38 Pada dasarnya pengoperasian trawl dapat diizinkan kembali dengan berbagai persyaratan
yang harus ditaati bersama. Persyaratan tersebut antara lain 1 Harus dilakukan pengkajian terhadap stok sumberdaya udang dan ikan demersal di wilayah perairan yang akan digunakan
sebagai fishing ground perikanan trawl, 2 Hasil dari estimasi stok sumberdaya udang dan ikan demersal tersebut digunakan untuk menghitung jumlah unit penangkapan trawl dan sejenisnya
yang diizinkan beroperasi di wilayah perairan tersebut, 3 Perlu pengaturan waktu penangkapan udang dan ikan demersal di wilayah perairan tersebut, apakah memungkinkan sepanjang tahun
atau hanya waktu-waktu tertentu saja, 4 Perlunya menumbuhkan kesadaran bersama bahwa dengan menjaga kelestarian sumberdayanya maka kelangsungan usaha mereka juga tetap terjaga
dengan baik, 5 Perlunya melakukan restocking udang dan sumberdaya ikan demersal lainnya di wilayah perairan tersebut, sehingga diharapkan kelestarian sumberdaya udang dan ikan demersal
dapat terpelihara dengan baik Haluan, 2003.
2.10 Teknologi Penangkapan Ikan Demersal
Penangkapan ikan adalah aktivitas yang sarat dengan teknologi, kondisinya berat dan sangat beresiko bagi nelayan. Sebagian besar teknologi penangkapan ikan adalah sangat
dipengaruhi oleh faktor dari luar, misalnya permintaan pasar, sehingga perkembangan teknologi dalam perikanan adalah sulit dikontrol. Efektivitas biaya dalam teknologi penangkapan telah
menjadi perhatian sejak lama bagi industri perikanan untuk mendapatkan ikan tangkapan yang lebih besar jumlahnya dalam kondisi yang lebih aman dan rendah biaya, menangkap ikan pada
fishing ground yang lebih jauh, dan menghasilkan produk yang lebih baik kualitasnya dengan
harga yang lebih tinggi Garcia et al., 1999. Sehingga upaya untuk mendapatkan teknologi penangkapan yang lebih baik, efektif, dan efisien akan terus berlangsung mengingat bahwa
permintaan pasar terhadap ikan akan terus meningkat sejalan dengan terus terdongkraknya kebutuhan protein hewani oleh manusia yang dari tahun ke tahun terus bertambah jumlahnya.
Cunningham et al., 1985 melaporkan bahwa introduksi beberapa teknolcgi penangkapan telah menaikkan produksi sekaligus meningkatkan keuntungan industri perikanan.
Penggunaan stern trawling, purse seine, hydraulic power blocks, dan echo sounder telah meningkatkan total produksi dan CPUE. Di Indonesia, penggunaan rumpon untuk alat tangkap
39 pole and line
di Sorong telah meningkatkan produksi total dan CPUE Uktolseja, 1989; McElroy, 1989; McElroy dan Uktolseja, 1992.
Namun demikian, adanya kendala terbatasnya daya dukung sumberdaya untuk memperbaharui diri mereka setelah tereksploitasi secara berlebihan menyebabkan tidak jelasnya
dan kontradiksinya sumbangsih perkembangan teknologi penangkapan. Walaupun diakui bahwa meningkatnya produksi total pada awal 1980-an disebabkan oleh penggunaan alat-alat mekanis
dan elektronik pada teknologi penangkapan ikan, di lain pihak, meningkatnya efisiensi teknologi tidak selalu diikuti dengan meningkatnya produktivitas. Bahkan penggunaan teknologi lanjut
telah menurunkan rasio tangkapan dan produktivitas Cunningham et al., 1985. Landasan dari pernyataan tersebut adalah bahwa adopsi teknologi penangkapan baru oleh nelayan yang
menghasilkan lebih baiknya produktivitas dan koefisien daya tangkap catchability coefficient akan mendorong aktivitas penangkapan.
Kondisi ini menyebabkan armada penangkapan baru tertarik untuk bergabung dalam eksploitasi sumberdaya ikan tersebut dan mengadopsi teknologi penangkapan baru tersebut.
