Tekstil 5 5 6 30.250 31.600 31.600 5 30.250 Optimalisasi pemanfaatan lahan sebagai upaya pembangunan berkelanjutan Pulau Batam

Tabel 15. Rencana Penanaman Modal Asing Menurut Bidang Usaha 000 US PENANAMAN MODAL ASING JUMLAH PROYEK NILAI INVESTASI REALISASI s.d. 1998 No. BIDANG USAHA 1996 1997 1998 1996 1997 1998 JML PROY NILAI INVESTASI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PERTANIAN 3 3 3 17.650 17.650 17.650 1 562 a. Perkebunan 2 2 2 1.350 1.350 1.350 1 562 b. Perikanan - - - - - - - - 1. c. Peternakan 1 1 1 16.300 16.300 16.300 - -

2. PERTAMBANGAN

- - - - - - - - INDUSTRI 177 204 248 853.795 888.543 1162.24 7 171 562,547 a. MakananMinyak Makan 3 3 4 27.276 27.276 27.276 2 1,339 b. Tekstil 1 1 2 1.000 1.000 1.000 1 2,750 c. Kayu 1 1 1 1.200 1.200 1.200 1 1,448 d. Kertas - - 1 - - 500 - - e. Kimia dan Farmasi 8 13 23 34.182 40.474 149.567 13 38,825 f. Mineral Logam - - - - - - - - g. Logam Dasar Eketronika 98 113 140 539.208 559.857 721.983 106 409,450 3. h. Lainnya 66 73 77 250.928 258.735 260.720 48 108,735

4. KONSTRUKSI GALANGAN KAPAL

12 20 23 120.403 160.433 165.833 20 969,519

5. PERHOTELAN

8 12 15 226.228 258.465 269.787 12 212,465

6. PENGANGKUTAN

- - - - - - - -

7. PERUMAHAN

PERKANTORAN 4 6 7 59.500 70.405 74.705 2 17,302

8. JASA-JASA LAINNYA

36 36 37 773.885 749.852 550.152 16 182,911 JUMLAH 240 281 333 2051.463 2145.34 8 2241.74 5 222 1945.348 Sumber : Laporan Tahunan Perekonomian Pulau Batam, 1998.

4.3 Analisis Kebijakan Umum Pengembangan P. Batam

4.3.1 Kebijakan Pengembangan P. Batam sebagai Pilot Proyek Pusat Pertumbuhan di Wilayah Barat

Dalam analisis terhadap kebijakan pengembangan P. Batam sebagai pilot proyek pusat pertumbuhan di wilayah Indonesia bagian barat, Batam tidak bisa hanya dilihat sebagai pulau kecil yang terletak di wilayah barat Indonesia. P. Batam harus ditinjau dan dilihat dari perspektif nasional. Letak P. Batam yang strategis di Selat Malaka yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan teramai di dunia, berseberangan dan hanya berjarak 20 km dari Singapura. Singapura sendiri merupakan negara pusat keuangan dunia, simpul distribusi dunia dan tujuan wisata dunia namun mempunyai keterbatasan lahan dan sudah mencapai titik jenuh sehingga harus memperluas ke arah laut. Kondisi ini bisa menjadi rawan atau peluang terhadap P. Batam karena secara ilmiah kepadatan aktivitas dan kejenuhan akan meledak dan mengalir atau merembet ke wilayah sekitarnya. Kondisi menjadi rawan atau negatif apabila aliran ini memasuki P. Batam tanpa terkendali dan tidak ada yang menangani. Untuk menangkap peluang dan sekaligus mencegah kerawanan, P. Batam harus ditangani dengan rencana dan konsep yang matang. Sebelum tahun 1970, P. Batam hanya merupakan pulau yang dihuni oleh + 6.000 jiwa dan merupakan bagian dari wilayah Kec. Belakang Padang. Kondisi ini tidak memungkinkan untuk bersaing dan menangkap peluang dan menanggulangimencegah kerawanan yang mungkin terjadi. Sebagai gambaran dapat dilihat dari data-data perbandingan antara Batam dan Singapura tahun1970. Mensikapi kondisi ini, pada tanggal 19 Oktober 1970 Pemerintah Pusat melalui Presiden RI mengeluarkan Keputusan No. 65 tahun 1970 tentang Proyek Pembangunan Pulau Batam, yang isinya antara lain: 1 Menetapkan P. Batam sebagai Badan Logistik dan Operasional untuk industri minyak dan gas bumi yang berkaitan dengan eksploitasi. 2 Menunjuk Direktur Utama PN. Pertamina Dr. H. Ibnu Sutowo sebagai penanggung jawab. 3 Segala biaya pembangunan proyek disisihkan dari anggaran PN. Pertamina. Keputusan tersebut kemudian disusul dengan Keputusan No. 74 tahun 1971 tentang Pengembangan Pembangunan Pulau Batam dan ditetapkan sebagai daerah industri. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa status daerah industri tersebut sebagai Entrepot Partikelir, dan dalam pasal 3 dan 4 disebutkan untuk mengkoordinir serta mengintegrasikan kegiatan-kegiatan dibentuk Badan Pimpinan Daerah Industri, dimana Badan Pimpinan tersebut merupakan penguasa dan bertanggung jawab kepada presiden. Untuk meningkatkan dan memperlancar pelaksanaan pengembangan Daerah Industri Pulau Batam, Presiden RI kemudian mengeluarkan Keputusan No. 41 tahun 1973 yang isinya seluruh P. Batam dinyatakan sebagai daerah industri. Pembinaan pengendalian dan pengusahaan daerah industri P. Batam masing-masing diselenggarakan oleh dan dipertanggungjawabkan kepada Badan Pengawas Daerah Industri P. Batam, Otorita Pengembangan Daerah Industri P. Batam. Untuk menjadikan P. Batam sebagai wilayah pertumbuhan maka dilakukan upaya untuk mempermudah masuknya industri baik dari luar maupun dari dalam guna mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menggairahkan kegiatan di semua faktor khususnya industri. Upaya ini didorong tekad pemerintah dengan menerbitkan Keputusan Presiden No. 33 tahun 1974 yang menentapkan Kawasan Batu Ampar Sekupang dan Kabil sebagai Bonded Warehouse yang selanjutnya berubah dengan Keputusan Presiden No. 41 tahun 1978 dan menentapkan seluruh wilayah P. Batam sebagai Bonded Area. Selanjutnya guna menunjang percepatan pertumbuhan P. Batam diterbitkan beberapa KEPPRES dan Surat Kepmen, antara lain: 1 Surat Keputusan No. 1 tahun 1978 oleh Ketua Badan Koordinator Penanaman Modal tentang Pemberian Pelimpahan Wewenang Pengurusan dan Penilaian Permohonan Penanaman Modal di Daerah Bonded P. Batam kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. 2 Surat Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1978 tentang Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran serta Pemindahan Barang Kedalam