai lahan.
Bila diuraikan lebih lanjut maka investasi yang dilakukan oleh pihak swasta pengusaha dapat dibagi atas sektor-sektor antara lain:
−
Sektor Industri
−
Sektor Jasa
−
Sektor Perumahan
−
Sektor Pariwisata
−
Sektor Pertanian Kelima sektor diatas akan menyumbang Investasi dari 3 komponen yaitu:
−
sewa lahan
−
pembangunan fisik
−
operasional produksi Ketiga komponen ini bisa saja dicari nilainya masing-masing, namun dalam
kesempatan ini yang akan diambil adalah nilai investasi yang diajukan didalam pengajuan investasipenanaman modal jumlah investasi yang diajukan kepada
Otorita Batam oleh pengusaha ditiap-tiap sektor. Investasi disetiap sektor ternyata tidak selalu mendatangkan nilai positif.
Dampak yang ditimbulkan sejak proses pembukaan lahan sampai beroperasinya usaha, membawa dampak negatif antara lain:
−
penimbunan lahan di laut.
−
pembukaan lahan yang tidak terkendali oleh pengusaha, perambah yang mengakibatkan hilangnya nilai sumberdaya alam dan timbulnya
erosi.
−
buangan limbah dari tiap-tiap sektor berupa limbah padat dan domestik, limbah cair dan limbah beracun B3.
Hal-hal yang mempengaruhi investasi di setiap sektor antara lain pertumbuhan penduduk dan kebijakan yang dikeluarkan oleh Otorita Batam,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan beberapa kebijakan yang dibuat oleh negara Singapura.
Seperti diuraikan sebelumnya, 5 lima sektor yang berperan besar terhadap investasi yaitu Sektor Industri, Sektor Jasa, Sektor Perumahan, Sektor
Pariwisata dan Sektor Pertanian. Namun dari data yang ada, lahan dengan peruntukan hijau hutan lindung, daerah tangkapan air untuk waduk dan hijau
kota ternyata juga mempunyai pengaruh yang cukup besar, misalnya adanya perubahan peruntukan investasi positif ataupun penyerobotan
lahanpengerusakan lingkungan investasi negatif. Oleh sebab itu daerah hijau akan diperhitungkan dengan diasumsikan sebagai Sektor Hijau.
Optimalisasi pemanfaatan lahan berdasarkan dari nilai investasi dapat didetailkan melalui peninjauan keenam 6 sektor di atas 5 sektor + 1 sektor
hijau. Pendekatannya secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut : − Setiap sektor akan menghasilkan investasi dari nilai lahan yang
dimanfaatkan oleh investor perusahaan, hal ini diasumsikan sebagai investasi positif, namun demikian secara pemanfaatan lahan
pemanfaatan lahan proses operasi juga membawa masalah seperti limbah yang dihasilkan, erosi dan kerusakan lingkungan akibat
pembukaan lahan, dan lain-lain. Untuk mengolah dan memperbaiki kerusakan juga diperlukan dana. Hal ini diasumsikan sebagai investasi
negatip. Untuk mendapatkan nilai lahan yang maksimal, maka nilai investasi positip harus lebih besar dari investasi negatif. Semakin
besar nilai investasi positif dan semakin kecilnya investasi negatif maka nilai lahan semakin baik. Pada pemanfaatan lahan dengan kombinasi
tertentu akan dicapai selisih nilai investasi positif terbesar, apabila kondisi ini tetap memperhatikan lingkungan maka kondisi ini dianggap
sebagai kondisi optimum dan pemanfaatan lahan mencapai optimal. − Konsekuensi dari upaya mengembangkan suatu wilayah adalah harus
menyiapkan infrastruktur sarana dan prasarana agar dapat menarik investor pengusaha menanamkan modalnya di wilayah tersebut.
Semakin lengkap infrastruktur yang disiapkan maka semakin besar daya tarik wilayah tersebut dalam memikat investor. Investasi untuk
penyiapan infrastruktur tidak mungkin disiapkan oleh investor pihak swasta. Selain nilainya besar, infrastruktur dibangun justru untuk
menarik investor. Maka yang memungkinkan dan paling berkepentingan investasi ini dibebankan kepada pemerintah. Artinya
semakin besar investasi yang ditanamkan oleh pemerintah memungkinkan semakin besar pula minat investor menanamkan
modalnya di wilayah tersebut. − Investasi untuk menyiapkan infrastruktur dalam penelitian ini
diasumsikan sebagai investasi netral. Ini didasarkan investasi yang ditanamkan merupakan pengeluaran dari pemerintah bukan
pemasukan. Disisi lain dengan adanya investasi ini nilai investasinya tidak bisa dibandingkan dengan luas lahan yang diperlukan. Masing-
masing infrastruktur membutuhkan luas lahan yang berbeda dan memerlukan dana yang berbeda-beda pula. Dari kebutuhan
pemanfaatan lahan, luasan yang diperlukan untuk infrastruktur sudah diperhitungkan melalui standard yang ada, sebagian tidak bisa
dioptimalkan lagi contoh standar kebutuhan untuk Jalan, Bandara,
Pelabuhan dan lain-lain. Gambar 13. memperlihatkan alur
palaksanaan penelitian.
