Tabel 5.
Zonasi Berdasar pada Kemiringan Lahan
Kemiringan lahanLereng Tata Guna Lahan yang Sesuai
Perumahan Industri
Pariwisata Pertanian
0-30 Hutan Lindung
Sumber : Lembaga Teknologi Fakultas Teknik UI 1991a.
Apabila ditinjau dari segi ekosistem, maka untuk menempatkan sektorkegiatan tersebut di atas, terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi sebagai berikut : 1 Kesesuaian spasial, yaitu : Kegiatan yang ditempatkan pada suatu
lahan hendaknya sesuai secara biofisikekologis. 2
Kapasitas asimilasi, yaitu : Lahan dan Lingkungan tempat kegiatan mempunyai kemampuan untuk menyerap polutan yang ditimbulkan.
3 Keberlanjutan, yaitu : Dampak yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan
tidak mengganggu kelestarian lingkungan. 4 Daya dukung, yaitu : kegiatan–kegiatan pada suatu kawasan tidak
menimbulkan populasi yang melebihi batas kemampuan lahan untuk menampung penduduk.
2.1.6 Land Rent dan Nilai LahanLand Values Wilayah Pesisir
Konsep-konsep mengenai sewa yang telah ada sebelumnya dan memberikan kontribusi secara signifikan terhadap Teori Land Rent masa kini,
adalah konsep konsep yang diciptakan pada periode awal setelah era Napoleon oleh:Thomas Robert Malthus, David Ricardo dan Johann Heinrich von Thunnen.
Menurut Lembaga Teknologi Fakultas Teknik UI 1991a bahwa konsep dasar yang berkaitan dengan lokasi spasial dan tetap berkembang dan dipakai hingga
sekarang adalah Konsep land rent oleh Johann Heinrich von Thunnen. Uraian secara garis besar dari konsep tersebut adalah bahwa sewa lahan
mempunyai nilai yang berbeda, tergantung dengan kedekatan pada pusat kegiatan untuk kegiatan yang sama, semakin dekat dengan pusat kota nilai
sewanya semakin tinggi. Ilustrasi konsep tersebut digambarkan seperti yang
terlihat terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Konsep Land Rent menurut von Thunnen 1826 dalam Barlowe 1986
Dalam konsepnya, Von Thunen mengasumsikan bahwa land use wilayah A, B, C dan D adalah sama, yakni ladang, dengan kondisi tingkat
kesuburan, topografi dan iklim yang juga sama. Sesuai dengan konsep yang ada,
sewa lahan termahal adalah pada lahan A +0-2 mil dari titik pusat yaitu di atas US 10. Sewa lahan yang mahal berikutnya adalah sewa
lahan pada Lahan B +4 mil dari titik pusat yaitu sebesar US 10. Sewa lahan makin murah untuk Lahan C + 19 mil dari titik pusat yaitu sebesar
US 7 dan lebih murah lagi untuk Lahan D + 40 mil dari titik pusat dan yaitu hanya sebesar US 2. Kesimpulan konsep tersebut adalah bahwa
semakin jauh dari Lahan A, yang merupakan area pusat kegiatan atau pasar sentral, maka sewa lahannya akan menjadi semakin murah.
Kemudian Von Thunnen memasukan perubahan asumsi, seperti contoh
yang dapat dilihat pada Gambar 4. di bawah ini :
Gambar 4. Perkembangan Konsep Land Rent menurut von Thunnen 1826 dalam Barlowe 1986
Dari Gambar 4 di atas, pusat kegiatan tidak lagi merupakan pasar sentral
tetapi Pusat Kota. Jika diasumsikan bahwa kondisi lahan disebelah barat pusat kota mempunyai tingkat kesuburan yang baik, relatif datar dan mudah diolah;
serta kondisi lahan disebelah timur pusat kota mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, berbukit-bukit dan sulit diolah, maka perkembangan yang akan
terjadi ádalah ke arah barat dan tidak kearah timur. Akan tetapi prinsip terpusat tetap berlaku hanya saja memberat ke arah barat. Hal ini, berkaitan dengan
biaya transportasi untuk pengangkutan ke pasar di pusat kota. Konsep Von Thunnen dengan segala perkembangannya tetap dipakai, yaitu
antara lain oleh: 1 Lembaga Teknologi Fakultas Teknik UI 1991a yang mengadop pada
konsep Von Thunnen menyatakan bahwa nilai lahan akan semakin tinggi jika semakin dekat dengan pusat kota.
2 Raleigh 1986 menyatakan teori mengenai pengaruh lokasi spasial pada pola penggunaan lahan berawal dari suatu model yang dipresentasikan
oleh Johann Heinrich von Thunen yang intinya bahwa pengembangan wilayah spatial berawal dari pusat kegiatan.
Konsep-konsep masa kini terkait dengan masalah ekonomi dan ekologi, antara lain dikembangkan oleh: Raleigh 1986 dan Hussen 1999. Teori Land
Rent masa kini yang relevan dengan kondisi di Pulau Batam adalah teori Hussen 1999 yang menyatakan bahwa rent sewa adalah pembayaran nilai terhadap
suatu sumberdaya alam yang ada pada suatu ekosistem dengan kondisi apa adanya tanpa nilai tambah apapun zero added value pada sumberdayalahan
tersebut. Definisi ini mendekati kondisi di Pulau Batam dimana para Investor membayar biaya sewa lahan atau UWTO Uang Wajib Tahunan Otorita Batam
untuk menyewa Lahan sesuai kondisi apa adanya pada lahan tersebut.
2.2 Pemodelan Sistem untuk Analisis Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut