51
4.1. 5 Kualitas Air
Kualitas lingkungan perairan ekosistem mangrove di daerah pesisir Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga secara umum masih berada pada batas
normal. Walaupun mengalami fluktuasi, kondisi lingkungan perairan tersebut masih dapat ditolerir oleh biota-biota penghuni ekosistem mangrove.
Suhu berkisar antara 24,7° – 32,7° C, suhu yang baik untuk kehidupan mangrove tidak kurang dari 20° C. Suhu yang tinggi 40°C cenderung tidak
mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan mangrove. Sedangkan kisaran suhu yang diperbolehkan dalam pemeliharaan udang windu adalah
26° – 32° C. Suhu di lokasi penelitian merupakan suhu yang sesuai untuk kehidupan mangrove dan budidaya tambak.
Salinitas didaerah mangrove dipengaruhi oleh tinggi dan waktu penggenangan air pasang serta adanya aliran sungai. Selanjutnya salinitas ini
akan menentukan kehidupan tumbuhan mangrove. Selain itu salinitas juga mempengaruhi tekanan osmotik daerah dalam tubuh ikan dan udang yang
dibudidayakan. Avicennia marina, Sonneratia alba, Acanthus ilicifolius dan Rhizophora mocronata dapat tumbuh pada daerah yang mempunyai kisaran
salinitas 10 – 30 de Hann 1993 in Supriharyono 2002. Salinitas berkisar antara 26,7 – 32,0 .
Tambak-tambak yang terdapat didaerah Tanjung Pasir pada umumnya mempunyai kedalaman antara 50 – 120 cm. Hal ini mempengaruhi besarnya
nilai kekeruhan. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada daerah tambak yang disebabkan karena lokasi ini sangat dipengaruhi oleh adanya pasang surut dan
substratnya yang relatif berlumpur. Nilai kekeruhan lingkungan perairan ekosistem mangrove Tanjung Pasir berkisar antara 6,7 – 45,0 NTU.
Nilai pH suatu perairan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan udang dan ikan. Menurut Boyd 1990, nilai pH air tambak
yang tinggi 9 akan mempercepat perubahan ammonium menjadi ammonia yang beracun terhadap udang. Pertumbuhan udang akan berhenti pada pH di
bawah 5,0 dan pada pH sekitar 4,0 akan terjadi kematian Sing 1980 in Naamin 1881. Nilai pH pada ekosistem mangrove Tanjung Pasir berkisar
52
antara 6,2 – 7,5. Hal ini menunjukkan bahwa pH air di ekosistem tersebut masih berada dalam batas-batas toleransi dan baik bagi kegiatan perikanan.
Oksigen terlarut DO mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan biota-biota di ekosistem tersebut. Kandungan oksigen terlarut di dalam
tambak dapat menurunkan daya tahan udang dan ikan terhadap penyakit dan dapat menghambat pertumbuhannya Kungvankij 1986. Nilai DO yang
didapat berada pada kisaran 2.13 – 9,87 ppm. Karena lingkungan perairan ekosistem mangrove pada umumnya
menunjukkan kondisi yang baik bagi kegiatan perikanan budidaya, maka selama satu dekade ini kegiatan tersebut terus meningkat. Akan tetapi
meningkatnya kegiatan budidaya tersebut akan membutuhkan banyak lahan untuk dijadikan areal pertambakan, sehingga mengakibatkan berkurangnya
luas ekosistem mangrove dari tahun ke tahun. Selain itu masih banyak terdapat pertambakan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian,
seperti tidak dilakukannya pengontrolan terhadap kualitas perairan dan pembukaan lahan yang dilakukan secara tebang habis. Hal inilah yang
merupakan penyebab utama kerusakan ekosistem mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang.
Kerusakan ekosistem mangrove di Kabupaten Tangerang telah menimbulkan beberapa permasalahan, seperti; kesulitan mendapatkan air
bersih di Desa Salembaran Jaya akibat intrusi air laut, sedimentasi pantai, terutama di wilayah muara sungai, seperti muara sungai Cimanceri, Cisadane
dan Cirarab, pengikisan garis pantai akibat abrasi sekitar 456,4 ha yang meliputi wilayah Dadap, Kosambi Timur, Kosambi Barat, Salembaran,
Muara, Tanjung Pasir, Kohod, Sukawati, Kramat, Karang Serang, Tanjunganom, Margamulya dan Ketapang; hilangnya pantai sejauh tiga
kilometer di Karang Serang akibat abrasi dan terendamnya rumah penduduk hingga duapuluh sentimeter saat air laut pasang di Kecamatan Teluk Naga.
Pemerintah Kabupaten Tangerang sudah melakukan beberapa kegiatan untuk mencegah semakin bertambah parahnya kerusakan ekosistem
mangrove, seperti pembangunan breakwater sepanjang kurang lebih satu kilometer di Pesisir Kampung Garapan, Mauk; penanaman kembali mangrove
53
pada wilayah hutan mangrove yang telah rusak parah dan pada daerah-daerah yang rawan terhadap bahaya banjir dan abrasi pantai seperti yang dilakukan
oleh Pusat Penelitian Oseanografi P2O Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI bekerjasama dengan masyarakat sekitar serta melakukan
pemindahan secara bertahap terhadap kegiatan yang sudah ada yang tidak menunjang perlindungan terhadap flora dan fauna di kawasan ekosistem
mangrove. Selain itu penebangan hutan mangrove untuk kebutuhan masyarakat
dilakukan dengan tidak menebang habis tetapi harus meninggalkan pohon induk sebagai usaha peremajaan hutan. Dengan demikian pada siklus
penebangan berikutnya dapat diperoleh kembali tegakkan mangrove baru yang kurang lebih sama dengan mangrove semula dan potensi sumberdaya
alam lainnya dapat dipertahankan. Kegiatan rehabilitasi mangrove yang telah dilakukan sebaiknya
ditunjang dengan mengadakan penyuluhan secara berkala kepada masyarakat yang tinggal di sekitar ekosistem mangrove dan mengikutsertakan
masyarakat dalam kegiatan perlindungan dan konservasi ekosistem
mangrove. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan rasa tanggung jawab dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap perlindungan dan pelestarian
ekosistem mangrove tersebut. Selain itu perlu adanya pengawasan terhadap pemanfaatan mangrove untuk pembangunan wilayah pesisir dan pemberian
sanksi bagi yang melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan.
4.2 Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1 Penduduk