Semakin banyak armada penangkapan baru bergabung dalam aktivitas penangkapan, semakin berat tekanan penangkapan terhadap sumberdaya perikanan. Sementara itu sumberdaya
perikanan mempunyai keterbatasan dalam memperbaharui diri. Oleh karena itu kemampuan daya tangkap atau peningkatan upaya penangkapan hanya akan meningkatkan produksi sampai
mencapai batas tertentu, yaitu nilai MSY, tetapi tahap selanjutnya produktivitas akan turun karena peningkatan upaya penangkapan tidak diimbangi oleh meningkatnya produksi yang
disebabkan menurunnya jumlah stok ikan Naamin, 1984. Cunningham et al., 1985 dan Withmatsh 1990 menamakan fenomena tersebut dengan istilah pedang bermata ganda
double edge sword. Ini berarti bahwa perkembangan teknologi penangkapan akan
meningkatkan kemampuan daya tangkap dan produktivitas pada tingkat upaya penangkapan tertentu, namun sebaliknya, perkembangan teknologi penangkapan juga akan menurunkan
kedua-duanya setelah upaya penangkapan melewati suatu titik yang menghasilkan MSY. Efek perkembangan teknologi penangkapan terhadap CPUE kurang lebih sama dengan
pengaruhnya terhadap kemampuan daya tangkap dan produktivitas. Pada mulanya, introduksi teknologi penangkapan baru akan meningkatkan CPUE. Peningkatan CPUE ini akan terus
berlangsung sampai mencapai titik maksimum dari CPUE. Setelah CPUE mencapai maksimum,
40 aplikasi teknologi baru justru akan menurunkan CPUE karena kecepatan pertambahan upaya
penangkapan lebih tinggi dari pertambahan produksi total. Pada kondisi sekarang, peran teknologi penangkapan tidaklah dapat diabaikan begitu
saja. Keadaan sumberdaya perikanan yang semakin tertekan oleh karena terus meningkatnya aktivitas penangkapan yang dipicu oleh bertambahnya permintaan protein hewani oleh manusia
yang terus bertambah jumlahnya mau tidak mau pengelolaan sumberdaya perikanan harus juga memikirkan kebutuhan generasi berikutnya tanpa mengabaikan kebutuhan sekarang terhadap
sumberdaya perikanan tersebut. Dengan kata lain pengelolaan sumberdaya perikanan harus berkelanjutan yang ditunjang dengan penggunaan teknologi penangkapan yang ramah
lingkungan sehingga aktivitas penangkapan dapat dipertanggungjawabkan untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan tersebut.
Beberapa contoh jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal antara lain adalah :
1 Alat tangkap arad minitrawl
Alat tangkap arad minitrawl yang bersifat aktif adalah alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap udang dengan cara ditarik dihela oleh kapal dengan daya
tertentu atau dilingkarkan di perairan, yang bertekstur dasar relatif rata, terdiri dari lumpur atau lumpur berpasir yang diperkirakan banyak udangnya. Unit penangkapan ikan dengan
jaring arad yang digunakan oleh nelayan di perairan Tegal dan sekitarnya meliputi kapal, jaring arad dan nelayan.
Kapal yang digunakan pada umumnya terbuat dari material kayu dan menggunakan mesin kapal sebagai motor penggerak pada tiap kapalnya berjumlah 2 buah dengan jumlah ABK
atau nelayan setiap kapalnya berjumlah 3 orang, masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda, yakni satu orang sebagai juru mudi yang bertugas untuk mengendalikan olah gerak
kapal dan menentukan daerah penangkapan ikan, satu orang sebagai juru masak yang bertugas untuk menyiapkan makanan saat dibutuhkan dan kadang membantu saat setting dan hauling, dan
seorang lagi bertugas menyiapkan segala peralatan saat setting dan hauling dan menjaga kebersihan kapal Pramono, 2006; A. Fauzi, 2004.
41 Jaring arad dioperasikan pada daerah pantai dengan tipe dasar perairan lumpur berpasir.
Kedalaman perairan berkisar antara 5 - 10 m dengan topografi dasar perairan yang relatif datar. Jaring arad dapat dioperasikan sepanjang tahun, namun intensitas pengoperasianya di pengaruhi
oleh musim penangkapan Puslitbang Perikanan 1991.
Menurut Nontji 1987 pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin muson. Angin ini bertiup secara mantap kearah tertentu pada suatu periode, dan periode lainnya
bertiup kearah yang berlainan secara mantap pula. Pola angin ini erat hubungannya dengan keadaan iklim muson di Indonesia yang dapat dibagi menjadi 3 periode, yaitu : musim barat
Desember sampai Maret, musim timur Juni sampai Agustus, dan musim peralihan April sampai Mei dan September sampai November.
Menurut Manadiyanto et al., 2000, musim di bidang perikanan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu musim barat dan musim timur. Upaya penangkapan memberikan hasil
terbesar pada musim timur, dimana pada musim ini angin angin yang bertiup terhalang oleh tanjung sehingga tidak memberikan gelombang yang besar. Sedangkan pada musim barat, angin
bertiup tidak terhalang oleh tanjung, sehingga menimbulkan gelombang yang besar dengan seringnya disertai hujan lebat.
