Konektivitas struktural habitat ontogeni

84 Duarte 2000 menegaskan bahwa kompleksitas struktur tegakan menyediakan perlindungan bagi juvenil terhadap predasi, sehingga daya survivalnya lebih tinggi bila berada di habitat lamun. Grober-Dunsmore et al. 2007 juga menekankan aspek konfigurasi bentang alam pesisir, selain leaf area index dan kanopi tegakan lamun, yang memengaruhi preferensi juvenil ikan memilih habitat lamun. Tapak habitat lamun yang terserak dan terselingi hamparan pasir, pecahan karang, dan tipe substrat dasar lain, memungkinkan juvenil untuk beruaya antar satu tapak habitat ke tapak lainnya, hingga akhirnya mencapai terumbu karang saat dewasa. Tidak diperoleh keterkaitan yang signifikan antara P:A terumbu karang dengan kekayaan taksa ikan dewasa yang menunjukkan tanda pemijahan. Bila di lamun variabel P:A bersifat akomodatif bagi komunitas ikan terumbu, maka di terumbu karang nilai P:A yang tinggi mengindikasikan kerusakan habitat terumbu karang ataupun fragmentasi habitat terumbu akibat tekanan lingkungan maupun manusia. Pada lingkup spasial 50 meter, variabel P:A terumbu menunjukkan korelasi negatif, sedangkan pada lingkup 100 dan 250 meter, korelasi P:A terumbu-ikan dewasa memiliki korelasi positif. Hal yang cukup selaras telah ditunjukkan oleh hasil AKU Gambar 28, yang menunjukkan pengaruh utama dan korelasi yang positif dari variabel P:A terumbu pada lingkup 250 meter notasi PAT2 terhadap tingginya kekayaan taksa ikan terumbu dewasa notasi SID yang menunjukkan tanda pemijahan.

4.4. Simpulan

Data inderaja satelit dapat digunakan untuk memetakan habitat perairan dangkal yang kompleks sehingga dapat diperoleh 12 kelas tematik yang sebaran dan geometrik spasialnya dapat digunakan untuk menakar konektivitas struktural habitat ontogeni ikan terumbu. Pendekatan hirarki dalam kajian geospasial menyarikan informasi mengenai peta geomorfologi terumbu yang bila dikombinasikan dengan hasil klasifikasi tematik habitat dapat menginformasikan kondisi bentang alam perairan Kepulauan Seribu. Dari 17 stasiun terumbu yang diteliti, tercatat sejumlah tanda dan aktivitas pemijahan dari 22 famili ikan, namun dua 2 stasiun diabaikan datanya karena keterbatasan inderaja satelit dalam 85 memindai kondisi dasar perairan yang lebih dalam dari 15 meter. Dari 14 stasiun lamun, dijumpai 17 famili juvenil ikan yang memiliki sifat ontogeni. Kemampuan delineasi habitat secara detail dan sinoptik memungkinkan kajian konektivitas struktural habitat ontogeni, yang utamanya dilakukan setelah penetapan buffer dan diperoleh nilai akurasi peta tematik yang baik agar selaras dengan kondisi nyata di alam. Analisis geospasial pada lingkup yang berbeda- beda 50, 100, 250 meter, menunjukkan bahwa kekayaan jenis ikan dipengaruhi oleh sejumlah variabel yang mengindikasikan konektivitas struktural erat. Dari seluruh model regresi antara variabel geometrik spasial dengan komunitas ikan terumbu, diketahui bahwa konektivitas struktural antar habitat ontogeni erat berlangsung pada lingkup spasial 100 dan 250 m. 86