Peta tematik habitat perairan laut dangkal

70 Ld DW DL SL RF RC RS PR Total Ld 4 4 DW 15 15 DL 1 1 2 SL 2 2 4 RF 216 3 219 RC 6 6 RS 1 1 9 11 PR 2 4 6 Total 4 17 1 2 220 10 9 4 267 Kelas Legenda Habitat Total Persen Total Persen Ld Land Ld 44 100.0 44 100.0 DW Deep Water DW 1517 88.2 1515 100.0 DL Deep Lagoon DL 11 100.0 12 50.0 SL Shallow Lagoon SL 22 100.0 24 50.0 RF Reef Flat RF 216220 98.2 216219 98.6 RC Reef Crest RC 610 60.0 66 100.0 RS Reef Slope RS 99 100.0 911 81.8 PR Patch Reef PR 44 100.0 46 66.7 Total Overall Acuracy 96.25 τ 0.9621 M a p Da ta Cl a si fi ca ti o n Total Producers accuracy 93.30 Total Users Accuracy 80.89 Reference Data Field Accuracy Producers Users Accuracy Gambar 23. Matriks kesalahan dan koefisien τ tau dalam penilaian akurasi peta geomorfologi tematik Dalam penelitian ini reduksi kelas habitat terumbu tidak akan dilakukan demi meningkatkan akurasi klasifikasi tematik, karena lebih dibutuhkan informasi mengenai kondisi habitat yang terperinci. Reduksi kelas tematik berlaku saat penyusunan peta geomorfologi, yang menghasilkan kelas geomorfologi perairan terumbu Kepulauan Seribu terdiri atas rataan terumbu reef flat, goba dangkal shallow lagoon, goba jeluk deep lagoon, punggung terumbu reef crest, lereng terumbu reef slope, dan gosong terumbu patch reefs serta kelas daratan land dan perairan dalam deep water. Diperoleh total user’s accuracyUA sekitar 80.89 dan total producer’s accuracy PA 93.30. Total overall accuracy OA sekitar 96.25 dengan nilai koefisien τ 0.9621. 71 Diperoleh nilai PA lebih baik pada klasifikasi geomorfologi yang menunjukkan bahwa analisis citra oleh software lebih mampu mengidentifikasi fitur geomorfologi. Kondisi yang kontras berlaku untuk klasifikasi habitat, karena manusia lebih unggul dalam menentukan klasifikasi habitat terutama jika didukung dengan data in situ, sehingga UA PA pada akurasi klasifikasi habitat. Mumby et al. 1998 menuliskan bahwa nilai akurasi 65-70 dikategorikan cukup baik untuk pemetaan habitat pesisir menggunakan inderaja satelit. Nilai koefisien τ = 0,68 menunjukkan bahwa sedikitnya 68 dari total piksel pada citra telah diklasifikasikan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan Ma dan Redmond 1995.