Manadiyanto et al. 2000 menjelaskan bahwa puncak penangkapan berlangsung pada musim timur, yaitu antara pertengahan Maret sampai pertengahan Juni. Selanjutnya Sumiono et
al . 1998, diacu dalam Manadiyanto et al., 2000 menjelaskan bahwa udang lebih banyak
tertangkap di perairan yang dangkal. Hal ini dikarenakan muara sungai merupakan tempat percampuran air sungai dan laut yang kaya akan makanan.
Menurut Wyrkti 1962, perairan utara Jawa pada umumnya dipengaruhi oleh adanya perubahan pola arah angin muson barat angin barat dan angin muson timur musim timur.
Kedua angin tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap perubahan pola arah, kecepatan arus, salinitas, maupun konduktifitas primer perairan. Masa transisi musim barat ke musim timur
memberi pengaruh terhadap perairan utara Jawa. Selama angin muson barat berhembus, maka curah hujan akan meningkat dan air sangat banyak yang masuk ke laut sehingga mengakibatkan
pengenceran terhadap air laut, sebaliknya selama musim timur terjadi peningkatan salinitas akibat penguapan yang besar ditambah dengan masuknya massa air yang mempunyai salinitas
tinggi dari laut Flores dan Samudera Pasifik melalui perairan selat Makassar.
42
2 Trawl dasar Bottom trawl
Pengoperasian alat ini di Indonesia telah dilarang melalui KEPPRES No. 391980.
Pada dasarnya alat trawl terdiri dari bagian kantong cod end, badan body, sayap wing,
sewakan otter board dan tali tank warp. Ukuran masing-masing bagian tersebut bervariasi menurut besar GT kapal. Kapal yang digunakan harus mempunyai stabilitas cukup baik
yang angguk dan olengnya rolling dan pitching rendah serta mampu bertahan terhadap ombak besar dan angin kuat. Geladak kapal harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
bekerja serta dilengkapi palka yang baik dan memenuhi syarat bagi penyimpanan udang dan ikan sehingga mutu tetap terjaga. Kapal yang dioperasikan umumnya mempunyai ukuran
dengan kategori lebih dari 100 GT Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Prinsip kerjanya adalah jaring yang dihela di dasar perairan selama jangka waktu
tertentu 1-3 jam per tarikan oleh kapal dengan bobot mati serta kekuatan mesin yang sangat bervariasi. Mekanisme penarikan jaring sepenuhnya menggunakan tenaga mesin. Alat ini
mempunyai efisiensi daya tangkap yang sangat tinggi. Kegiatan penangkapan berlangsung baik siang maupun malam, dengan kedalaman penarikan jaring berkisar antara 10-70 meter,
bukaan horizontal mulut jaring dapat mencapai 40 meter. Kekuatan mesinnya harus cukup kuat untuk menarik pukat atau jaringnya. Satu trip trawler dapat beroperasi selama 35 - 40
hari penangkapan Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003.
3 Pukat udang BED-shrimp net
Alat tangkap ini hanya diizinkan beroperasi di perairan Indonesia mulai dari bujur 131
BT ke arah timur. Rancang bangun pukat udang pada prinsipnya sama dengan trawl. Perbedaannya pada alat ini dilengkapi dengan alat pemisah ikan berupa bingkai jeruji yang
dibuat dari pipa galvanis dan ditempatkan diantara bagian badan dan kantong. Kapal yang digunakan umumnya berukuran 100-350 GT dengan anak buah kapal lebih dari 10 orang
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Seperti trawl pada umumnya, metode pengoperasian pukat udang, diawali dengan
penurunan jaring bagian kantong codend yang akan berada dalam posisi paling belakang. Setelah itu penurunan bagian lainnya, secara berurutan, yaitu alat pemisah ikan API, bagian
badan jaring, bridle line, papan otter board dan diakhiri dengan penurunan tali penarik warp.
