73
yang keduanya diduga merupakan gerbang pintasan arus dari barat maupun dari timur daerah penelitian. Stasiun yang memiliki sedikit tanda pemijahan adalah
UPG dan BPG. Mayoritas hasil pengamatan mencatat sejumlah tanda pemijahan seperti, tingkah laku bersembunyi, agregasi, morfologi unik misalnya: bagian
ventral membuncit karena matang gonad atau gravid, perubahan warna tubuh, hatching eggs, dan courtship behavior.
Selama penelitian dan pengamatan pemijahan dilakukan September 2010- April 2012, maka perjumpaan terhadap spesies ikan terumbu yang melakukan
pemijahan massal atau pemijahan agregasi terjadi dua kali yaitu di Pulau Payung Kecil PAY yang tidak ditetapkan sebagai daerah penelitian disertasi lihat Tabel
5, halaman 37 dan di Karang Pengantin KPEN. Waktu pemijahan berlangsung siang hari 10:30-12:00 WIB untuk spesies Pomacentrus moluccensis
Pomacentridae dan Thalassoma lunare Labridae di PAY, serta untuk Plotosus lineatus Plotosidae di KPEN.
4.3.5. Keragaan komunitas juvenil ikan di habitat lamun
Ada 14 stasiun penelitian lamun yang digunakan untuk pengamatan juvenil ikan terumbu yang ditetapkan berdasarkan proksimitas terhadap stasiun
pengamatan pemijahan selain berdasarkan mengacu peta habitat perairan dangkal hasil analisis data inderaja satelit. Bentang transek pengamatan juvenil lebih
mudah ditetapkan dan bersifat ajeg sepanjang pengambilan data berlangsung 500 m
2
, berbeda dengan transek pengamatan pemijahan yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor kedalaman, visibilitas, dan arus 2.500-7.500 m
2
. Dengan demikian, selain keragaan taksa maka komunitas juvenil ikan dapat juga ditakar
nilai kelimpahannya sebagaimana disajikan pada Gambar 25. Ada tujuh stasiun penelitian lamun di rataan terumbu Pulau Panggang
LPG1 sd LPG7, sedangkan di Pulau Pramuka, Pulau Karya, dan Gosong Pramuka masing-masing memiliki 4, 2, dan 1 stasiun penelitian. Keragaan taksa
juvenil ikan secara keseluruhan terdiri atas 21 famili, dengan kelimpahan berkisar 13-908 individu500 m
2
atau densitas 0,03-1,82 indm
2
. Stasiun LPG4 dan LKR1
74
menunjukkan kelimpahan yang sangat tinggi karena di dalam area transek dijumpai gerombolan juvenil ikan sembilang Plotosus lineatus- Plotosidae.
Keterangan: LPG1= Lamun Barat Pulau Panggang, outer reef flat; LPG2= Lamun Utara Pulau Panggang, outer reef flat; LPG3= Lamun Utara Pulau Panggang, inner reef flat; LPG4 = Lamun
Barat Pulau Panggang, inner reef flat; LPG5= Lamun Selatan Pulau Panggang, inner reef flat; LPG6= Lamun Selatan Pulau Panggang, outer reef flat; LPG7= Lamun Timur Pulau Panggang,
outer reef flat; BKAR= Barat Pulau Karya; TKAR= Timur Pulau Karya; LGSP= Lamun Gosong Pramuka; LPR1= Utara Pulau Pramuka; LPR2= Timur Pulau Pramuka; LPR3= Selatan Pulau
Pramuka; LPR4= Barat Pulau Pramuka.
Gambar 25. Kelimpahan dan keragaan juvenile ikan terumbu
Dari seluruh famili ikan yang dijumpai dalam stasiun penelitian lamun, terdapat beberapa taksa yang merupakan penghuni habitat lamun dan diduga tidak
terkait aspek ontogeni dalam ranah penelitian ini. Famili ikan terumbu yang kemudian diabaikan dalam analisis geospasial lanjutan adalah Blenniidae,
Gobiidae, Monacanthidae, dan Syngnathidae. Hemminga and Duarte 2000 mengelompokkan taksa ikan yang hidup di habitat lamun berdasarkan sifat
menetapnya menjadi empat kategori, yaitu: 1 ikan yang menetap di habitat lamun secara permanen sepanjang masa hidupnya, 2 ikan yang menetap
sementara secara musiman atau selama satu fase kehidupannya saja, 3 ikan yang berkunjung secara berkala ke habitat lamun, misalnya ikan yang beruaya dari
75
perairan terumbu karang saat kondisi pasang naik, dan 4 pendatang periode ruayanya tak dapat diprediksi menurut kondisi tertentu.
