Meskipun akar TQM berasal dari model-model perusahaan dan industri, namun kini penggunaannya telah merambah struktur manajemen, baik di lembaga
pemerintahan maupun lembaga swasta. TQM memperkenalkan pengembangan proses, produk dan pelayanan
sebuah organisasi secara sistematik dan berkesinambungan. Pendekatan ini berusaha untuk melibatkan semua pihak terkait dan memastikan bahwa
pengalaman dan ide-ide mereka memiliki sumbangan dalam pengembangan mutu. Prinsip-prinsip yang melandasi TQM mencakup promosi lingkungan yang
berfokus pada mutu, pengenalan kepuasan pelanggan sebagai indikator kunci pelayanan bermutu dan perubahan sistem, perilaku dan proses dalam rangka
menjalankan perbaikan selangkah demi selangkah dan terus menerus terhadap barang dan pelayanan yang disediakan oleh sebuah organisasi. Lingkungan yang
berfokus pada mutu adalah sebuah organisasi dimana pengadaan pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keperluan pelanggan dan dengan biaya
terjangkau menjadi konsensus di kalangan anggota organisasi tersebut. Inti pendekatan semacam ini adalah tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan,
yang dengan sendirinya menunjukkan efektifitas pelayanan www.deliveri.org. Realisasi penerapan disiplin mutu terhadap semua kegiatan akan kelihatan
hasilnya di dalam perusahaan yang lebih efisien dan bersaing menuju ke arah perkembangan manajemen mutu terpadu secara bertahap. Tujuan utama TQM
adalah untuk mereorientasi sistem manajemen, perilaku staf, fokus organisasi dan proses-proses pengadaan pelayanan sehingga lembaga penyedia pelayanan dapat
berproduksi lebih baik, pelayanan yang lebih efektif yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan keperluan pelanggan.
2.8 Definisi dan Konsep Six Sigma
Menurut Chowdury 2002, six merupakan tingkat kesempurnaan sigma yang dituju. Six Sigma adalah sebuah ukuran yang digunakan untuk menentukan
seberapa baik atau buruk kinerja dari suatu proses. Dengan kata lain berapa banyak kesalahan yang dibuat oleh sebuah perusahaan apapun jenis usahanya.
Six Sigma merupakan cara mengukur proses, tujuan mendekati sempurna,
disajikan dengan 3,4 DPMO Defects Per Million Opportunities, sebuah
pendekatan untuk mengubah budaya organisasi. Six Sigma dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang luas dan komprehensif untuk membangun dan
menopang kinerja, sukses, dan kepemimpinan bisnis Pande et al. 2002. Sigma
adalah suatu istilah statistik untuk menunjukkan penyimpangan standar standard deviation, suatu indikator dari tingkat variasi dalam seperangkat
pengukuran atau proses. Six Sigma merupakan konsep statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat defect pada level enam six sigma,
hanya 3,4 cacat dari sejuta peluang. Six Sigma pun merupakan falsafah manajemen yang berfokus untuk menghapus cacat dengan cara menekankan
pemahaman, pengukuran, dan perbaikan proses Brue 2002. Brue 2002 juga mengatakan cacat defect ialah ciri yang dapat diukur
dari suatu proses atau outputnya yang tidak berada di dalam batas-batas yang dapat diterima pelanggan, yakni tidak sesuai dengan spesifikasi. Enam sigma adalah
praktik-praktik yang membantu perusahaan menghilangkan cacat dan selalu menghasilkan produk dan jasa yang memenuhi spesifikasi pelanggan. Level sigma
dari suatu proses dikalkulasi berkaitan dengan jumlah cacat dalam rasio jumlah peluang untuk cacat.
Pande et al. 2002 membagi lebih lanjut pengantar Six Sigma dengan menyaring unsur-unsur kritis dari sisi kepemimpinan ke dalam enam tema atau visi:
1. Fokus yang sungguh-sungguh kepada pelanggan, didukung oleh sikap yang mengutamakan kebutuhan para pelanggan, juga sistem dan strategi yang
berfungsi untuk mengikatkan bisnis kepada suara pelanggan. 2. Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta, dengan sistem-sistem
pengukuran efektif yang melacak hasil dan hasil akhir Y maupun proses, input, dan faktor-faktor prediktif lainnya X.
