60
Gambar 18. Ilustrasi hirarki lingkup spasial 50, 100, dan 250 m dalam
pengukuran konektivitas struktural habitat ontogeni
Variabel geometrika spasial yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk mengetahui karakteristik dan mengukur struktur spasial bentang alam pesisir.
Selain mengukur struktur bentang pesisir, variabel yang sama juga dianalisis menggunakan Analisis Regresi Linier-ARL dan Analisis Komponen Utama-AKU
Bengen 2000; Zar 1984 untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel geospasial habitat ontogeni terhadap kekayaan taksa ikan terumbu, baik ikan
dewasa maupun juvenil, dan menakar konektivitas struktural habitat ontogeni. Untuk menyesuaikan perbedaan nilai antar beberapa variabel geospasial dan
variabel jumlah taksa ikan, maka variabel luas habitat area yang terkait ditransformasikan menggunakan log10x+1.
61
4.3. Hasil dan Pembahasan
4.3.1. Peta tematik habitat perairan laut dangkal
Kenampakan muka bumi secara sinoptik di perairan Pulau Panggang dan sekitarnya terlihat jelas menggunakan citra Quickbird. Merujuk pada kompleksitas
dasar perairannya, maka klasifikasi awal citra Quickbird menghasilkan 30 kelas habitat bentik, yang selanjutnya disederhanakan menjadi 12 kelas tematik habitat
Gambar 19. Kedua belas kelas tersebut adalah Karang Rubble atau karang hidup bercampur pecahan karang KRB, Lamun Tutupan Sedang LTS, Lamun
Tutupan Tinggi
LTT, Perairan
Dalam AD,
Pasir P,
Pasir KarangLamunAlga PKLA, Pasir Lamun PL, Pasir Rubble PR, Pasir
RubbleLamunAlga PRLA, Rubble R, Rubble Alga RA, dan Terumbu Karang TK. Luas masing-masing kelas habitat berdasarkan referensi daratnya
ditunjukkan pada Tabel 7. Dua stasiun penelitian, yaitu KPEN Karang Pengantin dan KPEM Karang Pemanggang tidak dielaborasi lebih jauh dalam bab ini
karena kenampakannya berdasarkan analisis citra Quickbird tidak memungkinkan. Data satelit inderaja Quickbird tergolong memiliki resolusi spasial sangat
tinggi berdasarkan sensor dan teknik pemindaian yang menyajikan gambaran mendetail untuk tiap pikselnya, karena resolusi spasialnya berada dalam kisaran
0,6-10 meter Hamel and Andrefouet 2010. Menurut Mumby and Edwards 2002 pemetaan habitat pesisir menggunakan data inderaja yang memiliki
resolusi spasial tinggi dapat meningkatkan akurasi, selain memungkinkan penetapan kelas habitat yang lebih detail dan mendekati kondisi nyata di alam.
Diperolehnya 12 kelas habitat perairan dangkal pada penelitian ini membuktikan pernyataan tersebut Tabel 8.
62 Gambar 19.
Peta tematik habitat perairan laut dangkal berdasarkan analisis data inderaja Quickbird 62
Tabel 8. Luas masing-masing kelas tematik habitat
Kelas tematik
Luas kelas tematik habitat m
2
Pulau Panggang
Pulau Pramuka
Gosong Pramuka
Pulau Karya Karang
Keling Cetek Darat
126.616,06 226.124,87
9.090,18 80.722,05
282,10 KRB
128.550,28 10.451,15
16.898,16 34.497,60
6,961,40 LTS
194.927,95 187.615,98
52.246,36 52.428,45
1,786,20 LTT
110.038,37 94.214,94
41.946,21 43.024,88
3,814,60 P
107.146,19 3.394,97
339,41 8.032,61
4,00 PKLA
184.546,86 10.569,46
5.495,80 25.095,92
1,466,90 PL
88.046,92 302.873,12
28.357,21 29.148,12
648,00 PR
215.271,86 79.382,88
3.865,78 90.601,32
0,00 PRLA
416.594,14 177.866,93
42.148,90 103.077,01
64,60 AD
147.206,12 1.079,47
4.265,34 100,19
32,00 R
47.069,16 99.670,71
43.905,59 11.416,85
1,073,30 RA
247.518,11 4.704,30
35.181,47 55.840,71
603,20 TK
133.161,56 63.241,11
35.998,68 40.618,45
8,250,70 Keterangan: KRB= Karang hidup dan pecahan karang; LTS=
Lamun berpenutupan
sedang 30- 60; LTT= Lamun berpenutupan tinggi ≥ 60; AD= Perairan dalam ≥
15 meter; P= Pasir; PKLA= Pasir diselingi karanglamunalga penutupan lamun 30; PL= Pasir diselingi lamun penutupan lamun 30; PR= Pasir dan pecahan
karang; PRLA= Pasir diselingi pecahan karanglamunalga penutupan lamun 30; R= Pecahan karang rubble; RA= Pecahan karang dan alga; TK= Terumbu karang.