Terkait dengan kategori ikan oleh Hemminga and Duarte 2000, khususnya yang ke-2, maka famili ikan terumbu yang memiliki sifat ontogeni umumnya
berperan penting sebagai sumberdaya perikanan yang bernilai ekonomis. Dalam penelitian ini kelompok ikan tersebut adalah Carangidae ikan kuwe, Gerreidae,
Haemulidae ikan
keneke, Leiognathidae,
Lethrinidae, Lutjanidae,
Nemipteridae, Scaridae, Serranidae, Siganidae, dan Sphyraenidae. Taksa juvenil ikan yang dijumpai dalam frekuensi tinggi adalah Apogonidae dan Labridae,
tercatat di 10 dari 14 stasiun penelitian, yang diikuti oleh Siganidae 8 stasiun penelitian.
4.3.6. Konektivitas struktural habitat ontogeni
Secara geospasial, adalah rumit untuk mengkaji keterkaitan ikan terumbu dengan habitatnya yang didasari oleh pengamatan in situ yang bersifat titik,
karena informasi geospasial yang berasal dari analisis citra inderaja satelit umumnya bersifat poligon atau menggambarkan tapak habitat. Hal tersebut
dipengaruhi juga oleh sifat sejumlah spesies ikan terumbu yang memiliki mobilitas tinggi dan tidak menetap pada tipe substrat dasar tertentu yang mungkin
dipindai oleh sensor satelit inderaja, selain kesamaan peta tematik habitat yang dihasilkan dengan kondisi nyata di lapangan. Dengan demikian, satu asumsi
diterapkan dalam mengkaji konektivitas struktural habitat ontogeni ikan terumbu, yaitu lokasititik pengamatan ikan dan peta tematik tematik yang dihasilkan
bersifat akurat. Dalam penelitian ini seluruh stasiun pengamatan ikan terumbu dewasa dan
juvenil ditetapkan referensi geografisnya dalam peta dan variabel geospasial yang digunakan untuk mengkaji keterkaitan ikan-habitat ditelusuri menurut hirarki
lingkup spasial 50 m, 100 m, dan 250 m. Mengampu definisi konektivitas struktural yang ditetapkan oleh Grober-Dunsmore et al. 2009, maka kombinasi
antara peta tematik habitat perairan dangkal yang dihasilkan melalui analisis citra Quickbird dengan plot stasiun pengamatan komunitas ikan dewasa dan juvenil
76
serta buffer dari plot stasiun sejauh 50 m, 100 m, dan 250 m, akan menunjukkan bagaimana struktur habitat pemijahan dan habitat pembesaran ikan terumbu
terkoneksi satu sama lain Gambar 26.
Gambar 26. Konektivitas struktural habitat ontogeni.
Berdasarkan hirarki lingkup spasial yang ditetapkan, maka stasiun penelitian yang berpotensi memiliki konektivitas struktural tinggi secara geospasial adalah
KPEM, FSPG, TLPG, TPG dan LGSP, yang terletak di timur Pulau Panggang serta berbatasan dengan Gosong Pramuka Gambar 5, karena lingkup spasial
antara habitat pemijahan dan pembesaran saling terkait satu sama lain. Wilayah lain yang juga menunjukkan potensi konektivitas struktural tinggi BLPG, BPG,
BDPG, dan LPG1 – di barat Pulau Panggang; LPG7, TGPG, KPEN, dan LPR4 –
antara Pulau Panggang dan Pulau Pramuka; serta seluruh stasiun penelitian yang terletak di Pulau Karya.
Konektivitas struktural antar habitat ontogeni yang rendah terdapat pada stasiun-stasiun pengamatan yang berada di Pulau Pramuka, Karang Keling Cetek
KKEC, dan Karang Sempit KSEM. Di KKEC dan KSEM hanya dijumpai empat taksa ikan terumbu yang menunjukkan tanda pemijahan di masing-masing
stasiun pengamatan Gambar 26, yaitu Serranidae, Lethrinidae, Siganidae, dan