4.3.4. Keragaan komunitas ikan terumbu dengan tanda pemijahan

Dari 17 stasiun penelitian terumbu karang yang ditujukan untuk mengamati aktivitastanda pemijahan ikan terumbu, dapat diketahui di wilayah mana saja yang memiliki spesies ikan terumbu dengan tanda pemijahan terbanyak. Secara kumulatif, ada 22 famili ikan terumbu yang menunjukkan tandaaktivitas pemijahan di perairan terumbu karang yang menjadi daerah penelitian ini. Ke-22 famili tersebut adalah Apogonidae, Balistidae, Caesionidae, Centrisciidae, Chaetodontidae, Eceneidae, Ephippidae, Fistulariidae, Lethrinidae, Lutjanidae, Nemipteridae, Plotosidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Scaridae, Scorpaenidae, Serranidae, Siganidae, Syngnathidae, Synodontidae, Tetraodontidae, dan Zanclidae. Selain famili ikan terumbu yang teramati menunjukkan tanda atau melakukan aktivitas pemijahan Gambar 24, di beberapa lokasi yaitu di BDPG, SPG, TGPG, BLPG dan FSPG dijumpai satu atau beberapa schooling larva ikan yang merupakan salah satu fase awal dalam proses ontogeniikan terumbu. Famili ikan yang memiliki keragaan taksa tertinggi dan paling umum dijumpai di hampir seluruh stasiun penelitian adalah Serranidae atau ikan kerapu. Merujuk sifat ontogeninya, maka Serranidae memiliki fase pertumbuhan larva menjadi juvenil yang dilangsungkan di tipe geomorfik rataan terumbu yang diperkaya vegetasi lamun atau mangrove. Kelompok famili ikan terumbu lain yang juga memiliki 72 kecenderungan ontogeni seperti Serranidae adalah Ephippidae ikan gebel, Lethrinidae ikan lencam, Lutjanidae ikan kakap, Nemipteridae, beberapa spesies Pomacentridae, Plotosidae lele laut, Scaridae ikan kakatua, dan Siganidae atau ikan beronang Nagelkerken 2009. Famili ikan terumbu lainnya memiliki mekanisme ontogeni yang berbeda, ada yang self-recruitment langsung di perairan terumbu karang, ada juga yang periode larva hingga awal periode juvenil berlangsung di perairan laut lepas Leis 1991. Keterangan: BPG= Barat Pulau Panggang; BDPG= Barat Daya Pulau Panggang; SPG= Selatan Pulau Panggang; TGPG= Tenggara Pulau Panggang; TPG= Timur Pulau Panggang; TLPG= Timur Laut Pulau Panggang; UPG= Utara Pulau Panggang; BLPG= Barat Laut Pulau Pulau Panggang; BKAR= Barat Pulau Karya; TKAR= Timur Pulau Karya; FSPG= Fish Shelter APL Panggang; UPR= Utara Pulau Pramuka; SPR= Selatan Pulau Pramuka; KSEM= Karang Sempit; KKEC= Karang Keling Cetek; KPEN= Karang Pengantin; KPEM= Karang Pemanggang. Gambar 24. Keragaan taksa menurut famili ikan terumbu yang menunjukkan tandaaktivitas pemijahan di stasiun penelitian Stasiun penelitian yang menunjukkan keragaan taksa ikan terumbu tertinggi adalah Karang Pengantin KPEN, yang pada sub-bab ini kondisi habitat dasarnya tidak dielaborasi lebih jauh karena tidak terdeteksi oleh sensor satelit Quickbird. Stasiun penelitian yang terdeteksi habitat dasarnya oleh inderaja satelit dan memiliki keragaan taksa tertinggi adalah BLPG dan TGPG 14 dan 15 famili, 73 yang keduanya diduga merupakan gerbang pintasan arus dari barat maupun dari timur daerah penelitian. Stasiun yang memiliki sedikit tanda pemijahan adalah UPG dan BPG. Mayoritas hasil pengamatan mencatat sejumlah tanda pemijahan seperti, tingkah laku bersembunyi, agregasi, morfologi unik misalnya: bagian ventral membuncit karena matang gonad atau gravid, perubahan warna tubuh, hatching eggs, dan courtship behavior. Selama penelitian dan pengamatan pemijahan dilakukan September 2010- April 2012, maka perjumpaan terhadap spesies ikan terumbu yang melakukan pemijahan massal atau pemijahan agregasi terjadi dua kali yaitu di Pulau Payung Kecil PAY yang tidak ditetapkan sebagai daerah penelitian disertasi lihat Tabel 5, halaman 37 dan di Karang Pengantin KPEN. Waktu pemijahan berlangsung siang hari 10:30-12:00 WIB untuk spesies Pomacentrus moluccensis Pomacentridae dan Thalassoma lunare Labridae di PAY, serta untuk Plotosus lineatus Plotosidae di KPEN.

4.3.5. Keragaan komunitas juvenil ikan di habitat lamun

Ada 14 stasiun penelitian lamun yang digunakan untuk pengamatan juvenil ikan terumbu yang ditetapkan berdasarkan proksimitas terhadap stasiun pengamatan pemijahan selain berdasarkan mengacu peta habitat perairan dangkal hasil analisis data inderaja satelit. Bentang transek pengamatan juvenil lebih mudah ditetapkan dan bersifat ajeg sepanjang pengambilan data berlangsung 500 m 2 , berbeda dengan transek pengamatan pemijahan yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor kedalaman, visibilitas, dan arus 2.500-7.500 m 2 . Dengan demikian, selain keragaan taksa maka komunitas juvenil ikan dapat juga ditakar nilai kelimpahannya sebagaimana disajikan pada Gambar 25. Ada tujuh stasiun penelitian lamun di rataan terumbu Pulau Panggang LPG1 sd LPG7, sedangkan di Pulau Pramuka, Pulau Karya, dan Gosong Pramuka masing-masing memiliki 4, 2, dan 1 stasiun penelitian. Keragaan taksa juvenil ikan secara keseluruhan terdiri atas 21 famili, dengan kelimpahan berkisar 13-908 individu500 m 2 atau densitas 0,03-1,82 indm 2 . Stasiun LPG4 dan LKR1