Kaidah Pengelolaan Pemanfaatan sumberdaya perikanan demersal yang berkelanjutan di perairan Tegal Jawa Tengah

22 mengemukakan bahwa produksi ikan pada waktu tertentu dapat dijadikan indikator dari ukuran stok ikan pada saat itu sehingga pengelolaan stok ikan untuk periode berikutnya dapat ditentukan. Dengan bertambahnya tekanan pada stok ikan karena adanya aktivitas penangkapan, konsep pertumbuhan alami harus tetap dipertahankan yang artinya jumlah kematian ikan akibat penangkapan dan kematian alami tidak boleh lebih besar dari proses penambahan stok ikan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa jumlah tangkapan tertinggi suatu jenis ikan tangkapan maksimum lestariMSY ditambah dengan jumlah kematian alami ikan tersebut tidak boleh melebihi jumlah penambahan stok ikan tersebut Pauly, 1983. Kemampuan sumberdaya perikanan untuk memperbaharui diri mereka melalui pertumbuhan dan rekrutmen sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya dalam hal pengadaan sumber makanan, persaingan antar dan inter spesies, lingkungan yang sehat dan sesuai, dan adanya predator. Jika aktivitas penangkapan dilakukan dengan tidak hati-hati walaupun jumlahnya tidak melebihi daya dukung suatu sumberdaya perikanan, maka aktivitas penangkapan tersebut cepat atau lambat akan membahayakan kemampuan sumberdaya perikanan dalam memperbaharui diri Pauly, 1983.