43 Panjang tali penarik yang diturunkan disesuaikan dengan kedalaman perairan, biasanya 4 sampai
5 kali kedalaman perairan. Setelah jaring berada di dalam air, kapal tetap bergerak sehingga menyeret alat tangkap di dasar perairan pada kecepatan 2,5 - 3,0 knot. Lama penyeretan jaring
ini towing biasanya berkisar antara 2 - 3 jam. Sebuah try net selalu dioperasikan secara bersamaan untuk menduga kelimpahan udang yang akan tertangkap sebelum hauling atau
pengangkatan jaring dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Penyeretan jaring tersebut diakhiri dengan proses pengangkatan jaring yang disebut
hauling . Dalam proses ini, urutan bagian jaring yang diangkat ke atas geladak kapal adalah
kebalikan dari urutan bagian jaring yang diturunkan menjelang towing. Setelah try net tiba di atas kapal, anak buah kapal yang mengendalikan winch akan
membunyikan bel dan kapal kemudian diperlambat. Maksud dari penurunan kecepatan ini adalah untuk mengurangi tahanan air terhadap jaring dan otter board sehingga beban yang
dialami winch berkurang. Warp kemudian ditarik hingga kedua otter board menggantung di ujung rig. Setelah itu winch segera dikunci dan dimatikan. ABK pemegang galah pengait segera
mengait lazy line, dan kemudian digulung pada head winch setelah lazy line tergantung lewat side block
. Winch bantu dijalankan dan mulai dilakukan penarikan lazy line kemudian tali sling dan hook line disambung dengan bagian tali untuk mengangkat bagian kantong. ABK di stopper
hook mengaitkan dengan lazy line, lalu gulungan lazy line pada winch bantu dilepas dan kantong
terangkat ke sisi dek. Selanjutnya adalah mengaitkan hook line dengan tali sling yang telah dilingkarkan pada kantong dan hook line digulung dengan head winch, setelah kantong pada
posisi menggantung tali kantong dilepas dan isi dari kantong codend dicurahkan di atas dek. Penurunan jaring pada operasi dengan menggunakan jaring trawl yang pertama
diturunkan adalah bagian kantong codend, kemudian diikuti oleh alat pemisah ikan BED, bagian badan, bridle line, papan otter board dan yang terakhir tali penarik warp. Tali penarik
warp diturunkan sesuai dengan kedalaman perairan. Kecepatan kapal diturunkan menjadi 3 knot Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003.
Hasil tangkapan pukat udang adalah udang windu Penaeus semisulcatus, udang windu Penaeus monodon, udang jerbung Penaeus merguiensis, udang dogol Metapenaeus
endeavouri , udang krosokmerah Solanocera spp, udang ratu Penaeus latisulcatus, udang
uchiwa Thenus orientalis, udang kiji Metapenaeus monoceros dan udang kembang Penaeus
44 japonicus
. Selain itu, tertangkap juga ikan-ikan demersal, seperti kerapu Ephinephelus sp, kakap merah Lutjanus spp, bawal putih Pampus sp, ikan kuwe Caranx sp, kakap putih
Lates calcarifer, beloso Saurida sp, ikan lidah Cynoglossus sp, ikan sebelah Psettodidae, manyung Arius sp, bawal hitam Formio niger, gerot-gerot Pomadasys sp, gulamah
Sciaenidae, pari Trigonidae, cucut Charcharinidae dan lain-lain Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003.
4 Dogol atau
cantrang danish seine
Prinsip kerja dan konstruksinya hampir sama dengan trawl tetapi berukuran lebih kecil dan tidak dilengkapi dengan papan pembuka. Perahu tidak memerlukan mesin yang
berukuran besar karena hanya digunakan untuk perjalanan ke daerah penangkapan serta melingkarkan jaringnya. Cara pengoperasiannya dengan jalan melingkarkan jaring kemudian
ditarik dengan tangan ke arah perahu dimana perahu dalam keadaan tidak bergerak. Alat ini umumnya beroperasi di kedalaman 10 – 20 meter Departemen Kelautan dan Perikanan,
2003.
3 METODOLOGI UMUM Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mulai dari tahap pengumpulan bahan-bahan pustaka untuk penyusunan proposal sampai dengan penulisan disertasi dilakukan selama 12 bulan. Tahap awal dari
penelitian ini adalah kajian-kajian pustaka yang telah dilakukan selama 2 bulan. Pengambilan data primer dan sekunder dilakukan di Kota Tegal. Waktu pelaksanaan pengambilan data di
lapangan untuk menambah informasi dan data primer serta sekunder yang telah dikumpulkan selama ini dilakukan pada bulan Maret - Mei 2006 di Kota Tegal. Peta lokasi penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 1. Pengambilan data primer dan sekunder dan informasi lainnya di lapangan untuk
menambah data dan informasi yang telah dilakukan sebelumnya. Proses pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan penelusuran informasi terhadap kondisi perikanan dan perikanan tangkap
di daerah penelitian. Kajian pustaka juga dilakukan untuk mengetahui informasi tentang kondisi sumberdaya ikan demersal dan teknologi perikanan arad pada daerah penelitian dan di
Indonesia.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian