73
5.3.2.4 Penghargaan Terhadap Mangrove
Kurangnya penghargaan terhadap ekosistem mangrove tercermin dari beberapa peraturan yang memicu untuk melakukan pemanfaatan secara
berlebihan. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 174KMK 041993 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai jualnya sama
dengan kelas terendah. Indikasi lain adalah SK Kepala Unit III No. 22011998 yang mengatur tarif sewa lahan garapan berdasarkan nilai kayu.
Rata-rata tahunan kayu mangrove diperhitungkan setara 12 m³hatahun. Lahan garapan pada wilayah-wilayah baik pasang surutnya baik, nilai
sewanya setara dengan kayu sejumlah 2,4 m³hatahun. Apabila harga kayu mangrove diasumsikan Rp 90.000m³ maka nilai kesempatan kayu hutan
mangrove adalah Rp 216.000hatahun. Kenyataannya, nilai sewa lahan garapnnya hanya Rp 43.200hatahun atau 20 dari nilai kayunya.
Lahan garapan yang lebarnya antara 5 – 10 m nilai sewanya setara dengan kayu sejumlah 4,8 m³hatahun atau sekitar Rp 432.000.- hatahun
atau sekitar 15 dari nilai kayunya. Demikian juga lahan garapan yang lebarnya lebih dari 15 m, dinilai setara dengan kayu sejumlah 12m³hatahun
atau Rp 1.080.000.-hatahun. Tetapi nilai sewa garapan hanya sekitar Rp 108.000.- hatahun atau 10 dari nilai kayunya.
Hal ini berarti bahwa semakin lebar kawasan mangrove dijadikan lahan garapan maka nilai sewanya semakin kecil, sehingga memberikan insentif
untuk melakukan pemanfaatan secara berlebihan. Melalui pengaturan sewa garapan seperti itu, maka insentif terbesar akan diterima oleh penggarap yang
memiliki lahan garapan lebar lebih dari 15 m. Situasi ini memicu penggarap untuk berlomba memperoleh lahan garapan yang lebih luas guna
meningkatkan perolehan keuntungannya. Kurangnya penghargaan terhadap mangrove juga terlihat nyata pada
lahan garapan yang termasuk klasifikasi II, dimana nilai kesempatan ekosistem mangrove disetarakan dengan hilangnya kayu sejumlah 4,8
mhatahun. Akan tetapi nilai sewa lahan garapannya hanya diperhitungkan dengan hilangnya kayu sejumlah 2.4 m3hatahun. Hal yang sama juga
diberlakukan untuk klasifikasi III dan IV, sehingga posisi mangrove semakin
74
mendapat tekanan untuk dimanfaatkan secara berlebihan. Harga sewa lahan garapan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai kompensasi pemanfaatan mangrove di Kabupaten Tangerang Tipe
Nilai kompensasihatahun Klasifikasi I
Klasifikasi II Klasifikasi III
Klasifikasi IV Pasang Surut Baik
A 43200
64800 86400
129600 B
64800 86400
108000 151200
C 86400
108000 129600
172800 D
129600 151200
172800 216000
Pasang Surut Sedang A
33600 50400
67200 100800
B 50400
67200 84400
117600 C
67200 84000
100800 134400
D 100800
117600 134400
16800 Pasang Surut Buruk
A 24000
36000 48000
72000 B
36000 48000
60000 84000
C 48000
60000 72000
96000 D
72000 84000
96000 120000
Sumber : SK Kepala Unit III Perum Perhutani No. 2201KptsIII1998 Keterangan:
Klasifikasi I : Prosentase Tumbuh 80, nilai kerugian 2.4
m3haTahun Klasifikasi II
: Prosentase Tumbuh 60-80, nilai kerugian 4.8 m3haTahun
Klasifikasi III : Prosentase Tumbuh 40-59, nilai kerugian 7.2 m3haTahun
Klasifikasi IV : Prosentase Tumbuh 40, nilai kerugian 4.8 m3haTahun Tipe A
: Lebar Parit 5 m, nilai kerugian 2.4 m3haTahun Tipe B
: Lebar Parit 5-10 m, nilai kerugian 4.8 m3haTahun Tipe C
: Lebar Parit 10.1-15 m, nilai kerugian 7.2 m3haTahun Tipe D
: Lebar Parit 15 m, nilai kerugian 12.0 m3haTahun
75
Persoalan lainnya nilai sosial ekosistem mangrove seringkali tidak diperhitungkan sebagai nilai manfaat. Sebaliknya keuntungan dari
mengeksploitasi mangrove mudah diperhitungkan dari produksi ikan bandeng dan udang.
5.3.2.5 Orientasi Pemanfaatan