3. Fokus proses, manajemen dan perbaikan, sebagai sebuah mesin untuk pertumbuhan dan sukses. Proses-proses dalam Six Sigma didokumentasikan,
dikomunikasikan, diukur dan diperbaiki pada basis terus menerus. Proses- proses tersebut dirancang atau dirancang ulang secara berkala, untuk tetap
berada pada kebutuhan saat ini dari pelanggan dan bisnis. 4. Manajemen proaktif, meliputi kebiasaan dan praktik-praktik yang
mengantisipasi masalah dan perubahan-perubahan, menerapkan fakta dan data,
dan asumsi-asumsi pertanyaan mengenai tujuan dan bagaimana perusahaan melakukan sesuatu.
5. Kolaborasi tanpa batas, kooperasi khusus antara kelompok-kelompok internal dan dengan para pelanggan, pemasok, dan mitra rantai persediaan.
6. Dorongan untuk sempurna, tetapi toleransi terhadap kegagalan. Hal ini memberikan kebebasan kepada orang-orang di dalam Six Sigma untuk menguji
pendekatan-pendekatan baru bahkan sementara mengelola risiko dan belajar dari kesalahan, dengan demikian mencapai palang kinerja dan kepuasan
pelanggan. Hal mendasar bagi Six Sigma adalah menentukan dengan jelas apa yang
diinginkan oleh para pelanggan sebagai suatu kebutuhan eksplisit. Kebutuhan ini sering disebut Critical To Quality CTQ. Kemudian perusahaan diharuskan
menghitung jumlah defect yang terjadi sehingga akan diperoleh hasil proses persentase item tanpa defect dan menggunakan sebuah tabel untuk menentukan
level sigma. Level sigma ini sering disebut kesalahan per sejuta peluang Defects Per
Million Opportunities _DPMO. DPMO mengindikasikan berapa banyak
kesalahan yang akan muncul jika sebuah aktivitas diulang hingga satu juta kali. DPMO juga merupakan cara sederhana untuk menggambarkan kualitas dan
kapabilitas dari sebuah proses seperti yang tertera dalam Tabel 2. Tabel 2. Konversi Sigma yang Disederhanakan
Hasil Proses Persentase Item
Tanpa Defect
Defects per Million Opportunities DPMO
Level Sigma
Kemampuan Proses
30,90 690.000,0 1 69,20 308.000,0 2
93,30 66.800,0
3 99,40
6.210,0 4
99,98 320,0
5 99,99
3,4 6
Sumber : Pande et al. 2002
Tabel 2 menunjukkan jika perusahaan beroperasi kurang dari enam sigma maka perusahaan tersebut berpeluang besar menghasilkan barang atau jasa yang
cacat. Jika ada 66.800 item yang cacat dari sejuta peluang, hal ini menandakan bahwa 933.200 item berjalan dengan baik_93,3 sempurna. Namun, jika
perusahaan merasa sudah cukup senang pada perhitungan tersebut, maka sebaiknya perusahaan mempertimbangkan level tiga sigma dari perspektif yang
lain. Konsep Six Sigma ini sebelumnya telah dicoba didesain pada salah satu
perusahaan umum prasarana perikanan dengan komoditinya yaitu es balok. Menurut Dilana 2005, konsep Six Sigma dapat diterapkan dan diimplementasikan
dalam konteks peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, dalam hal ini komoditi yang dimaksud adalah es balok. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
perusahaan berada pada level 2,58 sigma dan hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kualifikasi rata-rata industri yang berada di Indonesia.
Pemborosan es balok yang terjadi adalah sebesar 130.795 es balok dan bila dikonversikan kedalam nilai nominal rupiah dengan harga dari es balok sebesar
Rp5.000,00 per balok, maka pemborosan yang sebenarnya dapat dihemat perusahaan adalah sebesar Rp 653.795.000,00 dalam jangka waktu delapan bulan.
2.9 Model Perbaikan