Pengelolaan Trawl di Indonesia

35 1 Net Present Value NPV Metode NPV digunakan untuk memenuhi nilai net cash . flow pada masa yang akan datang, yang kemudian dikalibrasi menjadi nilai sekarang dengan menggunakan tingkat bunga tertentu dan dikurangi dengan investasi awal Djamin, 1984. 2 Internal Rate of Return IRR IRR merupakan tingkat bunga discount rate yang membuat NPV dari proyek sama dengan nol. Besarnya nilai IRR tidak ditentukan secara langsung, untuk menentukan berapa tepatnya tingkat bunga tersebut adalah dengan menggunakan metode coba-coba trial and error melalui interpolasi, yakni dengan menyisipkan tingkat bunga diantara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dan tingkat bunga yang menghasilkan bunga negatif. IRR juga dianggap sebagai tingkat keuntungan investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap benefit bersih yang didapat tiap periode ditanam kembali pada periode berikutnya Kadariah 1978. 3 Net Benefit-Cost Ratio Net BC Metode Net BC adalah angka perbandingan antara jumlah present value positive sebagai pembilang dengan present value negatif sebagai penyebut. Kriteria ini menggambarkan seberapa besar bagian biaya proyek yang setiap tahunnya tidak dapat tertutup oleh manfaat proyek. Selain ketiga kriteria tcrsebut, ada dua kriteria tambahan untuk mengukur kelayakan investasi yaitu payback period dan profitability ratio. Payback period digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengembalian modal dari hasil keuntungan usaha, sedangkan profitability ratio PR yaitu membandingkan present value dari net benefit benefit dikurangi biaya operasional dengan present value modal atau investasi capital. Kriteria ini digunakan untuk usaha dengan dana yang terbatas, sehingga harus digunakan seefisien mungkin. Oleh karenanya diperlukan gambaran mengenai present value dari setiap unit pengeluaran modal Kadariah 1978.