Menggunakan platform inderaja yang sama, Rahadiati dan Hartini 2007 hanya menghasilkan lima 5 kelas habitat dalam memetakan kawasan terumbu
karang di Pulau Ndana, yaitu terumbu karang, padang lamun, pasirawan, lautair, dan laut. Pada kawasan lain, analisis Quickbird menghasilkan tujuh 7 kelas
habitat untuk perairan terumbu karang Isla del Cano-Kosta Rika yaitu koloni karang hidup, terumbu karang; hamparan batu karang; pasir; pasir dan gundukan
batu karang; pasir dan rhodolith; serta perairan dalam Fonseca et al. 2009. Hasil yang apik diperoleh Knudby et al. 2011 dalam melakukan pemetaan secara
hirarki spasial perairan terumbu karang di Kubulau-Fiji menggunakan set data Quickbird dan IKONOS, karena secara total diperoleh 33 kelas tematik habitat.
Dalam proses groundtruthing, Knudby 2011 menggunakan teknik analisis berbasis obyek muka bumi atau OBIA object-based image analysisdan software
Definiens
®
yang memungkinkan pengelompokkan citra menurut segmen gambarfoto in situ dan tingkat kedetailan yang diinginkan berdasarkan
tapakpoligon atau piksel. Set data Quickbird yang digunakan dalam penelitian ini juga telah diklasifikasi menggunakan teknik depth invariant index dan
algoritma artificial neural network oleh Siregar et al. 2010 dan Asmadin 2011 yang menghasilkan enam 6 kelas habitat untuk kawasan perairan Karang Lebar
dan Karang Congkak. Kelas habitat campuran yang ada pada keduanya, dalam penelitian ini dielaborasi lebih jauh berdasarkan komposisi bentikabiotik in situ
dan pengelompokkan karakteristik spektral yang terekam oleh citra Quickbird. Sebagai tools dalam eksplorasi lingkungan dan sumberdaya yang terdapat di
permukaan bumi, teknologi inderaja satelit akan memudahkan penggalian informasi mengenai kondisi habitat perairan terumbu karang karena habitat bentik
terumbu bersifat heterogen dan kompleks pada tiap lingkup spasial yang ada, mulai dari skala sentimeter hingga kilometer Hochberg et al. 2004. Oleh karena
itu, teknik analisis data inderaja dalam penelitian ini diawali dengan klasifikasi tak terselia menggunakan kombinasi nilai radiansi digital pada kanal biru, hijau, dan
merah dan maximum likelihood analysis pada platform ENVI dan ERDAS sehingga menghasilkan 20 kelas tematik. Dilanjutkan dengan klasifikasi terselia
dan overlay dengan hasil klasifikasi sebelumnya, sehingga produk akhir analisis data inderaja mendapatkan 13 klasifikasi habitat tematik untuk perairan dangkal
yang termasuk kelas darat
4.3.2. Peta dan penampang geomorfologi terumbu
Aplikasi inderaja satelit dalam pemetaan perairan laut dangkal telah mulai dikembangkan sejak tahun 1970-an Lyzenga 1978, namun elaborasinya dalam
memetakan geomorfologi umumnya hanya terbatas pada tiga bentukan terumbu yang dipostulatkan Darwin yaitu: terumbu tepi, terumbu penghalang, dan terumbu
cincin. Di sisi lain, terumbu merupakan sistem biogenis yang rumit karena bentukan yang dihasilkan dan terlihat saat ini merupakan produk interaksi faktor
fisik, kimia, dan biologi pada lingkup spasio-temporal yang berbeda satu sama
lain. Hubbard 1997 menyatakan bahwa penalaran bentukan terumbu modern dipengaruhi oleh proses geofisik dan geokimia, selain mempertimbangkan aspek
ekologi karena struktur tersebut utamanya dibangun oleh makhluk hidup karang skleraktinia.
Hirarki peta habitat secara detail yang dikombinasikan aspek jarak terhadap daratan pulau atau terhadap punggung terumbu reef crest menghasilkan peta
hasil overlay baru dengan jumlah kelas tematik sebanyak delapan 8 kelas. Selain darat dan perairan dalam, kelas geomorfologi perairan terumbu Kepulauan Seribu
terdiri atas rataan terumbu reef flat, goba dangkal shallow lagoon, goba jeluk deep lagoon, punggung terumbu reef crest, lereng terumbu reef slope, dan
gosong terumbu patch reefs. Ilustrasi aerial berdasarkan klasifikasi geomorfologi terumbu di daerah penelitian disajikan pada Gambar 21.
Gambar 20. Penampang melintang terumbu secara geomorfologi