Orientasi Pemanfaatan Hak Pemilikan

75 Persoalan lainnya nilai sosial ekosistem mangrove seringkali tidak diperhitungkan sebagai nilai manfaat. Sebaliknya keuntungan dari mengeksploitasi mangrove mudah diperhitungkan dari produksi ikan bandeng dan udang.

5.3.2.5 Orientasi Pemanfaatan

Mangrove selama ini diperhitungkan hanya dari manfaat jangka pendek. Hal ini diindikasikan dengan rendahnya nilai sewa serta hutan mangrove tidak dialokasikan sebagai kawasan lindung. Rendahnya harga sewa garapan sebagai indikasi bahwa Perum Perhutani mengharapkan pertumbuhan usaha sewa garapan guna melestarikan penerimaan usahanya. Tidak dialokasikannya hutan mangrove sebagai kawasan lindung, sebagai indikasi bahwa Pemda lebih berorientasi untuk memperoleh manfaat jangka pendek. Dapat diartikan bahwa hutan mangrove baik oleh Perum Perhutani maupun Pemda lebih diarahkan menjadi barang swasta murni maupun sebagai barang swasta campuran. Akibatnya manfaat ekosistem mangrove hanya terdistribusi kepada penggarap saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya kehilangan kesempatan untuk menikmati fungsi hutan mangrove sebagai barang publik murni dan barang publik campuran. Faktor pendukung orientasi manfaat jangka pendek adalah 1 program peningkatan produksi perikanan dari 421 kgha menjadi 2 – 3.1 tonha, sedangkan program reboisasi dianggap menurunkan produksi perikanan dengan laju 10.76 tahun; 2 program memperluas lapangan pekerjaan, dan 3 program peningkatan pendapatan. Sehingga kebijakan tambak intensif menjadi prioritas utama pengembangan manfaat aliran sungai di Kabupaten Tangerang.

5.3.2.6 Hak Pemilikan

Berbagai peraturan yang tidak mendefinisikan hak pemilikan secara jelas dapat menyebabkan kerusakan mangrove. Kebijakan penghapusan tanah partikelir UU No. 11958 yang tidak diikuti dengan kejelasan sistem 76 konpensasi berdampak kepada peningkatan penguasaan fisik lahan garapan sehingga terus terjadi kerusakan ekosistem mangrove. Dualisme sistem hukum antara sistem hukum adat dengan sistem hukum barat menimbulkan ketidakpastian hak penguasaan atas lahan garapan sehingga penguasaan secara fisik atas lahan garapan menjadi karakteristik utama dalam pemanfaatan ekosistem mangrove. Karakteristik seperti ini memiliki kemiripan pada karakteristik sumberdaya alam bebas akses. Tidak adanya kepastian hak penguasaan lahan garapan menunjukkan bahwa empat karakteristik utama dalam konsep hak kepemilikan, yaitu menyeluruh, dapat mengecualikan, dapat dipindahtangankan, dan memiliki keamanan, tidak sepenuhnya diakomodasikan. Situasi ini mengakibatkan hak pemilikan dalam pengelolaan ekosistem mangrove tidak berfungsi secara efektif. Sehingga pengendalian kerusakannya sangat begantung kepada efektifitas sistem pengawasan.

5.3.2.7 Sistem Pengawasan