2.9 Pengelolaan Trawl di Indonesia

36 Pelarangan pengoperasian jaring trawl tersebut dimaksudkan untuk 1 melindungi sumberdaya perikanan demersal, 2 meningkatkan produksi dan produktivitas nelayan tradisional dan 3 menghindarkan terjadinya konflik sosial antara nelayan tradisional dengan trawl. Untuk pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keppres 30 Tahun 1980 tersebut, maka diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 503 tahun 1980 tentang Langkah-langkah Pelaksanaan Penghapusan Jaring Trawl Tahap Pertama dan Keputusan Menteri Pertanian No. 633 Tahun 1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 39 tahun 1980. Dengan diberlakukannya kedua Kepmen tersebut, maka pada akhir 1982 secara resmi penggunaan jaring trawl diseluruh perairan Indonesia dilarang. Selanjutnya pada tahun 1982 telah diterbitkan Keppres No. 85 tentang Penggunaan Pukat Udang yang memperbolehkan pukat udang sejenis trawl yang dilengkapi dengan TED untuk beroperasi di Perairan Kei, Tanibar, Aru, Irian Jaya dan Laut Arafura dengan batas koordinat 130ยบ BT ke arah Timur. Dengan diberlakukkannya Keppres No. 39 Tahun 1980 dan Keppres No. 85 Tahun 1982, maka alat tangkap yang diperbolehkan beroperasi di perairan Indonesia bagian Barat antara lain adalah trammel net. Semenjak dikeluarkan kedua Keppres tersebut maka kondisi perikanan udang di Indonesia mengalami penurunan produksi yang sangat drastis. Usaha untuk meningkatkan produksi udang melalui penangkapan udang dengan alat lain seperti pukat udang dan trammel net tidak dapat meningkatkan volume produksi udang dengan cepat. Namun demikian lambat laun dari tahun ke tahun terjadi peningkatan produksi udang hasil tangkapan di perairan Indonesia, terutama hasil tangkapan udang dari wilayah perairan Indonesia Timur. Pelarangan penggunaan trawl di seluruh wilayah perairan Indonesia ternyata belum sepenuhnya efektif ditaati. Hal ini ditandai dengan banyak dijumpainya alat tangkap yang menyerupai trawl yang banyak dioperasikan di perairan Indonesia. Alat tangkap tersebut pada umumnya menggunakan nama daerah seperti misalnya Arad, Lampara Dasar Lamda, Cantrang, Dogol dan lain-lainnya. Alat tangkap tersebut memang tidak sama persis dengan trawl karena ada beberapa bagian peralatan yang ada pada trawl tidak terdapat pada alat tangkap tersebut. Namun secara umum, baik metode pengoperasian maupun bagian bentuk dan fungsinya sama dengan trawl Purbayanto, 2003. 37 Pukat ikan yang diizinkan di wilayah perairan Indonesia bagian Barat, juga serupa dengan trawl, namun tidak dilengkapi dengan tickler chain rantai pengejut dan pada bagian sayap jaring mempunyai ukuran mesh size yang besar. Pukat udang yang diperbolehkan dioperasikan di perairan Indonesia Timur, pada prakteknya jarang digunakan dipasang. Alasannya yang sering didengar adalah mengganggu aktivitas penangkapan dan alat tangkap menjadi tidak efektif menangkap udang, karena banyak udang yang ikut meloloskan diri melalui TED atau BED Haluan, 2003. Penggunaan alat tangkap yang menyerupai trawl di beberapa wilayah perairan di Indonesia yang dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat, juga sudah diantisipasi dengan dikeluarkannya Keputusan Direktur Jenderal Perikanan No. IK 3.40DJ 10197 tentang Petunjuk Pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Pertanian N0. 503 Tahun 1980 yang merupakan Petunjuk Teknis pengoperasian alat tangkap yang menyerupai trawl tetapi bukan trawl. Walaupun demikian dalam kenyataannya bentuk dan pengoperasiannya di lapangan hampir menyerupai trawl. Menghadapi permasalahan tersebut maka perlu dipecahkan bersama bentuk pengelolaan trawl atau sejenisnya yang bagaimana agar dikemudian hari tidak lagi muncul permasalahan baru atau konflik baru seperti halnya yang pernah terjadi pada saat awal diberlakukannya Keppres No. 39 Tahun 1980. Berbagai seminar, lokakarya dan diskusi para pakar telah dilakukan dalam rangka membahas dan mencari solusi terbaik dari permasalahan pengelolaan trawl dan sejenisnya. Pihak pemerintah DKP juga sudah melakukan berbagai kebijakan dan aturan serta melakukan langkah-langkah yang diperlukan guna mendapatkan suatu bentuk pengelolaan perikanan trawl yang tepat di perairan Indonesia. Barangkali kurangnya sosialisasi dari pemerintah dan rendahnya ketaatan masyarakat pengguna alat trawl dan sejenisnya akan arti pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, terutama sumberdaya udang dan ikan demersal di perairan Indonesia Purbayanto, 2003. Dewasa ini ada keinginan untuk mengizinkan atau melegalkan kembali pengoperasian trawl atau sejenisnya di perairan Indonesia. Berbagai wacana telah didiskusikan dan juga masukan dari berbagai pihak terutama dari stakeholder di daerah. Beberapa pihak dan daerah ada yang setuju untuk melegalkan kembali pengoperasian trawl, tetapi ada beberapa pihak dan daerah yang tegas-tegas tidak setuju pengoperasian trawl dan sejenisnya di wilayah perairannya. 38 Pada dasarnya pengoperasian trawl dapat diizinkan kembali dengan berbagai persyaratan yang harus ditaati bersama. Persyaratan tersebut antara lain 1 Harus dilakukan pengkajian terhadap stok sumberdaya udang dan ikan demersal di wilayah perairan yang akan digunakan sebagai fishing ground perikanan trawl, 2 Hasil dari estimasi stok sumberdaya udang dan ikan demersal tersebut digunakan untuk menghitung jumlah unit penangkapan trawl dan sejenisnya yang diizinkan beroperasi di wilayah perairan tersebut, 3 Perlu pengaturan waktu penangkapan udang dan ikan demersal di wilayah perairan tersebut, apakah memungkinkan sepanjang tahun atau hanya waktu-waktu tertentu saja, 4 Perlunya menumbuhkan kesadaran bersama bahwa dengan menjaga kelestarian sumberdayanya maka kelangsungan usaha mereka juga tetap terjaga dengan baik, 5 Perlunya melakukan restocking udang dan sumberdaya ikan demersal lainnya di wilayah perairan tersebut, sehingga diharapkan kelestarian sumberdaya udang dan ikan demersal dapat terpelihara dengan baik Haluan, 2003.

2.10 Teknologi Penangkapan Ikan Demersal