2.3 Kaidah Pengelolaan

Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Yang Berkelanjutan Istilah sustainable management dalam pengelolaan sumberdaya perikanan lebih diarahkan pada perikanan tangkap yang mengeksploitasi sumberdaya perikanan di laut dan di darat. Ide sustainable management di bidang perikanan relatif baru dibandingkan dengan bidang lain yang sumberdayanya dapat diperbaharui dan tingkat eksploitasinya dapat diatur dengan jelas seperti kehutanan Charles, 2001. Sustainable fisheries management erat kaitannya dengan aktivitas penangkapan yang bertanggung jawab responsible fisheries. Pengertian “pemanfaatan yang berkelanjutan” tidak hanya kegiatan atau aktivitas perikanan yang lestari semata tetapi juga merupakan aktivitas perikanan yang memenuhi persyaratan-persyaratan responsible fisheries, yaitu penggunaan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan. Aktivitas perikanan dikatakan lestari jika konsistensi kemampuan sumberdaya perikanan untuk pulih kembali terpelihara setiap saat tanpa mengabaikan stabilitas tangkapan sekarang. Dengan kata lain aktivitas perikanan lestari adalah sangat memperhatikan keinginan untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan sekaligus 23 menjaga kelestariannya Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001a. Menurut Haluan dan Rakhmadewi 2006, pendekatan sistem dan rekayasa permodelan untuk pengelolaan sumberdaya laut di wilayah pesisir yang berbasis masyarakat dapat dan layak dilakukan dalam rangka pengembangan wilayah pesisir dan masyarakatnya. Suatu perencanaan agroindustri perikanan di Indonesia dapat dilakukan dengan aplikasi pendekatan sistem dengan menyususn model agroindustri perikanan yang aplikatif, yang dinamis dan sekaligus merupakan sistem informasi manajemen yang akan membantu menunjang pengambilan keputusan oleh para eksekutif. Monintja 1999 mengemukakan bahwa kriteria teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah lingkungan adalah alat tangkap yang memenuhi kriteria : 1 Memiliki selektivitas alat tangkap tinggi. Dasar yang digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan ikan adalah dilihat dari ukuran ikan hasil tangkapan dan lebar mesh size jaring. Semakin besar ukuran ikan hasil tangkapan dan ukuran mesh size jaring semakin tinggi nilai keramahan lingkungan alat tangkap tersebut. 2 Tidak destruktif terhadap habitat. Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kerusakan pada habitat mempunyai nilai keramahan yang tinggi. 3 Tidak membahayakan operator. Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kecelakaan pada nelayan, mempunyai keramahan yang tinggi. 4 Ikan tangkapan bermutu baik. Mutu ikan hasil tangkapan akan menjadi tolak ukur nilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan. Semakin baik mutu ikan semakin tinggi nilai keramahannya. 5 Produk tidak membahayakan konsumen. Teknologi penangkapan yang menghasilkan tangkapan yang paling aman dikonsumsi mendapatkan nilai keramahan yang paling tinggi. 6 Minimum discard dan by-catch. Penilaian keramahan teknologi penangkapan pada materi ini didasarkan pada ada tidaknya hasil tangkapan yang dibuang. Dalam hal ini hasil tangkapan utama 24 sebaiknya lebih banyak dibandingkan dengan hasil sampingan lainnya, maka penilaian keramahan tidak didasarkan pada ada tidaknya ikan hasil sampingan. 7 Tidak merusak keanekaragaman sumberdaya hayati. Keramahan suatu teknologi penangkapan didasarkan pada ada tidaknya kerusakan keragaman sumberdaya hayati akibat aktivitas teknologi penangkapan tersebut. 8 Tidak menangkap protected species. Oleh karena fishing ground udang ada di dasar perairan, maka tidak ada spesies ikan yang dilindungi seperti ikan napoleon dan penyu, maka nilai keramahan teknologi penangkapan yang ada adalah sama. 9 Diterima secara sosial. Penerimaan masyarakat nelayan di lokasi penelitian terhadap teknologi penangkapan akan dijadikan dasar penilaian teknologi penangkapan tersebut. Lebih lanjut dikemukakan oleh Monintja 1999 bahwa kriteria aktivitas penangkapan ikan yang berkelanjutan adalah: 1 Menerapkan teknologi penangkapan ramah lingkungan. Penerapan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan akan dijadikan dasar penilaian pada materi ini. 2 Jumlah tangkapan tidak melebihi kuota. Ukuran jumlah hasil tangkapan dan kemampuan menangkap adalah sebagai dasar pendekatan dalam penentuan penilaian tingkat keberlanjutan suatu teknologi penangkapan. 3 Menguntungkan. Pendekatan yang digunakan adalah nilai NPV dan BC Ratio. 4 Rendah investasinya. Untuk mewujudkan upaya pengelolaan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan diperlukan perencanaan terpadu, mengingat banyaknya komponen-komponen yang terkait dari sub sistem-sub sistem yang ada. Upaya pengelolaan sumberdaya tidak hanya berorientasi pada peningkatan pemanfaatan sumberdaya atau produksi saja, tetapi harus dapat mengintegrasikan keseluruhan sub sistem dalam sistem pengelolaan sumberdaya seperti tersebut di atas. 25 Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya, kemungkinan akan dihadapkan pada berbagai permasalahan dan mengharuskannya untuk dapat menetapkan solusi, menetapkan kebijakan maupun pengambilan keputusan. Permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi merupakan permasalahan sistem yang bersifat kompleks. Alternatif untuk pemecahan masalah tidak akan dapat dirumuskan dengan cepat, karena begitu banyaknya faktor yang melingkupi. Pada pemanfaatan sumberdaya ikan misalnya, tidak akan terlepas dari pengetahuan tentang potensi sumberdaya, teknologi, mutu, harga maupun pasar. Teknologi, terkait dengan kapal penangkapan, alat penangkapan, instrumentasi, sumberdaya manusia maupun modal. Kapal penangkapan terkait dengan desain, konstruksi, ukuran, dan lain-lainnya. Dalam situasi demikian, akan sangat sulit untuk dapat menghubungkan keterkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya dan tidak mudah untuk dapat merumuskan alternatif pemecahan masalah. Menghadapi persoalan kompleks dan tidak terstruktur demikian, sering membingungkan karena banyaknya kepentingan, banyaknya sasaran, banyaknya alternatif dan banyaknya faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan. Dalam situasi demikian perlu disusun suatu skala prioritas, perlu disepakati bahwa dalam jangka pendek, sasaran yang satu lebih penting daripada yang lain dan melakukan perimbangan trade off demi kepentingan bersama yang lebih besar Garcia et al., 1999. Selanjutnya Charles 2001 menyatakan keberlanjutan selain terdiri dari aspek ekologi, dan sosial ekonomi juga ada aspek masyarakat dan kelembagaan dengan rincian sebagai berikut: 1 Ecological sustainability keberlanjutan ekologi. Dalam pandangan ini memelihara keberlanjutan stokbiomass sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas dari ekosistem menjadi konsern utama. 2 Socioeconomic sustainability keberlanjutan sosio-ekonomi. Konsep ini mengandung makna bahwa pembangunan perikanan harus memperhatikan keberlanjutan dari kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu. Dengan kata lain mempertahankan atau mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi merupakan konsern dalam kerangka keberlanjutan. 3 Community sustainability, mengandung makna bahwa keberlanjutan kesejahteraan dari sisi komunitas atau masyarakat haruslah menjadi perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan. 26 4 Institutional sustainability keberlanjutan kelembagaan. Dalam kerangka ini keberlanjutan kelembagaan yang menyangkut memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat merupakan prasyarat dari ketiga pembangunan berkelanjutan di atas. Dengan demikian jika setiap komponen dilihat sebagai komponen yang penting untuk menunjang keseluruhan proses pembangunan berkesinambungan, maka kebijakan pembangunan perikanan yang berkesinambungan haruslah mampu memelihara tingkat yang reasonable dari setiap komponen sustainable tersebut. Dengan kata lain keberlanjutan sistem akan menurun melalui kebijakan yang ditujukan hanya untuk mencapai satu elemen keberlanjutan saja Fauzi dan Anna, 2002.

2.4 Pendugaan Potensi