Gambar 13. Pendekatan Model Optimalisasi Pemanfaatan Lahan 3.4.6.2 Input analisis model optimalisasi pemanfatan lahan
Sebagai alat bantu untuk menganalisis dan memprediksi alur proses dari pemanfaatan lahan akan menggunakan perangkat lunak STELA4. Sedang dalam
tahapan perhitungan digunakan input analisis yang didapatkan dari hasil analisis sebelumnya. Untuk mendapat gambaran nilai total investasi dari pemanfaatan
lahan tahap pertama, harus mengisi seluruh rumus khususnya koefisien
LAHAN DI PULAU BATAM DIALOKASIKAN
Tidak Dialokasikan
DIBANGUN DIBUKA
INV. SWASTA POSITIF
DAMPAK SARPRAS
FASOSFASUM
INV. PEMERINTAH
NILAI LAHAN PER M
2
NILAI DAMPAK PER M
2
NILAI DAMPAK PER M
2
NILAI ASLI LAHAN
TOTAL NILAI ASLI LAHAN
TOTAL INV.NETRAL
TOTAL INV.POSITIF
TOTAL INV.NEGATIF
MENCARI INVESTASI POSITIF TERBESAR
TOTAL INV.POS – TOTAL INV.NEG NILAI TOTAL ASLI LAHAN INV.TOTAL = INV. POS + INV NETRAL – INV.NEG
PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT PULAU BATAM : EKONOMI, EKOLOGI DAN SOSIAL
pertumbuhan KF. Apabila seluruh rumus telah diisi dan dimasukkan dalam perangkat lunak, hasilnya total investasi dari pemanfaatan lahan dapat terlihat
dengan me-RUN perangkat lunak tersebut. Rumus perhitungan nilai lahan tiap sektor sebagai bahan untuk input analisis dapat dilihat pada uraian di bawah,
sedangkan detail formula dapat dilihat pada Lampiran 2. dan penjelasannya pada Lampiran 3. Daftar istilah.
1 Investasi Sektor Industri dan Lima Sektor Lainnya a. Investasi Positif Sektor Industri
Untuk menghitung investasi positip di sektor industri berkait dengan pemanfaatan lahan, adalah mencari investasi yang ditanamkan
pada lahan industri dalam satuan rupiah dan m
2
dan dikalikan dengan nilai interest rate nilai investasi yang muncul akibat proses perbankan,
dengan nilai rata-rata sekitar 9th. Untuk itu dicari terlebih dahulu nilai lahan industri per m
2
. Dengan diketahui nilai lahan industri per m
2
maka nilai investasi di bidang industri dapat dicari dengan cara mengalikan luas lahan investasi
dikalikan nilai lahan industri per m
2
. Urutan perhitungan untuk pembuatan model adalah sebagai berikut :
1. Menghitungmencari lahan industri yang telah dialokasikan kepada
investor yang dibangun maupun dengan melalui data pengalokasian lahan tahun 1998.
2. Menghitung laju pengalokasian lahan industri yang dibangun
pertahun, yaitu dengan menghitung rata-rata kenaikan pengalokasian lahan pertahun dalam persentase.
3. Mencari nilai investasi industri per m
2
dengan cara membagi total investasi yang ditanamkan pada sektor industri pada tahun 1998,
dibagi dengan luas lahan sektor industri yang telah dialokasikan. 4. Menghitung laju pertumbuhan positif investasi industri, yaitu
dengan menghitung kenaikan penanaman investasi sektor industri pertahun dalam persentase.
5. Menghitung investasi positif sektor industri dengan cara mengalikan lahan sektor industri yang telah dibangun dengan nilai
investasi industri per m
2
.
b. Investasi Negatif Sektor Industri
Investasi negatif di sektor industri di asumsikan disumbang dari 2 dua kegiatan yaitu :
• Investasi yang diperlukan untuk mengolah limbah yang dihasilkan dan perkiraan investasi yang diperlukan untuk menetralisir limbah
yang dibuang mencemarkan laut. • Investasi yang seharusnya dikeluarkan akibat erosi yang disebab
kan oleh pengrusakan hutan atau muka lahan yang tidak terkendali.
Catatan : Nilai hijauhutan di peruntukan industri yang dihilangkantebang, tidak
diperhitungkan sebagai investasi negatif karena lahan tersebut akan dimanfaatkan sesuai peruntukan dalam Master Plan dan hutan yang
ada pasti akan diolah sebagai daerah yang akan dibangun menjadi penebangan hutan yang dilakukan sesuai rencana.
c. Investasi Negatif untuk Mengolah dan Menetralisir Limbah yang DibuangMencemarkan Laut