Simpulan KONEKTIVITAS STRUKTURAL HABITAT ONTOGENI
93
umumnya diperoleh dari datum yang sifatnya titik. IDW mendasari perhitungan nilai di titik yang tidak diukur menggunakan kombinasi linier dari sejumlah titik
ukur yang dipengaruhi pembobotan jarak secara terbalik Gambar 31. Asumsi yang berlaku pada metode ini adalah bahwa nilai suatu titik yang diinterpolasi
sangat dipengaruhi oleh titik-titik yang lebih dekat dengan titik tersebut daripada titik-titik yang letaknya lebih jauh.
Gambar 31. Metode interpolasi Inverse Distance Weighting IDW
Fungsi matematika dari metode IDW disajikan pada persamaan berikut ini Watson and Philip 1985:
.......................................................................... Persamaan 7 Dimana:
Pengolahan data satelit
Data inderaja satelit Quickbird terdiri atas empat kanal spektra yaitu kanal biru, hijau, merah dan infra merah, yang beroperasi pada nilai tengah panjang
gelombang 479,5 nm, 546,5 nm, 654 nm, dan 814,5 nm. Penyusunan profil batimetri dari citra Quickbird dilakukan menggunakan algoritma Lyzenga 1985,
yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut Persamaan 8:
94
................... Persamaan 8 Dimana:
Z= kedalaman m; V= sinyal radiansi yang diamati pada citra Quickbird; V
S
= bagian sinyal yang dihasilkan oleh pembauran radiasi di atmosfer, kolom air, dan
permukaan laut; k= koefisien atenuasi; dan V
o
= faktor sensitifitas yang meliputi kontribusi iradiansi elektromagnetik di permukaan air, pantulan dasar perairan,
transmisi atmosfir dan pengaruh sensor satelit sendiri.
Didasari asumsi bahwa nilai radiansi V bervariasi terhadap kedalaman, maka persamaan logaritmik dapat diubah suai menjadi bentuk linier. Hal tersebut
diawali dengan penetapan asumsi bahwa wilayah perairan dalam dengan nilai kedalaman 30-40 meter memiliki nilai radiansi= 0, karena spektrum energi
warna biru telah terserap habis di sepanjang kolom perairan dan tidak sempat mencapai dasar. Persamaan 8 selanjutnya diganti menjadi persamaan 9 berikut:
........................................................................... Persamaan 9 Dimana:
Z= kedalaman m; a= sudut kemiringan
Model geospasial menggunakan Benthic Terrain Modeler BTM
Pembangunan Model Kemiringan Bentik atau Benthic Terrain Modeler BTM merupakan suatu perangkat analisis kuantitatif geospasial yang
dikembangkan oleh NOAA Coastal Services Center dan peneliti di Oregon State University mengacu metode yang dikembangkan oleh Iampeitro and Kvitek untuk
pemrosesan data keruangan di sistem terestrial pegunungan. BTM merupakan fitur analisis spasial yang tersedia pada perangkat ArcGIS
®
versi 8x dan 9x. Selama ini peta dasar untuk kawasan perairan laut hanya menyajikan
representasi sederhana kondisi dasar laut, tanpa diulas secara kuantitatif masing- masing bentukan bumi tersebut. Di sisi lain, bentukan dasar terumbu karang yang
bersifat kompleks dan seakan terabaikan fungsi bentukan dasar terumbu sebagai habitat jika hanya divisualisasikan batimetrinya saja, sehingga perlu penilaian
kondisi mukaan bumi yang membentuk dasar perairan menggunakan BTM Wright et al. 2005.
95
Batimetri
Broad BPI Fine BPI
Lereng Terumbu
Broad BPI std Fine BPI std
Struktur Geomorfik Zona Geomorfik
Rugositas
Legenda Legenda
Zona
Gambar 32. Tahapan analisis geospasial dan BTM.
Gambar 32 menunjukkan alur kerja yang secara baku telah ditetapkan dalam penyusunan BTM dan seluruh tahapan diawali dengan membentuk peta batimetri.
Set data batimetri yang digunakan bersumber dari inderaja akustik dan optik. Tahap selanjutnya adalah kalkukasi grid Indeks Posisi Batimetri IPB atau
Bathymetric Position Index BPI yang merupakan fungsi kuantitatif dalam menjelaskan bentukan geomorfologi seperti punggung terumbu reef crest atau
96
lereng terumbu reef slope serta kemiringan dasar perairan terrain. Grid IPB skala rinci fine BPI dan IPB skala umum broad BPI ditetapkan berdasarkan
lingkup spasial dalam kalkulasi IPB tersebut Gambar 33. Dalam penelitian ini, grid IPB umum diterapkan pada lingkup spasial 100 meter sedangkan IPB rinci
pada lingkup 30 meter.
Gambar 33. Kalkulasi Indeks Posisi Batimetri atau Bathymetric Position Index
Analisis data batimetri selanjutnya ditujukan untuk membangun profil lereng dan rugositas. Rugositas merupakan rasio antara luas planar terhadap luas
area secara total mengikuti kontur dasar perairan pada ukuran grid yang seragam, yang merupakan ukuran kompleksitas lereng Gambar 34. Analisis geospasial
rugositas merupakan teknik pengukuran yang baru dalam mempertimbangkan kerumitan kontur dasar permukdaan bumi dan seluruh syntax komputasi dan
tahapan pengolahan datanya dapat digunakan secara luas karena telah diampu dalam perangkat ArcGIS keluaran mutakhir, yaitu ArcGIS 8.x, 9.x, dan 10.
Gambar 34. Visualisasi kalkulasi rugositas modifikasi Wright et al. 2005