Perumusan Masalah Pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal Jawa Tengah

4 merupakan persyaratan bagi unit penangkapan ikan yang bertanggung jawab, sesuai dengan code of conduct for responsible fisheries. Alat tangkap jenis trawl hingga saat ini masih merupakan jenis alat tangkap yang paling efektif dan ekonomis untuk menangkap berbagai jenis komoditi ikan dan udang. Alat tangkap ini mempunyai nilai selektivitas yang paling rendah dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, karena sangat beragamnya hasil tangkapan, baik dari segi ukuran ikan maupun jenis ikannya. Alat tangkap trawl ini meskipun ditujukan untuk menangkap udang, namun demikian pada umumnya hasil tangkapan sampingan by-catch lebih banyak dibandingkan dengan ikan targetnya. Hal ini mengakibatkan kelestarian sumberdaya ikan demersal menjadi terancam. Apalagi dengan banyaknya alat tangkap yang sejenis atau hasil modifikasi dari trawl seperti arad, yang banyak dimiliki oleh nelayan dan dioperasikan di sekitar perairan pantai, menjadikan sumberdaya ikan demersal semakin berkurang dan mengganggu kelestariannya.

1.2 Perumusan Masalah

Ketika alat tangkap trawl masih diizinkan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan utara Jawa, total hasil tangkapan ikan demersal pada tahun 1975 sebesar 77.037 ton dan terus meningkat total hasil tangkapannya hingga sebesar 116.894 ton pada tahun 1978. Menurut Dwiponggo 1988, total hasil tangkapan ikan demersal pada tahun 1978 tersebut telah melebihi MSY nya yang hanya sebesar 107.537 ton. Akibatnya pada tahun berikutnya mulai terjadi penurunan dari tahun ke tahun sampai akhirnya pada akhirnya alat trawl dilarang dioperasikan di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Penggunaan alat tangkap trawl dilarang setelah dikeluarkannya Keppres No. 39 Tahun 1980. Perairan utara Jawa termasuk perairan yang dilarang untuk pengoperasian trawl. Dengan dilarangnya alat tangkap trawl tersebut mengakibatkan total hasil tangkapan ikan demersal menurun. Penurunan hasil tangkapan ini disebabkan karena belum adanya alat tangkap yang menangkap ikan demersal seproduktif alat tangkap trawl. Namun demikian, pelarangan trawl dioperasikan di perairan Utara Jawa membawa dampak yang positif juga, yakni terjadinya pemulihan kondisi potensi sumberdaya ikan demersal di perairan Utara Jawa. Sebagai pengganti alat tangkap trawl, nelayan mengoperasikan alat 5 tangkap trammel net, arad dan dogolcantrang. Pada era tahun 2000-an alat tangkap arad telah berkembang sedemikian pesatnya jumlahnya dari hanya sebanyak 39 unit pada tahun 1996 menjadi 274 unit arad pada tahun 2000 dan terus meningkat menjadi 359 unit pada tahun 2005. Perkembangan alat tangkap dogolcantrang pada relatif tidak berubah banyak dari tahun 1996 sd 2005 yakni dari 325 unit menjadi 347 unit. Di samping menambahan jumlah unit penangkapan, ukuran alat tangkapnya juga mengalami modifikasi atau penambahan ukuran. Akibatnya kondisi sumberdaya ikan demersal yang telah mengalami pemulihan pada dekade tahun 1981 s1995, potensi sumberdaya ikan demersal menjadi semakin menurun dan daerah penangkapannya menjadi semakin jauh dari basis penangkapan ikan. Kegiatan penangkapan ikan di perairan Indonesia pada umumnya belum memperhatikan code of conduct for responsible fisheries. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan sebagian besar ditangkap oleh para nelayan dengan menggunakan alat tangkap yang sangat beragam dan pada umumnya tidak ramah lingkungan misalnya arad mini trawl, bagan tancap, dogolcantrang dan lain sebagainya. Meskipun berbagai kebijakan telah dibuat dan diberlakukan, namun karena lemahnya pengawasan dan kurangnya kesadaran akan arti kelestarian sumberdaya perikanan, dan juga karena lebih kepada tuntutan hidup yang harus dijalani nelayan akibat kemiskinan struktural, maka mengakibatkan terancamnya kelestarian sumberdaya dan rusaknya lingkungan. Akibatnya dari tahun ke tahun kondisi kesejahteraan nelayan, yang merupakan cerminan dari kondisi lingkungannya, cenderung sama saja dan memprihatinkan. Dengan memperhatikan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, diharapkan pengembangan perikanan tangkap di Indonesia pada umumnya dan di perairan Kota Tegal pada khususnya, akan dapat melestarikan potensi sumberdaya ikan yang ada di perairan, juga pada akhirnya akan ikut meningkatkan kesejahteraan nelayan. Demikian halnya dengan kelestarian sumberdaya ikan demersal, maka pemanfaatannya tidak dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Namun demikian pada kenyataannya, justru alat tangkap yang digunakan adalah alat tangkap yang cenderung merusak sumberdaya dan lingkungannya. 6 Dikaitkan dengan UU Pemerintah Daerah, khususnya UU No. 22, Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah, menjadikan Pemerintahan Kota Tegal memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola potensi yang dimiliki untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri yang pada ujungnya adalah berguna bagi kepentingan pembangunan wilayah itu sendiri, serta jika memungkinkan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan pada wilayah yang luas. Untuk itu, pada penelitian ini, penulis mencoba untuk mengkaji pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal berdasarkan ikan demersal yang dominan tertangkap pendekatan multi species dan juga berdasarkan luas wilayah perairan. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan utama